tirto.id - Ada beberapa lembaga negara yang dipimpin perwira polisi, baik yang masih aktif atau sudah pensiun dini. Yang paling terakhir adalah Kapolda Sumatera Selatan Irjen Firli Bahuri. Kamis (12/9/2019) pekan lalu, ia ditetapkan oleh Komisi III DPR RI sebagai Ketua KPK periode 2019-2023.
Salah satu polisi yang punya jabatan penting di Indonesia adalah Jenderal (Purn) Budi Gunawan. Wakil Kapolri periode 22 April 2015-9 September 2016 ini sekarang menjabat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog) pun diisi polisi. Ia adalah Budi Waseso, menjabat sejak 27 April 2018. Karier tertingginya saat jadi polisi adalah Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (periode 16 Januari 2015–7 September 2015). Sebelum di Bulog, Buwas, demikian dia biasa disapa, adalah Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).
Setelah ditinggal Buwas, BNN kembali dikepalai polisi. Namanya Irjen Heru Winarko. Heru Winarko, jenderal bintang tiga, adalah lulusan Akademi Kepolisian tahun 1985. Dia pernah menjabat staf Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan bidang ideologi dan konstitusi serta Deputi Penindakan KPK sejak 2015.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga dipimpin polisi, namanya Komjen Pol Suhardi Alius, yang menjabat sejak 2016 menggantikan Tito Karnavian yang dilantik menjadi Kapolri pada tahun yang sama. Sebelum di BNPT, Suhardi menjabat Sekretaris Utama Lemhanas dan Kabareskrim Polri.
Sejak berdiri pada 2010, Kepala BNPT memang selalu diisi perwira Polri.
Ada juga polisi yang jadi menteri. Ia adalah Komjen Pol (Purn) Syafruddin, sejak 15 Agustus tahun lalu menjabat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Syafruddin adalah Wakil Kapolri periode 2016-2018.
Para perwira polisi lain yang sempat dan masih menduduki jabatan sipil pada masa pemerintah Joko Widodo di antaranya Inspektur Jenderal Polisi Iza Fadri (Dubes Indonesia untuk Myanmar), Irjen Amhar Azeth (Dubes Indonesia untuk Moldova), dan Irjen Ronny Franky Sompie (Dirjen Imigrasi Kemenkumham).
Lalu Komjen Setyo Wasisto (Irjen Kemenperin), Irjen Pudji Hartanto Iskandar (Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan), Irjen Sugeng Priyanto (Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Kementerian Tenaga Kerja), dan Irjen Syahrul Mamma (Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan).
Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menjelaskan dari sejumlah nama tersebut, hanya Komjen Pol Suhardi Alius dan Komjen Pol Heru Winarko yang masih aktif. Yang lainnya sudah pensiun dan "tidak ada kaitan lagi dengan Polri".
"Apalagi jabatan setingkat menteri, itu jabatan politis dan merupakan hak prerogatif presiden," ujar Dedi kepada reporter Tirto, Ahad (15/9/2019) kemarin.
Dampak Negatif
Dalam derajat tertentu polisi memang diperbolehkan memegang jabatan di luar struktur Polri. Ini diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2017.
Meski demikian, sebetulnya ada bahaya laten dari banyak perwira polisi yang punya jabatan penting di luar struktur Kepolisian.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan jika yang ditunjuk presiden tidak bekerja maksimal, hal itu "akan jadi bumerang bagi presiden" sekaligus kepolisian itu sendiri.
Masalah lain akan muncul jika polisi semakin banyak mengepalai lembaga, tambah Bambang. Sebaiknya distribusi kekuasaan harus adil, dengan tetap mempertimbangkan kualitas, kompetensi, dan profesionalitas, menurutnya.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari bahkan berkata saat ini sudah terlalu banyak polisi yang punya jabatan di luar struktur kepolisian. Ia menilai Jokowi terlalu tergantung dengan polisi, padahal ada yang lain yang bisa diandalkan, termasuk dari sipil.
"Masak semua profesi, polisi solusinya?" katanya.
Dampak lain, yang barangkali paling buruk, adalah potensi konflik kepentingan, ujar Koordinator Program Persatuan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani. Apalagi jika jabatan yang sedang dipegang seorang polisi adalah institusi hukum.
"Mana yang lebih didahulukan kepentingannya? Pasti yang permanen [Polri]. Ini bukan catatan yang biasa. Nanti ada barang bukti yang terkait kasus-kasus yang melibatkan Polri, jadi problem tersendiri," kata Julius.
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Yogyakarta, Zaenur Rohman, sempat menyinggung apa yang dikhawatirkan Julius lewat kasus Firli Bahuri, Kapolda Sumatera Selatan yang baru terpilih sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ia khawatir jika Firli tidak mundur sebagai polisi, ada potensi menyalahgunakan kekuasaan saat menjabat Ketua KPK.
Sebagai informasi, sejak berdiri, KPK sudah menjerat 2 polisi atas kasus korupsi.
"Jadi kalau Firli tidak mundur, berarti dia adalah 'petugas' Mabes Polri karena berasal dari penugasan Polri ke institusi lain," kata Zaenur.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Widia Primastika & Rio Apinino