tirto.id - Beberapa waktu sebelum purna sebagai Panglima TNI, Gatot Nurmantyo sudah kerap dikaitkan dengan politik praktis. Salah satu lembaga riset, misalnya, menyebut Gatot adalah sosok yang layak mendampingi Presiden Joko Widodo dalam pemilihan presiden 2019. Kini, setelah ia tak lagi jadi panglima, kabar ini semakin kencang meski tidak dalam tataran Pilpres.
Dalam Pilkada yang akan diselenggarakan tahun ini, Gatot masuk dalam radar bakal calon gubernur untuk Jawa Tengah, setidaknya oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Nama Gatot dicalonkan oleh Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PPP Kota Solo beberapa hari yang lalu.
Menurut Wakil Sekretaris Jenderal PPP, Achmad Baidowi, munculnya nama Gatot memang aspirasi dari pengurus daerah. Salah satu pertimbangan, selain tentu karena faktor popularitas, adalah karena Gatot memang lahir di sana, tepatnya di Tegal, 13 Maret 1960 silam.
"Berdasarkan aspirasi dari DPC, nama Gatot Nurmantyo sebagai tokoh kelahiran Jateng dijadikan salah satu alternatif untuk maju Pilkada," kata Baidowi kepada Tirto, Selasa (2/1/2018).
Meski tidak lagi jadi panglima, Gatot masih terdata sebagai tentara aktif. Ia baru akan pensiun pada April 2018. Sementara berdasarkan Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada tahun 2018, pendaftaran pasangan calon dibuka pada 8 hingga 10 Januari 2018. Dengan begitu, jika hendak maju, Gatot harus undur diri dari dinas ketentaraan.
"Yang sempat mencuat nama Pak Buwas (Budi Waseso, Kepala Badan Narkotika Nasional/BNN) tapi beliau masih lama pensiunnya. Kalau Pak Gatot sudah memasuki masa pensiun. Minggu ini harus putus siapa yang akan diusung," tambah Baidowi.
Agar bisa mencalonkan kandidat, parpol atau koalisi parpol harus punya minimal 20 kursi di DPRD. Di Jawa Tengah, PPP hanya memiliki 8 kursi.
Dalam konteks Jawa Tengah, parpol yang bisa mencalonkan sendiri tanpa koalisi hanya PDIP. Partai berlogo banteng itu punya 31 kursi di DPRD.
Terganjal Koalisi
Masih menurut keterangan Baidowi, PPP memandang Gatot berpotensi terjun di Pilkada Jateng setelah partai itu gagal berkoalisi dengan PDI Perjuangan. Partai berlogo kakbah hasil fusi empat partai Islam pada masa Orde Baru itu hendak membangun koalisi baru bersama Demokrat dan Golkar.
Bersama Golkar dan Demokrat, ketiga partai itu memiliki 27 kursi dan memenuhi syarat pencalonan kandidat.
Konsekuensi dari usaha membangun koalisi baru ini adalah nama Gatot juga harus disetujui oleh Demokrat dan Golkar, apalagi PPP tidak punya kursi yang cukup untuk mencalonkan sendiri kandidatnya. Di sini lah letak masalahnya, Demokrat dan Golkar belum tentu setuju.
Koordinator Bidang Kemenangan Wilayah I Partai Golkar, Nusron Wahid, menegaskan bahwa partainya belum mempertimbangkan nama Gatot untuk dimajukan.
"Belum mengantongi nama Pak Gatot. Belum," ujar Nusron.
Tanggapan senada juga diberikan Ketua DPD Golkar Jawa Tengah, Wisnu Suhardono. Wisnu mengaku masih berkonsolidasi sana-sini untuk menentukan siapa kandidat yang paling tepat.
"Masih dikomunikasikan dengan DPP. Kami belum final," kata Wisnu.
Agak berbeda dengan Golkar, Demokrat melalui Wakil Ketua Umum-nya, Roy Suryo, enggan membantah atau membenarkan kabar dipertimbangkannya nama Gatot sebagai tokoh yang akan dimajukan. Ia meminta publik bersabar menunggu nama pasti yang mereka calonkan.
"Tunggu tanggal mainnya, ya. Saya sementara senyum saja," kata Roy.
Sekretaris Majelis Tinggi Demokrat Amir Syamsuddin berkata partai masih menimbang-nimbang siapa tokoh yang paling tepat untuk dimajukan. Ini penting, katanya, karena ada popularitas salah satu calon yang sampai saat ini masih tidak tertandingi.
"Kita realistis, di sana memang didominasi partai tertentu dan saya lihat popularitas salah satu calon itu sampai saat ini masih tidak tertandingi. Belum tertandingi calon mana pun. Kami di sana bukan faktor yang menentukan," ujar Amir.
Saat ini, ada dua kubu yang dipastikan akan meramaikan Pilkada Jateng, yakni koalisi Gerindra, PAN, dan PKS yang akan mengusung Sudirman Said, serta PDIP yang dipastikan mengusung kadernya sendiri namun baru akan mengumumkannya ke publik pada awal 2018. Kemungkinan yang akan dimajukan adalah Ganjar Pranomo, petahana. Ganjar pulalah yang dirujuk Amir sebagai tokoh yang popularitasnya "tidak tertandingi".
Mengamankan Posisi Gatot
Selain mungkin ditentang oleh koalisi, rencana PPP juga bisa saja ditolak oleh Gatot sendiri. Hal ini dikatakan oleh Direktur Eksekutif Voxpol Centre Pangi Chaniago. Menurutnya, Gatot akan menolak pinangan untuk maju sebagai gubernur karena akan fokus ke Pilpres 2019.
"Kalau ditarik [jadi calon] gubernur, tentu Pilpres tidak jadi. PPP tentu ada kepentingan untuk menarik dia ke level gubernur dulu. Apakah Gatot mau atau tidak? Ini problemnya. Menurut saya kecil kemungkinan Gatot mau menerima tawaran PPP," kata Pangi.
Menurut Pangi, akan lebih untung bagi Gatot untuk tidak maju sebagai gubernur dan menunggu satu tahun untuk berkontestasi di Pilpres. Ia bisa menjadi antitesis dari dua tokoh yang kemungkinan besar akan maju kembali, Joko Widodo maupun Prabowo Subianto.
"Mungkin [Gatot] punya kans mengambil pemilih yang kecewa dengan Jokowi dan Prabowo," katanya.
Belum ada tanggapan dari Gatot atas pencalonan ini. Upaya komunikasi yang Tirto lakukan tidak direspons.
Survei Indikator Politik Indonesia pada Oktober lalu menempatkan nama Gatot di posisi dua teratas pendamping Jokowi di Pilpres 2019. Dalam simulasi 16 nama yang diajukan oleh Indikator, Basuki Tjahaja Purnama memperoleh angka 16 persen. Sementara itu, Gatot Nurmantyo menguntit di bawahnya dengan perolehan suara 10 persen.
Salah satu partai yang sempat mewacanakan mencalonkan Gatot adalah Nasdem. Menurut Nasdem, Gatot sangat cocok apabila disandingkan dengan Jokowi, perpaduan antara sipil dan militer.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Rio Apinino & Maulida Sri Handayani