tirto.id - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membantah dirinya menolak aliran dana proyek e-KTP sebesar 150.000 dolar AS karena jatahnya lebih kecil dibanding yang lainnya.
Ganjar juga membantah keterangan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang mengatakan dirinya menerima aliran dana e-KTP.
"Enggak. Kata siapa? Ngarang," kata Ganjar di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (4/7/2017).
Ganjar mengatakan bahwa dirinya pernah ditanya oleh seorang pengacara mengenai apakah dirinya pernah menerima aliran dana atau tidak saat di ruang kerja Anggota Komisi II DPR RI sekaligus Anggota Badan Anggaran DPR RI, Mustokoweni. Politikus PDIP itu menegaskan bahwa dirinya tidak menerima aliran dana proyek e-KTP itu.
"Ada pertanyaan dari pengacara yang menyampaikan, Anda [Ganjar] terima? Saya tidak dikasih, kapan? Di mana? Di ruangan Bu Mustokoweni kapan? Bulan September-Oktober. Bu Mustokoweni saja meninggalnya bulan Juni," kata Ganjar.
Sebelumnya, Nazaruddin mengaku bahwa Ganjar menolak pemberian uang proyek e-KTP karena hanya disodori uang sebesar 150 ribu dolar AS. Ganjar menurut pengakuan Nazar bahkan sempat ribut di ruangan Mustokoweni.
"Pak Ganjar menolak150 ribu (dolar As). Ribut dia di meja, dikasih tidak mau," kata Nazaruddin saat bersaksi dengan terdakwa korupsi e-KTP Irman dan Sugiharto di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (3/4/2017).
Dalam persidangan yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar, Nazar menjelaskan bahwa Ganjar yang kala itu menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR ingin mendapatkan jatah yang sama dengan Ketua Komisi II, yakni sebesar 200 ribu dolar AS.
"Dia minta posisinya sama dengan ketua," ungkap Nazaruddin.
Nazaruddin mengaku mengetahuinya karena melihat langsung fakta kejadian. Nazaruddin juga mengaku berada di dalam ruangan saat anggota Komisi II dipanggil ke ruangan Mustokoweni untuk mendapatkan jatah uang.
"Iya Yang Mulia, langsung melihat,” kata Nazaruddiin.
Berdasarkan keterangan yang disampaikan Nazaruddin di persidangan, pimpinan Komisi II mendapatkan 200 ribu Dolar AS.
"Waktu itu untuk pimpinan Komisi II 200 Ribu sama anggota 150 ribu Dolar," kata Nazaruddin.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto