tirto.id - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) Lucius Karus mengatakan terdapat tujuh poin kinerja buruk DPR RI selama masa sidang 1 tahun 2018-2019. Hal itu membuat kinerja DPR RI menjadi yang terburuk sejak Reformasi.
Pertama, DPR RI dinilai gagal paham dalam melaksanakan fungsi legislasi. Lucius mengatakan beberapa UU yang berhasil disahkan bukan merupakan RUU yang berasal dari Prolegnas Prioritas.
"Disamping itu, DPR hanya dapat menunda-nunda penyelesaian pembahasan RUU Prioritas dan meminta perpanjangan waktu untuk beberapa kali masa sidang. Itu memakan waktu dan biaya yang banyak," kata Lucius pada Jumat (23/11/2018) sore.
Kedua, dalam menjalankan fungsi anggaran, DPR RI dinilai tidak kritis terhadap kemauan dan jumlah anggaran yang diajukan oleh Pemerintah.
Ketiga, Lucius menilai DPR RI dinilai lemah dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan Pemerintah selama masa sidang 1 tahun 2018-2019.
Keempat, kata Lucius, DPR tak cermat saat melakukan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan UU.
"Kelima itu, terkait UU MD3 dan Tatib, untuk menindaklanjuti temuan-temuan hasil pemeriksaan BPK terhadap LKPP, selama masa sidang 1, DPR RI sama sekali tidak melakukan tugas yang diamanatkan kepadanya," kata Lucius.
Keenam, lanjut Lucius, mengenai tingkat kehadiran anggota DPR RI dalam Rapat Paripurna yang sangat rendah. Pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna seringkali dilakukan tak mencapai kriteria kuorum yang dipersyaratakan dalam peraturan yang dibuat sendiri oleh DPR.
Dan yang terakhir, kata Lucius, posisi DPR RI sebagai lembaga yang berfungsi melakukan check and balances terhadap eksekutif tidak berjalan sebagaimana mestinya.
"Bahkan DPR dapat dikesankan hanya tunduk pada keinginan Pemerintah. Kecuali itu, Pimpinan DPR RI yang harusnya menjadi contoh anggota lain dan masyarakat, justru malah terlibat korupsi," katanya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Alexander Haryanto