Menuju konten utama

Viral Bocah 10 Tahun Menikah & Bagaimana Sebaiknya Kita Bersikap

Fakta viral bocah 10 tahun menikah, apa bahaya pernikahan usia anak bagi kesehatan dan psikologi hingga bagaimana sebaiknya kita menyikapi masalah tersebut?

Viral Bocah 10 Tahun Menikah & Bagaimana Sebaiknya Kita Bersikap
Ilustrasi Pernikahan Anak. foto/IStockphoto

tirto.id - Video bocah 10 tahun yang menikah di Madura tengah viral di media sosial. Video ini tentu saja menimbulkan kontroversi tersendiri di kalangan warganet karena sang mempelai masih di bawah umur.

Dalam video yang beredar, tampak anak laki-laki dan perempuan berdiri di depan sebuah rumah. Anak perempuan tersebut tampak berhijab dan memegang buket yang terbuat dari pecahan uang Rp100 ribu, sementara bocah laki-laki di sampingnya mengenakan baju putih, sarung, dan peci.

Layaknya sebuah acara pernikahan pada umumnya, tampak juga beberapa tamu yang kemudian menyalami dan memberikan amplop kepada sang bocah.

Pernikahan yang terjadi di Sampang, Madura, ini langsung menuai beragam komentar dari para netizen. Mayoritas menyayangkan sikap orang tua mempelai yang dianggap kurang bijak menikahkan anak di bawah umur.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan, batas usia laki-laki dan perempuan yang hendak menikah adalah 19 tahun. Usia tersebut dianggap sudah matang secara fisik dan mental sehingga pernikahan pun diharapkan bisa berjalan dengan baik, terhindar dari perceraian, serta bisa mendapatkan keturunan yang sehat dan berkualitas.

Meski telah ada undang-undang yang mengatur tentang masalah ini, faktanya pernikahan dini adalah sesuatu yang biasa dilakukan di wilayah Madura. Mengutip dari laman UII, kebanyakan pernikahan dini di Madura dilakukan atas dasar agama atau dengan alasan menghindari zina.

Menurut data dari Pengadilan Agama Sumenep, setidaknya ada 313 permohonan dispensasi pernikahan dini yang sudah diajukan pada 2022 lalu. Di tahun ini, tercatat sudah ada 122 permohonan dispensasi yang artinya pernikahan dini adalah praktik yang umum dilakukan di Madura.

Dampak Negatif Pernikahan Dini

Aturan pemerintah mengenai batas usia pernikahan tentunya dibuat bukan tanpa alasan. Masalah kesehatan fisik dan mental adalah salah satu pertimbangan kenapa batas usia calon pengantin harus minimal 19 tahun.

Dikutip dari Kementerian Kesehatan, berikut beberapa dampak negatif dari pernikahan anak di bawah umur:

1. Dampak kesehatan fisik

Dampak kesehatan fisik lebih dirasakan oleh pihak perempuan ketika mengalami kehamilan. Rahim perempuan yang terlalu muda dianggap belum terlalu kuat sehingga berisiko mengalami pendarahan, keguguran, kelahiran prematur, melahirkan bayi cacat, berat badan bayi lahir rendah, hingga berisiko kematian ibu dan bayi.

2. Dampak pada psikologis

Mental anak-anak dianggap belum matang sehingga tidak layak melakukan pernikahan. Emosi yang tidak stabil bisa menimbulkan banyak konflik dalam rumah tangga, bahkan bisa berujung pada KDRT dan perceraian.

Berdasarkan sebuah jurnal mengenai dampak biologis dan psikologis pernikahan dini, konflik-konflik tersebut akan berpengaruh pada kondisi mental si anak. Gangguan kecemasan, stres, hingga depresi bisa saja terjadi kepada anak-anak yang menikah terlalu dini.

3. Pola asuh anak tidak maksimal

Apabila mereka memiliki keturunan, pola asuhnya diperkirakan tidak akan bisa maksimal. Emosi yang tidak stabil, adanya konflik rumah tangga, hingga mungkin adanya masalah ekonomi bisa menjadi faktor yang dapat menghambat tumbuh kembang bayinya.

Bagaimana Kita Menyikapi Pernikahan Dini dan Cara Mencegahnya

Dari beberapa dampak negatif di atas, sudah jelas bahwa menikahkan anak di bawah umur adalah keputusan yang kurang bijak. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan selain mengutamakan alasan “menghindari zina” atau sekadar mengikuti budaya.

Tentu peran orang tua dan masyarakat sekitar sangat dibutuhkan untuk mencegah maraknya praktik pernikahan anak di bawah umur. Berikut hal-hal yang bisa dilakukan untuk mencegah pernikahan dini di sekitar kita.

1. Memastikan anak-anak mendapatkan pendidikan formal yang layak sehingga meningkatkan kecerdasan dan pola pikirnya.

2. Melakukan sosialisasi tentang bahaya pernikahan dini, baik dampaknya terhadap kesehatan fisik/mental maupun dari segi ekonomi.

3. Mendorong pemerintah agar lebih tegas dengan aturan perkawinan dan tidak memberikan kelonggaran hukum (dispensasi) terkait pernikahan dini.

Baca juga artikel terkait URGENT atau tulisan lainnya dari Erika Erilia

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: Erika Erilia
Penulis: Erika Erilia
Editor: Nur Hidayah Perwitasari