tirto.id - Forum Ukuwan Islamiyah (FUI) DIY menggelar orasi di Masjid Taqwa Suronatan dan aksi jalan kaki mengitari Kampung Suronatan, Kota Yogyakarta. Aksi ini diikuti ribuan orang sebagai respons atas pembakaran bendera di Garut.
Aksi yang dilakukan pada Rabu (24/10/2018) sore ini mereka namakan sebagai aksi bela bendera bertuliskan tauhid. Dalam aksi tersebut, masing-masing membawa bendera maupun ikat kepala bertuliskan tauhid.
Sejatinya ribuan masa aksi direncanakan melakukan long march ke Tititk Nol Kilometer, tetapi karena pertimbangan keamanan aksi hanya dilakukan di Kampung Suronatan.
"Gerakan ini adalah gerakan yang murni untuk bisa mengingatkan kepada seluruh pihak, harus bisa menegakkan ukhuwah islamiah dan imaniah, serta komitmen kebangsaan. Karena apa? dengan membakar bendera semacam itu akan membelah kekuatan umat Islam dan bangsa ini," kata Presidium FUI DIY Syukri Fadholi di sela aksi.
Menurutya aksi ini juga sebagai sikap umat Islam yang selama empat tahun terakhir dinilainya dalam kondisi tertekan. Umat Islam menurutnya selama ini seolah-olah terfitnah, ulama terdiskriminasi dan ujungnya terjadi pembakaran bendera.
Oleh karena itu pihaknya menuntut agar pemerintah bertindak secara tepat, yakni menurutnya dengan merangkul seluruh umat.
"Kewajiban pemerintah adalah tampil sebagai penyatu umat. Kalau aparatur negara itu tidak dapat menyatukan umat ini berbahaya. Oleh karena itu ini merupakan gerakan moral agar yang salah ditindak," ujarnya.
Di sisi lain, Syukri bersyukur dengan sikap Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang telah meminta maaf atas pembakaran bendera di Garut.
"Saya bersyukur bahwa teman-teman GP Ansor ini meminta maaf, semoga ini mendapat ampun dari Allah. Tapi barangkali pemerintah harus jujur, bahwa yang dilakukan itu jelas salah," katanya.
Sebelumnya Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas meminta maaf atas kegaduhan yang ditimbulkan akibat peristiwa pembakaran bendera yang mirip dengan milik organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
"Saya Ketua Umum GP Ansor atas nama organisasi dan seluruh kader meminta maaf kepada seluruh masyarakat jika apa yang dilakukan oleh kader-kader kami yang ada di Garut ini menimbulkan kegaduhan dan ketidaknyaman. Kita minta maaf atas kegaduhan itu, bukan pembakaran bendera HTI,” kata Yaqut.
Dia menolak meminta maaf soal pembakaran bendera bertuliskan tauhid oleh anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU) sebab baginya bendera yang dibakar memang atribut HTI.
Ia menyamakan peristiwa bendera HTI ini serupa dengan bendera Partai Komunis Indonesia (PKI). Sikap Banser NU, menurut Yaqut, sudah tepat dengan tidak membiarkan bendera HTI bertebaran, sama halnya dengan bendera PKI yang dilarang.
“Meski tidak ada nama HTI, tidak bisa dipungkiri kalau itu bendera HTI. Bendera Merah Putih itu kita tahu bendera Indonesia walau tidak ada tulisan Indonesia. Atau bendera palu arit di jalan, kalau itu bendera beredar di jalan-jalan, kita mau ngomong apa?” tegas Yaqut pada Rabu (24/10/2018) di kantor pusat GP Ansor, Jalan Kramat Raya, Jakarta.
Yaqut kemudian menjelaskan bahwa khat (gaya penulisan dalam bahasa Arab) di bendera yang dibakar Banser NU biasa dipakai HTI. Meski ada beberapa organisasi Islam di luar negeri yang memakai bendera atau gaya tulisan seperti itu, Yaqut menyebut itu persoalan lain.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Yantina Debora