tirto.id - Fredrich Yunadi kembali memberikan pernyataan kontroversial dalam persidangan perkara merintangi penyidikan e-KTP yang menjeratnya sebagai terdakwa. Pada persidangan hari ini, pernyataan Fredrich kembali membuat jaksa menyatakan keberatan karena menilai ucapan terdakwa itu tidak sopan.
Fredrich sempat menyebut, isi koper bawaan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa dianggap “bom” saat dia menjelaskan rincian peristiwa penggeledahan rumah Setya Novanto pada 15 November 2017.
"Yang jelas, rombongan KPK ada yang bawa handycam, ada yang bawa tustel (kamera), ada yang bawa koper. Isinya apa, saya enggak tahu. Kalau sekarang bisa-bisa (dicurigai isinya) bom pak, saya enggak tahu, saya enggak mengerti isinya apa," kata Fredrich di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Kamis (24/5/2018).
Fredrich beberapa kali juga menggunakan kata “you” dan “situ” kepada saksi yang sedang memberikan keterangan dalam persidangan hari ini. Dia kerap menyatakan hal itu ketika memberikan reaksi saat tidak setuju dengan keterangan saksi.
Akibatnya, jaksa KPK Takdir Suhan mengajukan keberatan kepada hakim. Suhan menilai Fredrich menunjukkan sikap tidak pantas dalam persidangan.
"Kami keberatan Yang Mulia, tadi ada ucapan yang kami rasa tidak pantas ada di dalam persidangan. Ada pula ucapan yang kami rasa sangat sensitif diungkapkan saat ini dan kami rasa itu tidak patut disampaikan dalam persidangan," kata Takdir kepada Majelis hakim.
"Tadi ada kata [ucapan Fredrich] “situ”, “you”, ada kata “bom”, kondisi saat ini lagi sensitif," Takdir menambahkan.
Menanggapi keberatan itu, hakim Saifuddin Zuhri memperingatkan Fredrich agar bersikap sopan.
Usai mendapat peringatan hakim, mantan pengacara Setya Novanto itu pun meminta maaf. Dia kemudian menjelaskan alasan mengucapkan petugas KPK “bawa bom”.
"Maksud saya, KPK itu kalau OTT [Operasi Tangkap Tangan], menangkap atau menggeledah kan selalu bawa koper. Kadang-kadang KPK tak [memberi] klarifikasi kepada waratwan. Maaf kalau (ucapan saya) keplingsut [kelepasan], bukan kesengajaan," kata Fredrich.
Pada perkara ini, jaksa mendakwa Fredrich, dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan, secara langsung atau tidak langsung, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan tersangka atau terdakwa atau para saksi dalam perkara korupsi. Dia didakwa bersama Dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo melakukan rekayasa kondisi medis Novanto.
Dakwaan jaksa menyebut, Fredrich berinisiatif meminta bantuan ke Bimanesh agar Novanto dapat dirawat di RS Medika Permata Hijau usai kecelakaan “tabrak tiang lampu”. Bimanesh pun memenuhi permintaan Fredrich dan mengondisikan perawatan hingga pembuatan rekam medis Novanto.
Karena itu, Fredrich dan Bimanesh didakwa melanggar Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom