tirto.id - Pemilih muda bakal memegang peran penting dalam Pemilu 2024 karena merupakan kelompok dominan. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) August Mellaz sempat mengungkap, porsi pemilih berusia 17–40 tahun dalam gelaran pesta demokrasi tahun depan itu bisa mencapai 55–60 persen, jumlahnya ditaksir menembus 107 juta orang.
Menilik angka jumbo tersebut, August mengingatkan bahwa generasi muda mesti dipotret dengan baik oleh KPU, partai politik (parpol), hingga calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
"Karena mereka [pemilih muda] tumbuh dengan semacam punya genetika yang berbeda. Mereka [pemilih muda] ramah dengan pemanfaatan dan penggunaan teknologi informasi," kata August saat diskusi “Sumbang Suara Kaum Muda dalam Peran Menciptakan Pemilu 2024 Damai yang Bermartabat,” pada 17 Februari 2023 lalu.
Dominasi Suara Gen Z dan Milenial dalam Pemilu 2024
Jumlah Pemilih Muda di Pemilu 2024 dan Persentasenya Menurut KPU
Parpol Pilihan Pemilih Muda
Para pemilih muda—yang memiliki 'genetika' keunikan dan karakteristik itu—punya selera tersendiri soal parpol. Hal ini salah satunya terungkap dalam survei teranyar yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) sepanjang 31 Maret–4 April 2023.
Survei via telepon acak yang melibatkan 1.229 orang responden tersebut mengklasifikasikan pilihan parpol berdasarkan kelompok umur. Sebanyak 59,3 persen yang masuk kelompok pemilih muda.
Jika dikupas lebih spesifik lagi, terdapat 12,3 persen responden yang masuk kategori pemilih pemula (di bawah 22 tahun), sisanya adalah pemilih muda dengan rentang usia 22 tahun–40 tahun.
Berdasarkan survei tersebut, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan Partai Golongan Karya (Golkar) menjadi jagoan para pemilih pemula. Gerindra unggul dengan proporsi 21,9 persen, diikuti PDIP (15,9 persen), dan Golkar (11,1 persen).
Di kelompok usia 22–25 tahun (10,1 persen dari total responden), PDIP menjadi yang paling banyak dipilih.
Sekitar 20,9 persen responden di kelompok usia tersebut menjatuhkan pilihannya ke partai yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri itu. Mengekor di belakang PDIP, ada Partai Nasional Demokrat atau NasDem (13,9 persen), dan Gerindra (13,1 persen).
Berikutnya, di kelompok usia 26-40 tahun (mencakup 36,9 persen responden), PDIP paling populer dengan pemilih mencapai 17,2 persen, diikuti Gerindra (11,1 persen). Posisi selanjutnya diisi Partai Demokrat (7,5 persen), Golkar (7 persen), dan Partai Keadilan Sejahtera atau PKS (6,9 persen).
Riset lain, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) juga memotret pilihan parpol berdasarkan kelompok umur, diperoleh dari hasil olah data gabungan 16 survei nasional yang dihimpun SMRC sepanjang Maret 2020 sampai April 2023.Survei tatap muka dengan total responden mencapai 18 ribu orang ini menjaring 59,5 persen pemilih muda. Namun, klasifikasi usia yang diterapkan hanya kelompok yang berusia di bawah 26 tahun dan antara 36–40 tahun. Pemilih pemula (di bawah 22 tahun) tidak dikelompokkan secara khusus.
Dalam survei SMRC, dominasi PDIP di semua kelompok umur terlihat dengan jelas. Namun, SMRC menggarisbawahi ada perbedaan kekuatan parpol di kelompok umur tertentu.
"Golkar relatif lebih kuat pada pemilih yang berusia lebih tua, tapi relatif kurang kuat di kelompok pemilih muda," terang Direktur Riset SMRC Deni Irvani dalam siaran yang ditayangkan lewat kanal YouTube SMRC TV, Selasa (25/4/2023).
"Sebaliknya, Gerindra lebih kuat pada pemilih muda kurang dari 25 tahun, relatif lebih kuat dibanding kelompok pemilih yang berusia 56 tahun ke atas. Pola yang sama seperti Gerindra bisa dilihat dari Demokrat, mereka [Demokrat] kuat di pemilih usia muda dibanding pemilih usia tua," tambah Deni.
Dalam kelompok usia di bawah 26 tahun (sebanyak 22,5 persen dari keseluruhan responden), sebanyak 22 persen dari kelompok tersebut memilih PDIP, disusul Gerindra (14 persen), dan Demokrat (10 persen).
Sementara itu, di kelompok usia 26–40 tahun (berkisar 37 persen dari keseluruhan responden), PDIP unggul dengan 26 persen pemilih, diikuti Gerindra (11 persen), dan Demokrat (8 persen).
Pemilih Muda dan Media SosialCentre for Strategic and International Studies (CSIS) menilai bahwa karakter pemilih muda cenderung dekat dengan internet dan aktif di media sosial. Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes mengatakan, cara pandang anak muda dalam memilih karakter pemimpin nasional dipengaruhi oleh internet.
"Media sosial pada level tertentu diprediksi akan mempengaruhi perubahan perilaku anak muda dalam memilih capres dan partai politik," ucap Arya saat diwawancarai Tirto pada Maret 2023 lalu.
Hasil survei CSIS pada tahun 2022 menunjukkan, 59 persen anak muda mengaku menjadikan media sosial sebagai sumber informasi.
Jumlah itu cukup melesat dibandingkan tahun 2018, kala itu hanya 39,5 persen anak muda yang mengakses informasi dari media sosial, dan televisi mengambil porsi besar (41,3 persen) sebagai sumber informasi bagi anak muda.
Lalu, kira-kira seberapa aktif para parpol di media sosial saat ini? Tim Riset Tirto coba memetakannya.
Menggunakan Meltwater—aplikasi penelusuran konten media online—kami menelusuri seberapa banyak interaksi parpol di media sosial Twitter, parameternya adalah jumlah mention (penyebutan di Twitter).
Hasilnya, terdapat lima parpol yang punya rata-rata jumlah mention harian di atas 1.000 kali sepanjang tahun 2023 (1 Januari–27 April). PDIP menjadi yang paling banyak dengan total mention 261 ribu.
Berdasarkan pengamatan Tirto, capaian PDIP ini berkaitan dengan pengumuman Ganjar Pranowo sebagai capres pada 21 April lalu, yang memacu keramaian di Twitter dan membuat PDIP setidaknya mendapat 10 ribu mention per hari dalam sepekan terakhir.
Selanjutnya, ada PKS yang mendapat 218 ribu mention, disusul Demokrat (148 ribu mention), NasDem (136 ribu mention), dan Gerindra sebanyak 134 ribu mention.
Di belakang Gerindra, terdapat PSI yang mendapat 107 ribu mention dalam periode yang sama. Sementara itu, PAN, PKB, dan Golkar berturut-turut mendapat 86 ribu, 76,7 ribu, dan 62,9 ribu mention.
Dalam wawancara bersama Tirto pada Selasa (11/4/2023), Wakil Ketua Majelis Syura Bidang Keummatan PKS Hidayat Nur Wahid buka-bukaan kalau partainya menaruh perhatian terhadap aktivitas di media sosial.Ia menyebut, PKS bahkan menjadikan keterampilan bermedia sosial dan teknologi lainnya sebagai bagian dari pelatihan yang dilakukan di Departemen Kepemudaan.
Sementara itu, Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco mengakui kalau partainya punya tim khusus untuk memaksimalkan interaksi di media sosial ini.
"[Akun media sosial] kita juga tidak terlalu kaku. Jadi ada ide bahwa admin jangan sekadar admin, tapi kan admin harus menanggapi ini dan ini. Ya sudah jalan saja coba. Ternyata hasilnya bagus," ceritanya kepada Tirto pada pertengahan April 2023.
Bila melihat hasil survei terbaru LSI, langkah Gerindra memang memberikan dampak positif, yakni membawa partai tersebut bertengger di urutan pertama pilihan pemilih pemula (responden di bawah 22 tahun).
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gajah Mada (UGM) Kuskridho Ambardi menilai, upaya yang dilakukan oleh Gerindra itu adalah buah dari upaya intensif dalam menjangkau kaum muda.
"Upaya lebih intensif [menjangkau kaum muda] ini juga sudah dilakukan sejak pemilu legislatif sebelumnya," ujar pria yang akrab dipanggil Dodi itu saat diwawancarai Tirto, Rabu (26/4/2023).
"Kekuatan Partai Gerindra Ada di Generasi Muda"
"Soal Kepemudaan, Kami Pakai Metode yang Beda dengan Orde Baru"
Tak Cukup Hanya Andalkan Media Sosial
Walau menjadi sarana efektif untuk menggaet pemilih muda, Dodi menekankan bahwa dalam pemanfaatan media sosial, parpol perlu membawa pesan yang lebih personal. Ia memandang, sejauh ini komunikasi parpol di media sosial hanya 'menyenggol' hal yang seragam.
"Mengandalkan pemakaian kanal informasi melalui media sosial saja tidak cukup. Konten kampanyenya perlu menyentuh concern pemilih muda," singkatnya.
Sementara itu, dari kacamata analis politik Universitas Airlangga Hari Fitrianto, parpol mau tak mau memang perlu beradaptasi dengan berkomunikasi dengan generasi muda lewat kanal media sosial.
"Kalau partai politik tidak mampu menyamakan frekuensi, bisa jadi mereka jadi seperti koran dan media cetak yang mulai ditinggalkan pembacanya dan generasi muda," ujarnya ketika dihubungi Tirto, Rabu (26/4/2023).
Ia menambahkan, parpol mesti menganalisis secara rinci tentang perilaku bermedia sosial jika ingin menggaet pemilih muda. Parameter yang harus dipelajari sangat beragam, mulai dari kanal, jenis konten, sampai dengan dialek atau gaya bahasa yang disenangi kaum muda.
Meski begitu, Hari mengingatkan bahwa meski kuat di media sosial, parpol tetap perlu menjangkau para pemilih muda secara langsung. Pasalnya, penyebaran informasi di media sosial hanya berfokus untuk mempengaruhi pemilih dengan narasi politik yang sudah dibangun.
"Ini [media sosial] sebatas membuat mereka [pemilih muda] open-minded, lebih terbuka dengan narasi yang dibangun partai, ada critical thinking yang berkembang. Tapi sampai bisa menentukan pilihan di bilik suara itu tetap [di lapangan] yang harus berjalan. Bertemu langsung dengan pemilih itu juga tidak kalah penting," tandasnya.
Editor: Shanies Tri Pinasthi