tirto.id - Fenomena balap lari liar menjamur beberapa waktu belakangan. Konsep balap lari liar sama seperti balap lari pada umumnya. Terdapat uji kecepatan yang dilakukan oleh dua hingga tiga orang. Perbedaannya, lomba dilakukan di jalanan, bukan di trek lari.
Balap lari liar pernah digelar di Bekasi, Cipondoh, Ciledug, Tangerang, Cibinong, dan Cimahi. Selain itu, lomba balap lari liar juga merebak di kawasan DKI Jakarta, tepatnya Jakarta Barat.
Iyan, salah satu peserta lomba lari di Baros, Cimahi, Jawa Barat, mengatakan bahwa lomba lari biasanya berlangsung selama 60 menit dengan hadiah berupa sebungkus rokok.
Fenomena balap lari liar ini muncul beberapa bulan terakhir. Lomba balap lari liar ini viral di media sosial. Akun @info.balaplari100m dan @infobalaplarijakbar rutin mengunggah lomba balap lari liar.
Meski tidak menimbulkan korban jiwa, lomba balap liar ini menuai kontroversi di masyarakat. Sebab, lomba yang tidak mengantongi izin dan diselenggarakan di tengah pandemi bukan tidak mungkin menjadi klaster penyebaran baru virus corona.
Namun demikian, lari merupakan olahraga yang murah karena tidak butuh alat. Anda hanya butuh sepasang sepatu dan baju yang nyaman dan menyerap keringat. Olahraga lari tidak butuh tempat khusus. Anda dapat lari di mana saja, misalnya di komplek perumahan.
Hal itu yang membuat olahraga lari banyak digemari oleh orang Indonesia. Riset yang dilakukan oleh Sun Life Financial Index Asia pada tahun 2016 menyebutkan 60 persen responden memilih lari sebagai olahraga yang paling ingin dilakukan.
Selain termasuk dalam olahraga yang murah dan mudah, ternyata lari banyak menyimpan manfaat kesehatan.
Manfaat Lari bagi Kesehatan
Dilansir dari Betterhealth.vic.gov.au, lari atau joging secara teratur memberikan banyak manfaat bagi kesehatan. Lari dapat membangun tulang yang kuat, memperkuat otot, meningkatkan kebugaran kardiovaskular, dan menjaga berat badan ideal.
Penelitian yang dilakukan oleh Duck-chul Lee dan rekan-rekannya dalam Journal of the American College of Cardiology menyimpulkan joging selama 10 menit per hari dapat menurunkan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular. Lebih lanjut, penelitian itu menyimpulkan bahwa orang yang rutin berlari bisa memperpanjang angka harapan hidup hingga tiga tahun.
Selain bermanfaat bagi fisik, lari juga bagus untuk kesehatan mental. Sebab, lari dapat membuat otak melepaskan lebih banyak endorfin. Endorfin adalah bahan kimia di otak yang mirip dengan morfin. Endorfin adalah hormon yang membuat perasaan nyaman dan euoforia.
Dilansir dari Runnersworld, lari selama dua jam dapat membuat prefrontal dan region limbik (bagian otak yang merespons emosi seperti cinta) untuk mengeluarkan hormon endorfin. Namun, bukan berarti pelari harus memaksa dirinya untuk berlari dengan keras. Akan tetapi, pelari disarankan untuk berlari dengan tempo yang membuatnya nyaman.
Penulis: Aninda Lestari
Editor: Alexander Haryanto