tirto.id - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk saat ini hanya mengoperasikan 53 dari 142 pesawat yang dimiliki. Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia, 89 pesawat lain diberhentikan selama masa pandemi COVID-19.
“Penggunaan armada pesawat dalam penerbangan selama masa pandemi juga turut memperhatikan tingkat isian dari angkutan kargo. Adapun jumlah armada yang dioperasikan selama masa pandemi berkurang sehingga yang saat ini dioperasikan untuk mendukung operasional perusahaan ada pada kisaran 53 pesawat,” jelas keterangan Garuda kepada BEI, Rabu (9/6/2021).
Rincian dari 142 pesawat yang dimiliki Garuda Indonesia, Boeing 777- 300 sebanyak 10 unit, Airbus 330- 900 sebanyak 3 unit, Airbus 330- 300 sebanyak 17 unit, Airbus 330-200 sebanyak 7 unit, Boeing 737-800 sebanyak 73 unit, Boeing 737-8 MAX 1 unit, CRJ 1000 sebanyak 18 unit dan ATR 72-600 sebanyak 13 unit. Dari jumlah tersebut 136 unitnya memiliki status sewa dan hanya 6 yang dimiliki Garuda Indonesia.
Dari 89 pesawat yang masuk hanggar, ada 39 pesawat masuk bengkel untuk dilakukan perawatan dan perbaikan.
Manajemen Garuda Indonesia menjelaskan, perseroan saat ini terus melakukan upaya negosiasi dengan lessor untuk pesawat dengan status grounded. Pendekatannya adalah untuk kembali dapat mengoperasikan atau melakukan early termination atau pengembalian pesawat, tentunya hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan armada sesuai demand layanan penerbangan pada masa new normal.
Garuda sebelumnya juga mengumumkan sudah mengembalikan dua armada sewaan dalam rangka efisiensi untuk mengurangi beban keuangan. Dua pesawat yang dikembalikan sebelum jatuh tempo masa sewanya adalah jenis B737-800 NG.
"Percepatan pengembalian armada yang belum jatuh tempo masa sewanya, merupakan bagian dari langkah strategis Garuda Indonesia dalam mengoptimalisasikan produktivitas armada dengan mempercepat jangka waktu sewa pesawat. Hal ini merupakan langkah penting yang perlu kami lakukan di tengah tekanan kinerja usaha imbas pandemi COVID-19 dimana fokus utama kami adalah penyesuaian terhadap proyeksi kebutuhan pasar di era kenormalan baru," jelas Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, Senin (7/6/2021).
Irfan menjelaskan, percepatan pengembalian dilakukan setelah adanya kesepakatan bersama antara Garuda Indonesia dan pihak lessor pesawat. Salah satu syarat pengembalian pesawat adalah dengan melakukan perubahan kode registrasi pesawat terkait. Ia menjelaskan, saat ini pihaknya tengah berkomunikasi secara intensif pada perusahaan pembiayaan agar skema pengembalian armada bisa berjalan dengan baik.
"Saat ini, kami juga terus menjalin komunikasi bersama lessor pesawat lainnya, tentunya dengan mengedepankan aspek legalitas dan compliance yang berlaku," terang dia.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri BUMN pada Rabu (3/6/2021) mengatakan, masalah Garuda muncul karena beban leasing yang melebihi biaya yang wajar. Hal itu terjadi karena jenis pesawat yang dimiliki Garuda terlalu banyak.
Sementara Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, salah satu masalah terbesar Garuda adalah terkait lessor yang terlalu banyak. Menurut Erick, ada beberapa lessor yang dalam kerjasamanya koruptif.
Hingga 7 Juni 2021, Garuda belum melaporkan keuangannya tahun 2020. Sementera berdasarkan laporan keuangan Garuda per 30 September 2020, Garuda punya utang sewa pesawat hingga USD615 juta, melonjak dari sebelumnya USD83 juta. Per 30 September 2020, Garuda memiliki saldo utang obligasi sebesar USD 491,327 juta.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti