Menuju konten utama

Fungsi Periodisasi dan Kronologis dalam Penulisan Sejarah

Fungsi periodisasi dan kronologis dalam penulisan sejarah salah satunya agar peristiwa sejarah dapat dipahami secara runtut. Berikut penjelasan lengkapnya.

Fungsi Periodisasi dan Kronologis dalam Penulisan Sejarah
Pengunjung memperhatikan foto dan naskah masa penjajahan Belanda hingga setelah kemerdekaan Republik Indonesia pada pameran sejarah perjuangan rakyat Aceh di Museum Aceh, Banda Aceh, Aceh, Kamis (6/7/2023).ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/Spt.

tirto.id - Dalam mengkaji sejarah, konsep berpikir diakronik dan sinkronik penting diterapkan. Diakronik berguna untuk memahami sejarah secara komprehensif.

Konsep diakronik menyatakan bahwa pembabakan sejarah dilakukan berdasarkan urutan peristiwa dan waktu yang teratur. Sebab, peristiwa sejarah bersifat dinamis, melalui proses kausalitas, dan saling memengaruhi satu sama lain.

Konsep diakronik dalam proses mengkaji sejarah mencakup dua unsur yakni periodisasi dan kronologis.

Fungsi Periodisasi dalam Penulisan Sejarah

Periodisasi merupakan pengelompokan peristiwa sejarah dalam suatu babak, masa, zaman, atau periode, berdasarkan ciri-ciri yang sama. Sidi Gazalba dalam buku Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu (1981) menjelaskan, periodisasi merupakan pendapat atau buah penafsiran sejarawan tentang suatu peristiwa sejarah.

Kendati demikian, periodisasi bertujuan memudahkan pemahaman ciri khas atau karakteristik kehidupan manusia di masing-masing periode. Selain itu, periodisasi membantu memahami perkembangan kehidupan manusia, kesinambungan antar periode, serta perubahan yang terjadi. Beberapa prinsip penyusunan periodisasi dalam sejarah meliputi:

  1. Ada kriteria yang digunakan sebagai dasar pembagian seperti dinasti, ekonomi, dan ketatanegaraan, yang disertai waktu.
  2. Periodisasi bersifat teoritis.
  3. Periodisasi bersifat subjektif.
  4. Batas antarperiode tidak tetap.
  5. Penggunaan tahun dalam periode hendaknya memakai tahun bulat atau abad.
  6. Pemakaian kriteria dalam penyusunan periodisasi harus konsisten.

Contoh Periodisasi dalam Sejarah

Contoh periodisasi dalam sejarah adalah pembabakan peristiwa sejarah dinasti di Jawa, sejak masa perkembangan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha hingga Islam:

  • Dinasti (wangsa) Sanjaya (732-850 M)
  • Dinasti Syailendra (750-900 M)
  • Dinasti Girindra (122-1478 M)
  • Dinasti Demak (1521-1568 M)
  • Dinasti Pajang (1568-1600 M)
  • Dinasti Mataram (1600- 1775M)
Contoh periodisasi dalam sejarah juga bisa dilihat pada perjalanan umat manusia sejak masa praaksara. Berikut ini periodisasi masa praaksara:

  • Azoikum (Zaman tanpa kehidupan)
  • Paleozoikum (Zaman purba tertua)
  • Mesozoikum (Zaman purba pertengahan)
  • Neozoikum (Zaman purba baru)

Fungsi Kronologis dalam Penulisan Sejarah

Konsep kronologi dalam penulisan sejarah menekankan bahwa peristiwa-peristiwa sejarah harus dituliskan sesuai waktu terjadinya secara runtut dan berkesinambungan. Fungsi kronologi dalam sejarah di antaranya menjauhkan penulisan peristiwa yang tumpang tindih.

Berbeda dengan kronik yang mencatat peristiwa berdasarkan urutan waktu kejadian. Kronologi tidak hanya mengurutkan, melainkan menekankan keterkaitan antar peristiwa pertama, kedua, dan selanjutnya.

Contoh Kronologis dalam Sejarah

Contoh kronologis dalam sejarah salah satunya adalah kronologis hari-hari terakhir kekuasaan Presiden Soeharto. Berikut contoh kronologisnya:

  • 12 Mei: Tragedi Trisakti, 4 mahasiswa Trisakti terbunuh
  • 13 Mei: Kerusuhan Mei 1998 pecah di Jakarta. Kerusuhan juga terjadi di Kota Solo. Soeharto yang sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di Kairo, Mesir memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam pertemuan tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Kairo, Soeharto menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden. Etnis Tionghoa mulai eksodus meninggalkan Indonesia.
  • 14 Mei: Demonstrasi terus bertambah besar hampir di seluruh kota-kota di Indonesia. Demonstran mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah.
  • 18 Mei: Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko meminta Soeharto turun dari jabatannya sebagai presiden.
  • 19 Mei: Soeharto berbicara di TV, menyatakan dia tidak akan turun dari jabatannya, tetapi menjanjikan pemilu baru akan dilaksanakan secepatnya. Beberapa tokoh muslim seperti Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid bertemu Soeharto.
  • 20 Mei: Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat, 22 Mei, atau DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru. Sebelas menteri kabinet mengundurkan diri seperti Ginandjar Kartasasmita, Bob Hasan, hingga Syahril Sabirin.
  • 21 Mei: Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 09.00 WIB. Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia.

Baca juga artikel terkait ILMU SEJARAH atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fadli Nasrudin