Menuju konten utama

ESDM Terus Lakukan Eksplorasi Nikel untuk Tingkatkan Cadangan

Cadangan nikel di Indonesia mulai menipis, sehingga dibutuhkan proses eksplorasi demi menambah cadangan nikel nasional.

ESDM Terus Lakukan Eksplorasi Nikel untuk Tingkatkan Cadangan
Foto udara areal pasca tambang nikel yang sebagian telah di reklamasi di Kecamatan Motui, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Kamis (8/2/2024).ANTARA FOTO/Jojon/Spt.

tirto.id - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan, proses eksplorasi nikel akan terus berlanjut. Koordinator Pengembangan Investasi dan Kerja Sama Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Dedi Supriyanto, mengakui, saat ini cadangan nikel di Indonesia mulai menipis, sehingga dibutuhkan proses eksplorasi untuk menambah cadangan nikel nasional.

Di sisi lain, permintaan nikel semakin besar seiring dengan tingginya produksi baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

“Karena penting untuk komponen baterai, kemudian ada semacam target untuk menurunkan emisi bahkan sampai dengan net zero emission, itu dari sisi nikel pasti kebutuhannya akan meningkat untuk meningkatkan kapasitas penyimpanan energi,” kata Dedi, dalam acara Konferensi Nasional Mineral Kritis, di Aston Hotel, Sulawesi Tengah, Rabu (9/10/2024).

Dengan target tersebut, ada dua tantangan besar yang harus dihadapi Indonesia, antara lain keterbatasan cadangan dan bagaimana cara mengelola cadangan nikel yang ada sehingga menjadi lebih berkelanjutan.

Dalam hal ini, sebagai pengelola hulu sampai hilir pertambangan nikel, Dedi memastikan proses eksplorasi cadangan baru dilakukan dengan tetap memerhatikan tata kelola yang baik dan berkelanjutan. Namun, pada saat yang sama aktivitas eksplorasi juga harus didasarkan pada potensi ekonomi yang mungkin bisa didapatkan masyarakat lokal di lingkar area pertambangan.

“Karena selain prinsip keekonomian juga keberpihakan kepada masyarakat lokal, sehingga di sektor pertambangan sudah pasti dalam aspek-aspek pemenuhan regulasi ada terkait dengan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat,” sambung Dedi.

Terlepas dari itu, menurut dia, nikel Indonesia memiliki keunggulan dibandingkan negara produsen lain seperti Kanada dan Australia. Nikel punya Indonesia adalah nikel laterit, nikel yang langka di dunia namun banyak di Indonesia karena iklim tropisnya. Sedangkan nikel yang dimiliki Australia dan Kanada adalah jenis sulfida yang sulit ditambang dan membutuhkan biaya penambangan yang jauh lebih tinggi.

Perlu diketahui, nikel laterit merupakan endapan bijih nikel yang berasal dari pelapukan batuan ultramafic yang cenderung lebih mudah ditambang ketimbang jenis nikel lainnya.

“Kebijakan ketahanan cadangannya, pertama dihitung dari kebutuhan industrinya, kemudian ketersediaan cadangannya. Sehingga diperlukan tambahan cadangan berapa sehingga kita mengeksplorasi lagi potensi-potensi baru sehingga kita bisa menambah posisi dari cadangan ini,” ucap Dedi, menjelaskan komitmennya untuk tetap menjaga ketahanan cadangan nikel dalam proses eksplorasi.

Pada kesempatan yang sama, Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pejabat Sementara (Pjs) Gubernur Sulawesi Tengah, RudyDewanto, menjelaskan bahwa nikel memang memiliki peran vital bagi Indonesia dan daerah-daerah penghasil nikel seperti Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

Namun di balik itu, ada tantangan besar yang harus dihadapi, yaitu agar komoditas mineral kritis ini tidak hanya mampu memberikan dampak ekonomi dalam jangka waktu pendek saja, melainkan juga memastikan agar eksplorasi tak memberi dampak buruk terhadap lingkungan.

“Termasuk bagaimana memastikan agar pengelolaannya tidak hanya memberikan manfaat ekonomi jangka pendek tapi yang utama memperhatikan juga aspek lingkungan, sosial, dan keberlanjutan jangka panjang kita,” tegasnya.

Baca juga artikel terkait NIKEL atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Abdul Aziz