tirto.id - Persaudaraan Alumni 212 dan Front Pembela Islam (FPI) menyatakan akan tetap mengibarkan bendera berisi kalimat tauhid. Sikap itu diambil lantaran mereka mengklaim bahwa pemerintah sudah menjamin izin pengibaran bendera berkalimat tauhid.
"Yang paling penting bagi kami ada pengakuan dari Kemendagri tentang bendera yang boleh dan tidak boleh di Indonesia. Yang tidak boleh [dikibarkan adalah bendera] yang ada tulisan Hizbut Tahrir Indonesia,” ujar Ketua Umum PA 212 sekaligus Juru Bicara FPI Slamet Maarif di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (9/11/2018).
Slamet menambahkan, “Kalau bendera tauhid tidak dilarang. Maka, kami akan tetap kibarkan bendera tauhid."
Klaim bahwa pemerintah sudah mengizinkan pengibaran bendera berisi kalimat tauhid juga disampaikan Ketua DPP Front Santri Indonesia (FSI) Muhammad Hanif Alatas. Menurutnya, sejumlah organisasi kemasyarakatan dan pemerintah sudah satu suara ihwal bendera yang boleh dan tidak boleh dikibarkan di Indonesia.
Kesepakatan itu disebut muncul dalam acara Dialog Kebangsaan yang diadakan Kemenko Polhukam, hari ini. Acara itu melibatkan sejumlah ormas dan Kementerian Agama.
"Tadi sudah dijelaskan secara gamblang. Tapi yang ini [bendera yang memuat kalimat tauhid] tidak pernah dilarang di Indonesia. Tadi sudah dijelaskan dan sudah disepakati oleh forum. Artinya ke depan, bendera tauhid dengan warna apa pun tidak boleh di-sweeping lagi, tidak boleh dilarang lagi, tidak boleh dikucilkan lagi," ujar Hanif.
Wiranto: Semua Ormas Terima Penyelesaian Kasus Pembakaran Bendera
Saat dikonfirmasi usai acara Dialog Kebangsaan tersebut, Menko Polhukam Wiranto menyatakan semua ormas sudah menerima penyelesaian kasus pembakaran bendera berisi kalimat tauhid di Garut, Jawa Barat yang terjadi pada Oktober lalu. Mereka juga sudah bersepakat ihwal perbedaan pandangan mengenai bendera berisi kalimat tauhid dari perspektif hukum dan akidah.
"Soal kalimat tauhid akan dibicarakan lebih luas lagi dan itu bukan domain pemerintah untuk mengatur, untuk menentukan tata cara penghormatan terhadap suatu kalimat-kalimat tauhid dan sebagainya," tutur Wiranto.
Menurut dia, umat islam memang harus menghormati kalimat tauhid yang ada di medium apa pun. Akan tetapi, ia meminta tak ada pencampuran saat membicarakan persoalan kalimat tauhid dengan insiden pembakaran bendera di Garut beberapa pekan lalu.
"Pembakar itu bilang bendera HTI, karena yang membawa juga mengaku itu bendera HTI. Itu dalam konteks Garut, satu pembawa dan dua pembakar," kata Wiranto.
"Dalam konteks hukum, bendera itu bendera HTI. Nah dalam konteks akidah dan tauhid, loh itu bendera dengan tulisan lailahailallah, enggak bisa dibakar. Ini yang enggak bisa dijadikan satu dalam konteks berbeda."
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Addi M Idhom