tirto.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendapatkan pengakuan dari eks Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat bahwa dia tidak tahu adanya larangan penggunaan gas air mata sesuai aturan dari FIFA.
"Ketika kami bertemu dengan Kapolres, Kapolres juga mengakui bahwa beliau tidak mengetahui aturan FIFA yang melarang penggunaan gas air mata," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi dalam konferensi pers secara daring, Kamis (13/10/2022).
Edwin mengatakan dalam arahan yang diberikan oleh Ferli saat itu kepada anggotanya yang bertugas mengamankan pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Sabtu 1 Oktober 2022, ia juga tak melarang penggunaan gas air mata.
"Kapolres melarang penggunaan senjata api dan Kapolres juga mengingatkan untuk tidak melakukan kekerasan yang sifatnya berlebihan. Namun dalam arahan Kapolres tersebut tidak kita dengar arahan untuk tidak menggunakan gas air mata. Jadi, Kapolres tidak melarang penggunaan gas air mata," kata Edwin.
Diketahui, Tragedi di Stadion Kanjuruhan terjadi ketika ribuan suporter Arema FC, Aremania, merangsek masuk lapangan setelah timnya kalah.
Polisi kemudian menembakkan gas air mata di lapangan yang membuat banyak suporter pingsan dan sulit bernapas. Gas air mata juga diarahkan ke tribun penonton.
Tembakan gas air mata dan kebrutalan aparat TNI-Polri membuat kepanikan di area stadion. Para penonton kemudian berebut mencari jalan keluar dari stadion. Hal itu membuat banyak dari suporter yang terimpit dan terinjak-injak saat berusaha meninggalkan tribun stadion.
Korban meninggal dunia dalam tragedi tersebut kini menjadi 132 orang setelah pada Rabu (12/10/2022) bertambah satu orang.
Satu korban meninggal tersebut bernama Helen Priscella (21), dari warga RT 2 RW 4 Dusun Banjarpatoman, Desa Amadanom, Dampit, Kabupaten Malang, Provinsi Jatim. Helen meninggal dunia di Rumah Sakit (RS) Syaiful Anwar, Malang, yang sebelumnya menjalani perawatan di RS Cakra, Kecamatan Turen, Malang.
Polri mengklaim penyebab kematian ratusan suporter dalam tragedi Stadion Kanjuruhan bukan karena gas air mata, melainkan karena para suporter kekurangan oksigen akibat desak-desakan.
“Dari penjelasan para ahli dokter spesialis yang menangani para korban, baik korban yang meninggal dunia maupun korban-korban yang luka dari dokter spesialis penyakit dalam, penyakit paru, penyakit THT, dan spesialis penyakit mata, tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata, tetapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen,” kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo di Jakarta, Senin (10/10/2022).
Dedi menambahkan, “Karena apa? Terjadi berdesak-desakan, kemudian terinjak-injak, bertumpuk-tumpukan, mengakibatkan kekurangan oksigen pada pintu 13, pintu 11, pintu 14 dan pintu 3.”
Enam tersangka Tragedi Kanjuruhan sudah ditetapkan oleh Polri. Enam tersangka terdiri dari tiga orang unsur sipil dan tiga orang unsur anggota Polri. Tiga tersangka warga sipil dijerat dengan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 dan/atau Pasal 103 ayat (1) juncto Pasal 52 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Mereka adalah Direktur Utama PT LIB Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang Abdul Haris, dan Security Steward Suko Sutrisno.
Sedangkan tiga tersangka dari unsur Polri, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman, disangka dengan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 KUHP.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto