tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui pertumbuhan ekonomi kuartal I (Q1) 2020 senilai 2,97 persen jauh di bawah perkiraan Kemenkeu yang diharapkan masih di angka 4,5-4,6 persen. Menurut Sri Mulyani, hal itu disebabkan karena konsumsi yang turun sangat jauh.
“Nampak sangat besar dari sisi demand, konsumsi turun sangat besar. Biasanya tumbuh di atas 5 persen, ini hanya 2,84 persen,” ucap Sri Mulyani dalam Rapat Dengar Pendapat Virtual Komisi XI DPR RI, Rabu (6/5/2020).
Sri Mulyani menyatakan kontribusi konsumsi pada PDB Indonesia berjumlah hampir 57 persen, atau setara Rp9.000 triliun. Ia bilang porsi Jakarta dan pulau Jawa sendiri berkontribusi 55 persen dari PDB Indonesia.
Jika 10 persen saja PDB konsumsi turun, Sri Mulyani bilang dampaknya akan sangat terasa bahkan bansos senilai Rp110 triliun pun tidak akan sanggup menyangga penurunan sebesar itu.
“Itu situasi kita hadapi dalam perekonomian di Q2 dan berlanjut ke Q3. Karena itu skenario sangat berat mungkin saja terjadi dari 2,3 menjadi -0,4 persen,” ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga tidak menyangka jika ternyata PSBB yang berlaku mulai pekan kedua Maret dan sebagian kecil daerah ternyata sudah berpengaruh cukup signifikan. Ia bilang saat masyarakat harus beraktivitas dari rumah praktis Indonesia bisa kehilangan potensi PDB sebanyak ribuan triliun.
“Konsumsi jatuh sekali. Konsumsi itu kita teliti lagi tadi asumsinya di atas 4 persen. Tadi transportasi sama sekali langsung drop dominonya ke permintaan lain. Walaupun itu (PSBB) dimulai Maret ternyata sangat dalam pengaruhnya,” ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengkhawatirkan perkembangan lanjutan dari perlambatan konsumsi ini di kuartal berikutnya. Ia bilang pemerintah bakal mengantisipasi perlambatan lebih jauh pada Q2 2020. Pasalnya memasuki periode kuartal II 2020, lebih banyak daerah lagi menerapkan PSBB.
“Kami bayangkan April-Mei 2020, PSBB meluas maka konsumsi pasti akan drop lebih jauh lagi,” ucap Sri Mulyani.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti