Menuju konten utama

Enggartiasto Rombak Jabatan Eselon 1: Menentang Perintah Jokowi?

Jokowi melarang menterinya membuat kebijakan strategis, termasuk mengganti pejabat di kementerian atau lembaga. Mengapa Enggartiasto justru melantik 7 eselon 1?

Enggartiasto Rombak Jabatan Eselon 1: Menentang Perintah Jokowi?
Presiden Joko Widodo didampingi Menko Maritim Luhut B Panjaitan, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Seskab Pramono Anung dan Wakil Menlu, AM Fachir bersiap menerima kunjungan delegasi US-ASEAN Business Council di Istana Merdeka, Selasa (13/3/2018). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Presiden Joko Widodo melarang para menterinya untuk mengambil keputusan strategis sampai Oktober atau hingga masa jabatan kabinet berakhir. Larangan ini semula dikira hanya berlaku untuk merombak jajaran direksi BUMN, tetapi Kepala Staf Presiden Moeldoko memastikan bila hal ini berlaku untuk perubahan pejabat eselon 1 atau direktur jenderal di tiap kementerian.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan keputusan ini telah ditegaskan Jokowi pada rapat paripurna kabinet di Istana Negara, pada Senin, 5 Agustus 2019. Luhut menjelaskan permintaan ini karena masa jabatan para menteri segera berakhir. Belum lagi ada pos-pos menteri yang pastinya akan diganti.

“Presiden beri arahan kepada kami. Rapat paripurna untuk semua menteri jangan buat keputusan sampai Oktober 2019. Kecuali ada hal khusus presiden akan kasih arahan,” ucap Luhut kepada wartawan pada Senin (5/8/2019).

“Kan mau ganti menteri jadi jangan buat keputusan dulu,” kata Luhut menambahkan.

Akan tetapi, meski dilarang Jokowi, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita tetap merombak susunan pejabat tinggi madya atau eselon I di bawah kementeriannya. Tak tanggung, Enggar mengganti tujuh pejabat eselon I pada Selasa (6/8/2019) meskipun masa jabatannya tak sampai 2 bulan lagi.

Keputusan Enggar ini sekilas terlihat kontroversial, terutama bila dikaitkan dengan perintah Presiden Jokowi agar tidak merombak pejabat eselon 1 atau setingkat direktur jenderal.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 100 Tahun 2000 [PDF], jabatan struktural eselon 1 pada instansi pusat ditetapkan oleh Presiden atas usulan menteri setelah mendapat tugas dari menteri yang bertugas pada pendayagunaan aparatur negara.

Bila mengacu pada beleid tersebut, maka keputusan Enggartiasto dapat dilakukan selama ada persetujuan presiden.

Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan menilai tidak etis bila seorang menteri melakukan perombakan jabatan di pengujung periodenya. Menurut Abdillah, hal ini sebaiknya tidak dijadikan kebiasaan.

Abdillah menduga kalau sikap Enggar ini menunjukkan bahwa ia tengah membangkang akibat perubahan konstelasi di sekitar Jokowi usai kemenangan Pilpres 2019. Abdillah merujuk pada pertemuan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto beberapa waktu lalu.

Pertemuan itu, kata Abdillah, diyakini membuat Nasdem, partai Enggar kecewa. Secara tidak langsung, kata Abdillah, Nasdem seolah terlihat tidak nyaman dengan konstelasi politik itu.

“Enggar ingin menunjukkan ketidakpuasan pada Jokowi dan koalisinya. Jadi menentang atau membangkang instruksi presiden,” ucap Abdillah saat dihubungi reporter Tirto, pada Rabu (7/8/2019).

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Mudrajad Kuncoro mengatakan langkah Enggar ini memang patut dipertanyakan bilamana telah mendapat persetujuan presiden.

Sebab, kata Mudrajad, langkah Enggar bisa jadi menunjukkan bahwa ia seolah ingin mengamankan posisi strategis agar tetap dijalankan oleh orang kepercayaannya usai ia mungkin tak menjabat lagi di Kemendag.

“Kalau di-approve enggak masalah. Tapi kalau diam-diam mungkin juga mau mengamankan Kemendag agar ditempati orang-orangnya usai dia enggak menjabat lagi. Tapi ini enggak bener ya,” ucap Mudrajad saat dihubungi reporter Tirto, pada Rabu (7/8/2019).

Mudrajad mengatakan keputusan Jokowi untuk tidak membolehkan adanya kebijakan strategis memang seharusnya dijalankan karena beberapa menteri akan masuk masa demisioner. Tanpa harus dianggap sebagai sikap melawan presiden, ia mengatakan hal ini memang tidak boleh dilakukan.

“Memang tidak boleh ya. Kan, itu hampir demisioner. Kebijakan strategis memang tidak boleh dilakukan. Kan, tinggal dua bulan,” ucap Mudrajad.

Malah jika perlu, kata Mudrajad, Jokowi seharusnya sudah mulai melakukan pergantian menteri atau reshuffle. Tanpa harus menunggu Oktober 2019, Mudrajad menilai, Jokowi bisa mencuri start untuk membenahi masalah perdagangan yang saat ini tengah defisit.

Dalih Enggar dan Pembelaan Nasdem

Terkait hal itu, Politikus Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago mengatakan tidak ada yang salah dari pelantikan itu. Ia menyebutkan bahwa pelantikan itu sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan, yakni Keputusan Presiden RI Nomor 78/TPA Tahun 2019 yang ditetapkan pada 15 Juli 2019.

“Keppresnya tanggal 15 Juli 2019, hanya saja pelaksanaannya baru sempat sekarang. Jadi tidak ada yang dilanggar,” ucap Irma saat dikonfirmasi reporter Tirto, pada Rabu (7/8/2019).

Irma juga memastikan bila pelantikan ini tak ada hubungan dengan langkah Enggar untuk mengamankan posisinya. Sama halnya dengan dugaan bahwa sikap Enggar mewakili sikap Nasdem yang kurang puas dengan kontestasi di lingkaran Jokowi usai pilpres.

“Enggak nyambung soal rotasi jabatan di Kemendag dengan pertemuan Mega-Prabowo. Kalau Pak Enggar diganti suatu saat, kan, penggantinya juga bisa mengganti apa yang sudah diganti. Lalu di mana letak mengamankannya?” ucap Irma.

Sementara itu, Enggartiasto mengklaim perombakan tersebut sudah disetujui Jokowi sejak medio bulan lalu. Ia bahkan bilang hal tersebut telah tertuang dalam Keputusan Presiden (Kepres) yang diteken pada Juli 2019.

Aturan yang dimaksud adalah Keputusan Presiden RI No. 78/TPA Tahun 2019 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Dari dan Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian Perdagangan yang ditetapkan pada 15 Juli 2019.

“Itu sudah ada dari tanggal 15 Juli Keppresnya. Sudah diberitahukan (ke Presiden),” kata Enggar singkat di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (7/8/2019).

Ia tak menjelaskan dengan detail alasan perombakan tersebut. Namun, kata dia, salah satunya, dikarenakan adanya beberapa pejabat yang sudah masuk masa purnatugas.

Baca juga artikel terkait KABINET KERJA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz