tirto.id - Kepala Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta, Sugeng Riyanto mengatakan riset dan penggalian Situs Liyangan selama ini baru bisa mengungkap 15-20 persen saja informasi soal peninggalan purbakala ini.
Sugeng menyimpulkan masih banyak hal yang diketahui terkait dengan situs yang terletak di lereng Gunung Sindoro, Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah tersebut.
"Masih banyak PR (Pekerjaan rumah). Kami meneliti baru 15-20 persen dari seluruh area maupun seluruh informasi yang ada," ujarnya di Temanggung pada Senin (2/10/2017) seperti dikutip Antara.
Sugeng mencontohkan penelitian lebih mendetail mengenai sitem pertanian purba dan jenisnya yang pernah ada di sekitar Situs Liyangan belum rampung. Menurut dia, riset itu penting agar pengetahuan mengenai situs ini tidak sekedar melulu soal bangunan candi.
Dia menjelaskan, pada penelitian terakhir di bulan September 2017 lalu, tim ekskavasi menambah informasi mengenai sistem pertanian kuno di Liyangan. Sugeng mengatakan, pada bagian atas di areal pertanian, ditemukan yoni pipih setebal 20 sentimeter. Yoni itu berbentuk bundar dengan diameter 1 meter.
"Yoni tersebut berada pada struktur bolder. Seperti struktur pertanian sekarang berteras juga dan yoni berada di teras paling tinggi. Yoni itu sangat unik dan hanya ada di Liyangan," kata dia.
Di depan cerat yoni, kata Sugeng, terdapat saluran air. Artinya yoni itu berkaitan langsung dengan pertanian dan irigasi. Ia memperkirakan yoni itu merupakan jantung pertanian kuno, karena posisinya paling tinggi. Muncul dugaan yoni tersebut melambangkan kesuburan dan menjadi pusat ritual.
"Pada bagian lubangnya itu diberi lingga. Air atau bunga ketika upacara langsung masuk ke bumi,” ujar dia. “Kami punya gambaran sistem pertanian kuno itu. Jadi sebelum bertani, masyarakat mengadakan upacara di atas kemudian airnya mengalir ke tanah dan kemana-mana."
Pada proses ekskavasi terbaru itu, tim Balai Arkeologi Yogyakarta juga berupaya memperjelas hubungan antara teras halaman empat dengan halaman tiga di situs Liyangan.
"Ternyata teras halaman empat untuk naik ke halaman tiga itu cukup rapat dengan benteng dari bambu yang ditancapkan ganda dengan jarak 30 sentimeter," ujarnya.
Sugeng menambahkan, dengan adanya benteng bambu tersebut, untuk melintasi halaman empat menuju halaman tiga harus melalui tangga. Namun, tangganya belum ditemukan.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom