tirto.id - Eks wartawan yang kini jadi konsultan hubungan masyarakat (humas), Sirilus Irianto, mengaku mendapat pesanan untuk memoles pemberitaan mengenai mantan sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.
Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan terdakwa Eddy Sindoro, Senin (21/1/2019).
Permintaan itu datang dari mantan presiden komisaris Lippo Group Eddy Sindoro.
"Ada pemberitaan yang sepihak tentang Mahkamah Agung. Saya bantu meluruskan," kata Sirilus
"Apa pemberitaan soal Mahkamah Agung [yang dimaksud]?" tanya jaksa KPK.
"Kalau enggak salah mengenai ruangan kerja," jawab Sirilus.
"Ruangan kerjanya siapa?" lanjut jaksa.
"Sekretaris [Mahkamah Agung], waktu itu berlebihan beritanya," kata Sirilus.
Sirilus menjelaskan, berteman dengan Eddy Sindoro sejak masih wartawan. Ia pun tak banyak tanya ketika Eddy meminta tolong untuk mengklarifikasi pemberitaan soal Nurhadi. Sirilus menduga, hal itu dilakukan terkait adanya pertemanan antara Nurhadi dengan Eddy.
Jaksa pun membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari Sirilus. Jaksa mengatakan, atas bantuannya itu, Eddy dua kali mengirimkan uang kepada Sirilus masing-masing Rp6 juta.
Jaksa pun mengatakan Sirilus juga membantu Nurhadi dalam menangani pemberitaan soal cendera mata pernikahan anak Nurhadi.
Saat itu diberitakan, dalam pernikahan putra Nurhadi, para tamu mendapat cendera mata berupa iPod. Atas hal ini, Sirilus menerima Rp16 juta dari Eddy.
Selain itu, Sirilus juga menerima pesanan Eddy Sindoro terkait berita penangkapan mantan panitera pengadilan negeri Jakarta Pusat Eddy Nasution dan penangkapan pegawai MA bernama Andri. Untuk ini, Sirilus menerima masing-masing Rp20 juta.
Dalam perkara ini Eddy Sindoro didakwa telah menyuap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution. Suap itu terkait dengan pengurusan dua perkara yang melibatkan dua perusahaan yang pernah dipimpin oleh Eddy.
"Memberi uang sejumlah Rp150 juta dan 50 ribu dolar Amerika Serikat kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Edy Nasution selaku Panitera pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Jaksa Abdul Basir saat membacakan dakwaan untuk Eddy.
Jaksa menjelaskan Eddy Sindoro menyuap Edy Nasution sebanyak dua kali. Suap pertama terkait dengan penundaan eksekusi putusan (Aanmaning) perkara niaga antara PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) melawan PT Kwang Yang Motor (PT KYMCO).
Untuk pengurusan perkara ini, Eddy Sindoro diduga menyuap Edy Nasution sebesar Rp150 juta.
Selain itu, Eddy pun disebut kembali menyuap Edy Nasution terkait pengurusan Peninjauan Kembali atas putusan Mahkamah Agung yang menyatakan PT Across Asia Limited (PT AAL) pailit pada 31 Juli 2013.
Dikatakan, sebenarnya batas waktu pengajuan PK telah lewat, tapi Eddy menyuap Edy Nasution sebesar 50 ribu dollar Amerika Serikat agar gugatan PK PT AAL dapat diajukan.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali