Menuju konten utama

Fasilitas KITE Bawa Gitar Asal Bandung Tembus Pasar Dunia

Direktur Utama PT Genta Trikarya, Agung Nasution mengatakan, mampu bersaing dengan produk luar dengan harga lebih rendah, tapi tidak meninggalkan kualitas.

Fasilitas KITE Bawa Gitar Asal Bandung Tembus Pasar Dunia
Direktur Utama PT Genta Trikarya, Agung Nasution saat memberikan penjelasan mengenai produksi gitar, di Kantornya, Bandung (kemeja putih)

tirto.id - "Kita bisa lebih bersaing dengan harga yang lebih rendah. Tapi tidak meninggalkan kualitas,"

Kalimat itu disampaikan oleh Direktur Utama PT Genta Trikarya, Agung Nasution ketika merespons ketatnya persaingan pasar global.

Industri Kecil dan Menengah (IKM) asal Bandung yang memproduksi alat musik gitar itu, hampir 95 persennya melayani permintaan ekspor. Sisanya 5 persen untuk dalam negeri.

Negara tujuan ekspor terbesar saat ini masih didominasi Inggris dengan prosentase mencapai 50 persen. Diikuti Amerika Serikat (AS) 30 persen, 15 persen Eropa, dan negara lainnya 5 persen.

Agung bahkan berencana masuk ke negara-negara non internasional lainnya belum tersentuh.

"Kita sedang coba ke Afrika, sedang jajaki meski negara tersebut tampaknya tidak sukai alat musik kita. Negara regional Thailand, Malaysia sampai saat ini kita jajaki. Kita berusaha tembus pasar non internasional," katanya.

Dalam setahun, perusahaan terletak di Jalan A.H Nasution itu kini mampu memproduksi 8.000 baik jenis ukulele (gitar kecil) maupun yang biasa, sedangkan sebulan bisa memproduksi sebanyak 700 gitar.

Kondisi ini jauh berbalik pada saat awal-awal produksi yang hanya mampu membuat sekitar 60-an gitar.

Adapun nilai total ekspor sepanjang tahun berjalan ini sudah tembus 1,05 juta dolar AS. Sedangkan nilai impor untuk kebutuhan bahan baku produksi sebesar 230 ribu dolar AS.

"Untuk harga jual kita Rp3-4 juta gitar, ukulele Rp2 jutaan. Karena ekspor jadi mengikuti kurs," imbuhnya.

Agung menceritakan awal mula usahanya bisa masuk pasar global pada 1998. Saat itu, kondisi ekonomi sedang sulit akibat krisis keuangan yang melanda sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Keadaan itu membuat usahanya sulit untuk memasarkan dalam negeri, sehingga harus mencari peluang untuk menembus pasar global.

Cara berpikir Agung sederhana. Ketika krisis keuangan Rupiah kala itu ambruk. Sedangkan dolar AS naik. Maka, ada keuntungan selisih uang di dalamnya jika gitar produksinya mampu menembus ekspor pasar global.

"1991 masih layani dalam negeri, sejak 1998 penjualan dalam negeri kita mulai berkurang dan senang memproduksi ke pasar ekspor," ujarnya.

Namun dalam perjalanannya, Agung mengakui banyak kendala dihadapi oleh perusahaan saat itu. Termasuk menghadapi persaingan ketat dengan produsen gitar dari berbagai negara lain seperti Cina, Jepang, dan Amerika.

Namun, persaingan itu dijadikan pembuktian bahwa kualitas gitar buatannya lebih baik dan mampu bersaing dengan gitar-gitar lainnya.

"Persaingan alat musik ada, tapi tentu harga jauh. Kita lebih bersaing dengan harga yang lebih rendah, tapi tidak meninggalkan kualitas," tegasnya.

Permintaan ekspor Genta Trikarya ini tidak terlepas dari dukungan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil dan Menengah (KITE IKM) dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan). Lewat fasilitas yang diterima, pemerintah membebaskan UMKM dari bea keluar dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

"Jadi KITE IKM ini sangat membantu kami dalam menekan harga jual supaya lebih kompetitif. Karena kita tidak lagi perlu memposkan atau mengalokasikan bea masuk dan pajak pertambahan nilai. Ini nilainya 5-10 persen. PPN 10 persen," jelas Agung.

Berkat KITE IKM juga, perusahaan yang sudah mempekerjakan 120 karyawan itu kini dimudahkan pemerintah dalam pengurusan barang masuk (impor) untuk kebutuhan produksi. Dengan begitu tidak ada pekerjaan yang terhambat akibat tersendatnya bahan baku.

"Kemudian yang tidak kalah pentingnya, pembeli kita juga senang dapat harga murah. Kita belum naik-naik harga sejak tiga tahun ini. Jadi ini yang jauh luar biasa," pungkasnya.

120 IKM Terima Fasilitas KITE

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 120 industri kecil dan menengah atau IKM telah menerima fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil dan Menengah (KITE IKM).

Fasilitas kepada IKM, menjadi bukti bahwa pemerintah tidak hanya berpihak kepada perusahaan-perusahaan besar saja.

“Ini untuk KITE IKM kita berikan karena kita tidak hanya berpihak ke perusahaan besar tapi kita juga mendorong IKM,” kata Direktur Fasilitas Kepabeanan DJBC, Untung Basuki dalam Press Tour 2022, di Bandung, Jawa Barat, Rabu (10/8/2022).

Untung mengatakan, 120 industri penerima IKM ini meliputi 21 industri kecil, 98 industri menengah dan satu konsorsium KITE IKM yaitu badan usaha yang dibentuk oleh gabungan IKM atau IKM yang ditunjuk oleh beberapa IKM dalam satu sentra.

Konsorsium juga dapat berupa koperasi yang melakukan kegiatan impor dan/atau pemasukan barang milik IKM anggota konsorsium KITE maupun ekspor dan/atau penyerahan produksi IKM.

Sebanyak 120 industri tersebut terdiri atas industri dengan produsen furnitur, 27 industri produsen barang kerajinan serta 19 industri produsen tekstil, pakaian jadi dan aksesoris.

Kemudian 13 industri produsen rambut palsu dan bulu mata palsu, tujuh industri olahan makanan dan minuman serta 18 industri produsen barang lainnya.

Berdasarkan sebarannya, 120 industri ini dua di antaranya berada di Sumatera Utara, satu di Kalimantan Barat, satu di Jakarta, empat di Banten, 19 di Jawa Barat, 16 di Yogyakarta, dua di Jawa Timur, 56 di Jawa Tengah, 17 di Bali dan satu di Nusa Tenggara Barat.

Baca juga artikel terkait INDUSTRI KECIL MENENGAH atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang