tirto.id - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi mengatakan aparat kepolisian melepas tembakan gas air mata pertama kali ke arah tribun selatan Stadion Kanjuruhan usai laga Arema versus Persebaya pada Sabtu 1 Oktober 2022. Padahal saat itu kondisi massa suporter di tribun selatan relatif tenang.
"Di selatan itu tidak ada masa yang turun ke lapangan atau berada di lapangan tapi kita mendengar dan melihat ada suara letusan dan ada arah asap ke arah tribun selatan," kata Edwin Partogi dalam konferensi pers, Kamis (13/10/2022).
Tembakan saat kondisi massa tenang tersebut tidak hanya dilakukan sekali. LPSK menyebut sedikitnya ada 2 rentetan tembakan gas air mata yang dilepaskan saat kondisi massa cukup terkendali.
"Kalau kita lihat ya baik di utara maupun di selatan sebenarnya sudah tidak nampak [suporter] di tengah lapangan, namun kembali terlihat ada, terdengar ada rentetan tembakan. Kalau kami perkirakan setidaknya dari asap yang ada ada kurang lebih lima titik asap yang mengarah ke tribun selatan," ujar Edwin.
Ia juga menyebut jeda antara 2 tembakan gas air mata hanya sekitar 1 menit 25 detik. Menurutnya, situasi ini menunjukkan aparat kepolisian sangat berlebihan, apalagi tak terlihat suporter dari tribun selatan yang turun ke lapangan.
"Artinya pada situasi ini memang sangat eksesif, sangat terlihat bahwa ada penggunaan gas air mata yang berlebihan. Karena di lapangan juga tidak ada massa yang turun lapangan," tegas Edwin.
Tragedi di Stadion Kanjuruhan terjadi ketika ribuan suporter Arema FC, Aremania, merangsek masuk lapangan setelah timnya kalah.
Polisi kemudian menembakkan gas air mata di lapangan yang membuat banyak suporter pingsan dan sulit bernapas. Gas air mata juga diarahkan ke tribun penonton.
Tembakan gas air mata dan kebrutalan aparat TNI-Polri membuat kepanikan di area stadion. Para penonton kemudian berebut mencari jalan keluar dari stadion. Hal itu membuat banyak dari suporter yang terhimpit dan terinjak-injak saat berusaha meninggalkan tribun stadion.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto