tirto.id - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyayangkan tindakan anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) yang melakukan pembakaran bendera di Garut, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Namun demikian, Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini mengatakan, bahwa bendera yang dibakar tersebut adalah bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bukan bendera tauhid. “Bahwa yang dibakar itu adalah bendera HTI,” kata Helmy hari Rabu (24/10/2018) di kantor PBNU, Jakarta.
Ia juga berharap Majelis Ulama Indonesia dan Muhammadiyah tidak mengeluarkan pernyataan yang berbeda dengan PBNU dan GP Ansor dalam menilai persoalan ini.
Untuk meluruskan masalah ini, Helmy mengaku sudah mencoba berkomunikasi dengan pihak Muhammadiyah. Namun sampai sekarang komunikasi itu belum berhasil.
“Tadi saya sudah mencoba menghubungi Pak Abdul Mu’ti (Sekretaris PP Muhammadiyah), tetapi belum terangkat [teleponnya]. Kita selesaikan dengan dingin lah,” ucapnya lagi.
Helmy juga menegaskan GP Ansor telah memberikan hukuman kepada para pelaku pembakaran tersebut. Meski hukuman itu baru sebatas teguran, Helmy mengapresiasi tindakan GP Ansor karena memberikan hukuman sesuai derajat kesalahan pelaku.
Sebelumnya, MUI mengatakan bahwa bendera yang dibakar tersebut bukan bendera HTI. “Perspektif MUI tidak ada tulisan HTI. Kita menganggap itu kalimat tauhid,” kata pelaksana tugas Ketua Umum MUI Yunahar Ilyas hari Selasa (23/10/2018).
Namun, Yunahar menegaskan pembakaran ini tidak serta-merta menjadikan Banser NU sebagai pihak yang bersalah. Menurut MUI, hukum terhadap pelaku pembakaran bendera tidaklah tunggal.
“Untuk hukumnya sudah saya jawab. Kalau mau dipertegas tergantung dalam rangka apa membakarnya. Jadi hukumnya itu tidak tunggal tergantung dalam rangka apa,” jelas Yunahar lagi.
Dalam beberapa kasus, kata Yunahar, kasus pembakaran sangat bergantung pada alasan tertentu. Pasalnya, menurut MUI, alasan pembakaran sangat menentukan proses hukuman.
Yunahar menyatakan, apabila pembakaran terjadi di ruang tertutup dan tidak ada yang mengetahui, maka tidak akan berdampak apa-apa. “Kalau ruang kosong tidak akan ada pertanyaan-pertanyaan dan menimbulkan kegaduhan,” tegas Yunahar.
Sementara itu, Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti melalui keterangan tertulisnya, turut menyesalkan aksi pembakaran bendera tersebut.
“Seharusnya tidak perlu terjadi,” jelas Abdul. “Jika yang mereka maksudkan adalah membakar bendera HTI, maka ekspresinya bisa dilakukan dengan cara yang lain,” lanjut dia.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto