tirto.id - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk berencana menerbitkan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Efek Beragun Aset (EBA) sebesar Rp4 triliun, sebagai upaya untuk melakukan penataan ulang profil (reprofiling) utang yang dimiliki korporasi. Hingga 31 Maret 2018, tercatat jumlah liabilitas korporasi sebesar 3,082 miliar dolar AS.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Pahala Mansury mengatakan minggu ini menjadi masa penawaran ke investor (bookbuilding). Sementara ini menurut Pahala, minat dari para investor cukup baik.
"Paling enggak saat berinteraksi dengan mereka (investor) cukup banyak yang menyatakan minatnya. Kami berharap dengan proses bookbuilding ini kami bisa melakukan dengan jumlah yang cukup baik," kata Pahala di Garuda City Center, Cengkareng pada Jumat (6/7/2018).
Tenor yang ditawarkan lima tahun dan bunganya antara 8,75 hingga 9,5 persen. Menurutnya, bunga dan jaminan risiko yang ditawarkan sudah cukup baik untuk dapat menarik investor.
Apalagi dengan adanya persoalan dengan Sekretariat Bersama Serikat Karyawan Garuda Indonesia yang terdiri dari Asosiasi Pilot Garuda (APG) dan Serikat Karyawan Garuda (Sekarga), yang menarik rencana mogok kerja.
"Jadi saya berharap dengan adanya komitmen kesepakatan yang kami umumkan hari ini (mengenai tuntutan serikat pekerja Garuda Indonesia) itu bisa memberikan keyakinan yang lebih lagi kepada masyarakat," ungkapnya.
Sementara itu, yang diagunankan adalah rute middle east penerbangan Garuda Indonesia, yaitu Jeddah dan Madinah. Itu rute yang paling baik menurutnya saat ini.
"Indonesia negara muslim jadi rute Jeddah dan Madinah adalah rute baik, pertumbuhannya [penerbangan] cukup baik. Dan diharapkan ada interest masyarakat melakukan pembelian terhadap KIK EBA ini," ujarnya.
Penerbitan KIK EBA diungkapkanya adalah sekuritisasi pertama Garuda Indonesia, sehingga ia mengakui tidak memiliki target muluk-muluk.
"Jadi nanti kami lihat saja proses bookbuilding dan minat masyarakat," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjabarkan kinerja triwulan I/2018 Garuda Indonesia terhitung cukup baik dengan meningkatnya pendapatan 5 persen dan biaya operasional menurun 5 persen. Sementara pendapatan secara grup naik sampai mendekati 8 persen dan cost-nya hanya naik 2,5 persen.
Kemudian, ia memproyeksikan pendapatan pada triwulan II dapat melanjutkan tren pertumbuhan. Namun, sentimen positif itu baru akan terlihat pada Juli nanti.
"Kita lihat untuk triwulan kedua paling enggak insyaallah masih on track untuk menunjukkan bahwa ada perbaikan kinerja kami dibandingkan periode sebelumnya," kata dia.
Selanjutnya, ia mengatakan titik balik Garuda Indonesia untuk meraup laba dari rugi beberapa tahun terakhir (break even), terus diupayakan terlaksana pada kuartal III/2018.
"Di airlines ini 2 triwulan pertama itu kan periode yang relatif low season, tapi triwulan 3 dan 4 merupakan periode peak season," sebutnya.
Di balik tantangan perbaikan finansial secara internal, menurutnya untuk mencapai break even ada tantangan eksternal, yaitu depresiasi nilai tukar rupiah dan kenaikkan harga BBM.
"Kami harapkan tahun ini Garuda Indonesia dapat break even, tetapi tentunya kondisi market saat ini. Mumpung lagi bulan Juli sedang melakukan review bagaimana kami track untuk bisa meningkatan review, meskipun ada tantangan tadi dan kami terus berusaha menjalan itu semua," pungkasnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Dipna Videlia Putsanra