tirto.id - Pemerintah DKI Jakarta memutuskan untuk kembali memberlakukan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyusul terus meningkatnya penyebaran virus corona Covid-19 di ibu kota. Aturan PSBB ini akan mulai diberlakukan secara total pada 14 September 2020.
Menurut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, jumlah kasus positif COVID-19 saat ini terus melonjak dengan positivity rate sebanyak 13,2 persen. Berdasarkan data Pemprov DKI per Selasa (8/9/2020), kasus positif COVID-19 bertambah 1.015 orang dengan total 48.811 pasien.
Tidak hanya Jakarta yang mengambil langkah demikian, pada Agustus lalu, Selandia Baru juga melakukan lockdown terhadap kota Auckland selama 12 hari. Hal itu diumumkan langsung oleh Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern.
Perdana Menteri mengatakan keputusan untuk memperpanjang pembatasan sudah "sesuai dengan pendekatan kehati-hatian kami dan filosofi Selandia Baru untuk bekerja keras dan bekerja lebih awal." dalam mencegah penyebaran virus.
Seperti diwartakan BBC, ada empat level siaga di Selandia Baru, dan kala itu, Auckland sudah berada di level 3 terkait ancaman terhadap penyebaran virus corona.
Dua fenomena di atas tentunya akan meningkatkan kembali kewaspadaan terhadap penyebaran virus. Langkah waspada itu bisa dilakukan dengan mengikuti segala protokol kesehatan, seperti menggunakan masker, menjaga jarak, mengonsumsi vitamin yang bisa meningkatkan sistem imunitas tubuh dan rajin berolahraga.
Kendati demikian, gejala-gejala dari virus Covid-19 ini sangat sulit untuk diidentifikasi karena mirip dengan sejumlah penyakit umum lainnya, termasuk flu musiman, batuk atau demam. Hal tersebut yang terkadang membuatnya sulit dibedakan: apakah seseorang itu memang memiliki gejala atau hanya mengalami flu biasa?
Meskipun kini sudah ada serangkaian tes yang bisa memastikan bahwa seseorang positif Covid-19 atau tidak, tetapi, baru-baru ini sebuah studi menemukan gejala-gejala yang setidaknya bisa diidentifikasi lewat sejumlah urutan.
Urutan Gejala Covid-19
Seperti dilansir Heathline, penelitian dari University of Southern California (USC) baru-baru ini berhasil menentukan bahwa gejala COVID-19 sering kali bermula dalam urutan tertentu. Setidaknya, penemuan ini dapat membantu orang dengan COVID-19 bisa langsung mengisolasi diri dan mendapatkan perawatan lebih cepat.
“Urutan ini sangat penting untuk diketahui ketika kita memiliki siklus penyakit yang tumpang tindih seperti flu yang bertepatan dengan infeksi COVID-19,” kata Peter Kuhn, PhD, salah satu penulis studi dan profesor kedokteran, teknik biomedis, dan dirgantara dan teknik mesin di USC.
“Dokter dapat menentukan langkah apa yang harus diambil untuk merawat pasien, dan mereka dapat mencegah kondisi pasien memburuk.”
Untuk memprediksi urutan gejala itu, para peneliti menganalisis tingkat kejadian gejala yang dikumpulkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk lebih dari 55.000 kasus COVID-19 di China.
Selain itu, para peneliti juga mempelajari data sekitar 1.100 kasus yang dikumpulkan selama bulan Desember dan Januari oleh China Medical Treatment Expert Group untuk COVID-19 dan disediakan oleh Komisi Kesehatan Nasional China.
Para peneliti juga menganalisis data dari lebih dari 2.000 kasus COVID-19 di Amerika Utara, Eropa, dan Belahan Bumi Selatan yang dilaporkan ke otoritas kesehatan antara tahun 1994 dan 1998. Tujuannya, untuk membandingkan urutan gejala COVID-19 dengan influenza.
"Mengetahui bahwa setiap penyakit berkembang secara berbeda. Berarti dokter dapat mengidentifikasi lebih cepat apakah seseorang kemungkinan besar menderita COVID-19, atau penyakit lain," kata Joseph Larsen, penulis utama studi dan kandidat doktor USC Dornsife.
"Itu bisa membantu mereka membuat keputusan pengobatan yang lebih baik," tambahnya.
Menurut hasil penelitian itu, urutan gejala Covid-19 yang biasa dialami pasien adalah demam, batuk dan nyeri otot, mual atau muntah serta diare.
Berbeda Setiap Kasus
Kepada Healthline, dr. Robert Glatter, dokter darurat, Rumah Sakit Lenox Hill, di New York mengatakan, hasil studi menemukan bahwa pasien dengan flu musiman lebih umum berkembang menjadi batuk sebelum ia menderita demam.
Menurut Glatter, hal tersebut mungkin sulit untuk dilihat karena "flu sering kali dimulai secara tiba-tiba dengan tiga serangkai gejala, termasuk sakit punggung, menggigil, dan batuk kering.”
Berdasarkan hasil penelitian, meskipun influenza biasa dimulai dengan batuk, tetapi gejala pertama dari Covid-19 adalah demam.
Terkait dengan pengalamannya saat merawat pasien COVID-19 di New York, Glatter menyatakan, secara umum, meskipun demam biasanya merupakan gejala awal infeksi COVID-19 yang paling sering dijelaskan, kenyataan bisa lebih bervariasi.
Sebab, beberapa pasien mungkin datang dengan keluhan hilangnya rasa atau bau, tetapi merasa sehat. Kata Glatter: "saya juga melihat pasien datang dengan [...] sakit kepala kecil, adanya reaksi kulit seperti perubahan warna biru kemerahan, sebagai respons terhadap peradangan akut, tanpa adanya demam, batuk, atau gejala pernapasan lainnya."
Selain itu, lanjut Glatter, ada juga pasien yang berkeluh bahwa mereka "mengalami malaise, sakit kepala, dan pusing." Padahal, dalam beberapa hal, kasus ini mirip dengan gejala stroke, tetapi tanpa demam, batuk, atau bukti gejala pernapasan atas.
“Saya juga melihat pasien datang hanya dengan nyeri dada, tanpa gejala pernapasan,” katanya. “Munculnya mual, muntah, dan diare setelah timbulnya gejala pernapasan seperti demam dan batuk juga dapat menunjukkan bahwa seseorang mungkin terkena COVID-19.”
Menurut Glatter, intinya adalah para profesional perawatan kesehatan harus waspada dan tetap berpikiran terbuka saat mengevaluasi pasien yang mungkin memiliki gejala berbeda dengan penyakit tersebut.
Ia bilang, para tenaga kesehatan harus memahami perkembangan gejala orang yang terinfeksi COVID-19 karena gejalanya tidak selalu sama.
Editor: Agung DH