Menuju konten utama

Gaji Buruh Dipotong untuk Tapera, PKS Singgung Kasus Jiwasraya

Suryadi meminta kepada pemerintah dan BP Tapera agar dapat membuat aturan yang lebih bijaksana sehingga tidak memberatkan para pekerja.

Gaji Buruh Dipotong untuk Tapera, PKS Singgung Kasus Jiwasraya
Foto udara kawasan pembangunan perumahan di Kelurahan Wanggu, Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (11/1/2023).ANTARA FOTO/Jojon/aww.

tirto.id - Aturan baru yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat menuai kontra di masyarakat khususnya para pekerja. Peraturan ini dinilai bakal merugikan para pekerja.

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Suryadi Jaya Purnama, pun mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan aturan tersebut. Pasalnya, Anggota Partai Kesejahteraan Sosial (PKS) juga menilai banyak orang yang diperkirakan akan terdampak aturan soal Tapera, utamanya para pekerja dan pekerja mandiri yang menjadi sasaran anyar peserta Tapera.

"Oleh sebab itu FPKS perlu memberikan beberapa catatan agar adanya aturan ini memberikan manfaat seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat," kata Suryadi, dalam keterangan yang diterima Tirto, Selasa (28/5).

Tidak hanya itu, dia pun khawatir, dengan pekerja dari golongan kelas menengah dengan kemampuan ekonomi terbatas. Dia menuturkan, dalam aturan tersebut pemerintah juga mewajibkan para pekerja dan pekerja mandiri untuk membayar iuran Tapera sebesar 3 persen, termasuk kepada mereka yang sudah memiliki rumah.

Dalam aturan dijelaskan bagi peserta pekerja, 0,5 persen dari tagihan iuran akan dibebankan kepada pemberi kerja dan 2,5 persen akan ditanggung oleh pekerja. Sementara bagi pekerja mandiri, 3 persen tagihan iuran Tapera akan menjadi tanggungannya sendiri.

"Terkait golongan kelas menengah yang sudah memiliki rumah, misalkan sudah terlanjur membelinya atau dari warisan orang tua, tapi masih juga diwajibkan untuk ikut program ini,” ujar Suryadi.

Target penyaluran FLPP dan pembiayaan Tapera 2023

Pekerja berjalan di proyek pembangunan perumahan di Batam, Kepulauan Riau, Selasa (6/6/2023). ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/aww.

Dengan kondisi ini, Suryadi mengusulkan kepada pemerintah agar aturan tersebut dapat mengizinkan peserta pekerja dari kelas menengah untuk dapat membeli properti yang produktif, seperti ruko. Dengan begitu, properti yang dimiliki oleh peserta tersebut dapat memberikan pendapatan tambahan sehingga dapat pula meningkatkan kesejahteraan mereka.

"Penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) tahun 2023, menyebutkan bahwa kebijakan ekonomi Jokowi saat ini cenderung melupakan kelas menengah," jelas Suryadi.

Suryadi mengakui, penghasilan kelas menengah biasanya lebih tinggi dari pendapatan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Namun, hal itu tidak bisa membuat pemerintah mengesampingkan kelas menengah, yang selama ini menjadi motor penggerak perekonomian nasional.

"Di satu sisi, penghasilan mereka melebihi kriteria MBR, sehingga tidak dapat membeli hunian subsidi. Namun, di sisi lain, penghasilan mereka masih pas-pasan untuk membeli hunian nonsubsidi sehingga akan semakin terbebani jika harus mencicil rumah sendiri tapi juga harus menyisihkan uang untuk Tapera", ungkap Suryadi.

Selain kelas menengah, Anggota DPR RI dari Dapil NTB 1 itu juga meminta agar pemerintah juga memperhatikan generasi milenial dan Z. Sebab, dengan adanya iuran Tapera. Dia khawatir dengan adanya aturan tersebut akan semakin membuat mimpi anak-anak muda untuk memiliki hunian semakin tidak terjangkau.

"Impian mereka untuk punya rumah sendiri akan menjadi semakin sulit terwujud karena penghasilannya tak pernah cukup untuk mencicil KPR dan tidak mungkin harus menunggu lama pensiun atau berusia 58 tahun baru dapat membeli rumah," ujar Suryadi.

Sementara itu, terkait pekerja mandiri yang memiliki pendapatan tidak tetap, bahkan kadang kala tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari, Suryadi meminta kepada pemerintah dan BP Tapera agar dapat membuat aturan yang lebih bijaksana. Hal ini perlu dilakukan, agar nantinya kebijakan tidakmemberatkan para pekerja mandiri.

Kemudian, yang tidak kalah penting, Suryadi juga meminta kepada pemerintah untuk mengawasi secara ketat proses pemupukan atau pengembangan dana Tapera. Dia menilai hal itu penting dilakukan agar dana Tapera tidak disalahgunakan, seperti dalam kasus-kasus seperti Jiwasraya dan Asabri, maupun digunakan untuk menjalankan proyek-proyek lain seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

"FPKS mendesak agar pemilihan manajer investasi pada BP Tapera yang diberi tugas untuk mengelola dan mengembangkan dana Tapera ini harus transparan dan akuntabel dan diawasi secara ketat," ungkap Suryadi.

Baca juga artikel terkait TAPERA atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Flash news
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Intan Umbari Prihatin