Menuju konten utama

Gatot dan Ahok Dinilai Paling Cocok Jadi Cawapres Jokowi

Ahok dan Gatot Nurmantyo dinilai paling cocok mendampingi Jokowi sebagai cawapres di Pilpres 2019.

Gatot dan Ahok Dinilai Paling Cocok Jadi Cawapres Jokowi
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyampaikan paparan pada kegiatan diskusi yang digelar oleh Fraksi PKS DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (27/9/2017). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Basuki Tjahaja Purnama dan Gatot Nurmantyo termasuk dua tokoh yang dinilai publik paling cocok menjadi calon pendamping Joko Widodo di Pemilihan Presiden 2019. Mereka mengalahkan calon-calon lain seperti Ridwan Kamil dan Sri Mulyani.

Kesimpulan tersebut diperoleh dari survei yang diselenggarakan Indikator Politik Indonesia terhadap 1.220 responden dewasa yang dipilih secara random (multistage random sampling) dari seluruh provinsi di Indonesia pada 17 sampai 24 September lalu.

Dalam simulasi 16 nama yang diajukan oleh Indikator, mantan Gubernur DKI Jakarta ini memperoleh angka 16 persen. Sementara Gatot Nurmantyo menguntit di bawahnya dengan perolehan suara 10 persen. Ridwan Kamil, Sri Mulyani, dan Tri Rismaharini yang ada di posisi tiga, empat dan lima berturut-turut memperoleh suara 8, 7 dan 5 persen.

Sementara pada simulasi 8 nama, posisi tetap tidak berubah. Ahok tetap berada di peringkat teratas dengan perolehan suara 17 persen. Sementara Gatot ada di peringkat ke-2 dengan angka 14 persen. Di bawahnya ada Ridwan Kamil dengan 11 persen suara.

Ketika nama-nama ini dikerucutkan menjadi tiga kandidat saja, dengan tidak menyertakan Ahok, posisi Gatot merangsek ke posisi pertama dengan perolehan suara 25 persen. Di peringkat dua ada Sri Mulyani dengan 24 persen suara, dan Tito Karnavian dengan 12 persen suara. Namun peringkat Gatot masih berada di bawah responden yang tidak menjawab, sebesar 39 persen.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan bahwa Ahok memang lebih unggul dibanding nama-nama lain dalam simulasi 16 nama. "Namun ketika dikerucutkan ke delapan nama, dukungan terhadap Ahok relatif tidak bertambah," kata Burhanuddin di Jakarta, Rabu (11/1/2017) kemarin.

Tingginya elektabilitas dua tokoh itu tentu bukan tanpa sebab. Ahok memiliki tingkat elektabilitas yang tinggi karena memang pernah jadi wakil Jokowi di DKI Jakarta pada periode 2012-2014, sebelum Jokowi maju sebagai kandidat presiden.

Sementara mencuatnya nama Gatot, tidak bisa dilepaskan dari manuvernya beberapa bulan terakhir. Menurut Burhanuddin, terlepas dari apakah manuver Gatot positif atau negatif, namun yang jelas apa yang dilakukannya itu membuat dia terkenal. "Terlepas itu positif atau negatif, itu bisa meningkatkan tingkat keterkenalan dia," kata Burhan.

Burhanuddin juga mengatakan bahwa melalui survei itu, dapat disimpulkan bahwa publik menilai hubungan Jokowi dengan Gatot baik-baik saja. Perolehan suara Gatot juga mungkin lebih tinggi pasca survei.

"Survei ini valid sampai tanggal 24 September. Kami tidak bisa memprediksi efek setelah itu. Jangan-jangan efeknya lebih besar, terutama karena puncak popularitas Gatot waktu G30S/PKI (30 September)," kata Burhanuddin.

Gatot yang kerap mengeluarkan pernyataan-pernyataan kontroversial ini memang sering dikaitkan dengan Pilpres mendatang. Partai Nasdem, misalnya, mewacanakan Panglima TNI ini jadi Cawapres Jokowi pada Pemilu mendatang. Gatot dinilai cocok apabila disandingkan dengan Joko Widodo sebagai representasi antara sipil dan militer.

Gatot sendiri enggan menanggapi itu. "Itu kan kabar," tutur Gatot di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (24/7/2017).

Gatot pun memilih untuk menyerahkan persoalan itu ke si penyebar informasi. Untuk saat ini dia tidak merasa tersangkut paut dalam niatan Parpol terkait Pilpres 2019. "Tanya yang kasih kabar saja," katanya ketika itu.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Politik
Reporter: Rio Apinino
Penulis: Rio Apinino
Editor: Maya Saputri