Menuju konten utama

Eks Tahanan KPK Curhat Diminta Rp500 Ribu untuk Tebus Kabel Data

Padahal, kata Kiagus, kabel data tersebut hanya seharga Rp35 ribu, sehingga memilih tak jadi dikembalikan.

Eks Tahanan KPK Curhat Diminta Rp500 Ribu untuk Tebus Kabel Data
Sejumlah terdakwa kasus dugaan pungutan liar (pungli) dalam lingkungan Rumah Tahanan (Rutan) KPK bersiap menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/9/2024). Sidang kasus praktik pungli sekitar Rp6,3 miliar yang menyeret 15 orang eks pegawai KPK itu beragenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/tom.

tirto.id - Mantan Dirut PT Ayodya Multi Sarana, yang merupakan terpidana dalam kasus korupsi di Jasindo, Kiagus Emil, menceritakan soal petugas rumah tahanan (rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Rp500 ribu untuk menebus kabel datanya yang disita.

Hal tersebut, diungkapkan Kiagus, saat menjadi saksi dalam kasus dugaan pungutan liar (pungli) di rutan KPK, di Pengadilan Tipikor Jakarta, di PN Jakarta Pusat, Senin (9/9/2024).

"Waktu sidak disita, petugasnya saya lupa. Saya bilang 'kabelnya pulangin' disuruh bayar Rp500 ribu," kata Kiagus yang hadir di persidangan secara daring, Senin (9/9/2024).

Padahal, kata Kiagus, kabel tersebut hanya seharga Rp35 ribu. Sehingga, Kiagus tak jadi meminta kabel tersebut dikembalikan.

"Saya bilang 'kabel itu cuma Rp35 ribu, ambil aja' saya bilang," ujarnya.

Selain itu, Kiagus mengatakan dirinya merupakan tahanan yang turut membayar uang 'iuran bulanan' yang merupakan istilah untuk uang pungutan liar yang diminta oleh petugas KPK.

Uang tersebut diminta oleh tahanan lainnya yang bertugas sebagai 'korting' atau tahanan yang diminta untuk mengumpulkan uang iuran dari pada tahanan lainnya.

Kiagus mengaku terpaksa membayar uang tersebut sebab khawatir dengan konsekuensi yang akan didapatkan.

"Sangat terpaksa, karena alasan saya bayar itu cuma satu, saya tidak bisa diisolasi, dikurung di ruang kecil, fobia saya, bisa mati saya, itu saja, umur saya udah 58 tahun," ujarnya.

Kiagus mengatakan, dirinya diminta uang sejumlah Rp20 juta pada saat awal masuk ke rutan Pomdam Guntur.

"Saya tanya untuk apa kok harus bayar. Dijawab sama Juli Amar ini untuk kebutuhan sehari-hari kita buat Aqua, Rinso, buat ngepel, kopi dan teh. 'Masa sampai Rp20 juta' saya bilang. Dijawab ya selebihnya untuk petugas KPK yang ada di Pom Guntur," jelasnya.

Akhirnya, Kiagus mengatakan dia secara rutin membayar uang iuran tersebut hingga total Rp135 juta.

Diketahui, terdapat 15 terdakwa dalam kasus ini yaitu, mantan Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi, eks Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Rutan KPK 2018 Deden Rochendi, eks Plt Kepala Cabang Rutan KPK 2021 Ristanta, dan Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) KPK pada 2018-2022, Hengki.

Kemudian eks petugas di Rutan KPK, yakni Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Agung Nugroho, Ari Rahman Hakim, Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ramadhan Ubaidillah.

Praktik pungli ini, dilakukan dengan membagi peran "lurah" dan "korting". Tugas lurah yaitu mengkoordinasi pengumpulan pungli. Sedangkan korting adalah tahanan yang ditunjuk untuk menyerahkan pengumpulan setoran bulanan dari semua tahan di Rutan KPK.

Para tahanan yang telah membayarkan uang pungli kepada ‘korting’ yang kemudian akan diberikan kepada ‘lurah’, akan difasilitasi handphone dan diperbolehkan membawa uang.

Bagi para tahanan yang tidak membayar iuran, disebutkan akan disuruh piket setiap hari, dikurung dalam ruangan sempit, tidak diberikan minum, dan tidak diizinkan salat di masjid.

Baca juga artikel terkait KORUPSI atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Bayu Septianto