tirto.id - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, membeberkan suku bunga acuan BI (BI 7 Days Repo Rate/BI7DRR) seharusnya sudah bisa turun seiring mulai melandainya inflasi.
Pada Juli 2024, misalnya, inflasi indeks harga konsumen (IHK) tercatat sebesar 2,13 persen secara tahunan (year on year), turun dari bulan sebelumnya yang sebesar 2,51 persen.
Turunnya inflasi IHK disebabkan oleh inflasi kelompok harga yang diatur pemerintah (administered price), yang tercatat sebesar 1,47 persen (yoy). Pada saat yang sama, kelompok volatile food mengalami deflasi sebesar 3,63 persen (yoy), sedangkan inflasi inti 1,95 persen (yoy).
“Secara agregat ya. Kalau inflasi intinya masih di bawah 2,5 persen, itu berarti memang masih terkendali rendah. Tapi ini juga, inflasi inti ada gerakan naik, berarti permintaan naik. Tapi kapasitas produksi nasional masih mencukupi, memenuhi. Oleh karena itu, karena inflasi inti rendah dan kemungkinan ke depan juga rendah, mestinya BI rate itu turun,” tutur Perry dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KKSK, di Jakarta, Jumat (2/8/2024).
Dengan kondisi ini, tingkat inflasi Indonesia pada 2024 sampai tahun depan diperkirakan masih berada di dalam target BI, yaitu 2,5 plus minus 1 persen.
Namun, dengan inflasi rendah ini, BI tetap menahan suku bunga acuan di level 6,25 persen, setelah dikerek pada April 2024. Menurut Perry, langkah BI untuk tidak menurunkan suku bunga sebagai upaya untuk menjaga perekonomian nasional dari ketidakpastian yang masih menyelimuti perekonomian dunia.
“Sehingga kami kemarin di dalam konferensi pers ada beberapa kawan tanya, apa gerakan kesana? Iya, tapi memang kami harus memastikan risiko globalnya terkendali dulu, ya. Seperti itu. Nah, untuk memitigasi risiko global, kami kemarin fokus kepada foreign exchange intervensi. Intervensi di spot maupun di valas. Dan jumlah cadangan devisa kami cukup,” jelas Perry.
Untuk mewaspadai risiko ketidakpastian ekonomi global, BI tidak bisa hanya mengandalkan intervensi valas, melainkan juga melalui penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Terbitnya surat utang BI membuat pemerintah tidak perlu menerbitkan surat utang (surat berharga negara/SBN) lebih tinggi dari yang telah dirilis sampai saat ini.
“Karena belum perlu sehingga kenapa kami koordinasi untuk ini, SRBI-nya kami dorong supaya membantu stabilitas nilai tukar. Sehingga kenapa suku bunga SRBI-nya tadi lebih tinggi dari SBN? Karena memang US Treasury Note 2 tahun, lebih tinggi dari yang Bond. Dan juga untuk menghindari tadi tekanan nilai tukar,” jelas Perry.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi