tirto.id - Sebuah Honda Accord putih berhenti di tepi Jalan Dupa, Kalibata, Jakarta Selatan pada pukul 22.00 tanggal 8 September 1986. Dari mobil bernomor B 1911 itu terbujur seorang perempuan.
“Tubuhnya telah membeku. Lima luka tembakan senjata api bersarang di tubuhnya. Di belakang telinga kanan, dada, pundak, ketiak kanan, dan di punggung kanan,” tulis dr. Abdul Mun’im Idries Sp.F., yang ikut mengautopsi jenazah, dalam bukunya bertajuk Indonesia X-Files, Mengungkap Fakta dari Kematian Bung Karno Sampai Kematian Munir (2013: 76).
Perempuan itu adalah Ditje Budiarsih. Seorang model kondang asal Bandung.
Pak De Jadi Kambing Hitam
Kematian Ditje jadi berita besar. Tampil sebagai tersangka pembunuhan adalah seseorang yang biasa dipanggil Pak De. Nama aslinya Muhammad Siradjudin, bekas pembantu letnan satu (peltu) di ketentaraan.
Menurut skenario polisi, Pak De, yang juga kena tuduh membunuh Endang Sukitri di Depok, menghabisi Ditje karena perkara uang. Konon, kata polisi, Pak De adalah dukun yang bisa menggandakan uang. Merasa dirinya tak membunuh Ditje, Pak De membantah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pak De mengaku apa yang tercantum di BAP yang menyebut dia membunuh itu tak lain karena tak tahan disiksa.
“Dalam kasus Ditje terjadi Tarik menarik dua kepentingan antara Polda Jakarta Raya dengan Polda Jawa Barat,” aku Mun’im Idries. “Seharusnya diselesaikan kasus pertama ini (kasus Endang Sukitri), baru yang kedua (Kasus Ditje), ternyata tidak demikian.”
Mun’im Idries yang mendapati mayat Endang di Depok mendapat luka yang tidak sesuai dengan hantaman kekerasan tumpul, mengaku pernah dipanggil ke Kejaksaan Negeri Bogor. Disitu, Mun’im dibisiki, “Ada koordinasi, dok. Ada pesan agar misi kita harus sukses. Kalau tidak sukses, kita berantakan.”
Pengadilan lalu memutus Muhammad Siradjudin bersalah dan memvonisnya hukuman seumur hidup. Usaha bandingnya sia-sia, tapi dia terus berkeras bahwa dirinya tidak bersalah. Bahkan setelah dibebaskan ketika Presiden B.J. Habibie berkuasa.
Pak De pun mengajukan Peninjauan Kembali atas kasus pembunuhan yang tidak dilakukannya. Dia bukan ingin kebebasan lagi, toh dia sudah belasan tahun menjalani penahanan. Dia merasa nama baiknya harus dibersihkan. Mumpung Soeharto sudah lengser.
Pak De cukup mengenal Ditje Budiarsih, bahkan seperti keluarga sendiri. “Kalau ada apa-apa, dia selalu cerita ke saya,” aku Pak De, seperti dikutip Tempo.
Ketika pembunuhan Ditje terjadi, Pak De sedang berada di Jalan Haji Husen, Susukan, Pasar Rebo. Menurut Pengacara Pak De, Andar Situmorang, "Jarak susukan ke Jalan Dupa tidak mungkin ditempuh dalam waktu satu jam, karena Cililitan selalu macet dari dulu."
Desas-Desus Panas
Ditje Budiarsih adalah perempuan bersuami. Suaminya bernama Budi Mulyono, yang saat itu tengah mengalami kelumpuhan. “Dari segi materi, anak itu (Ditje) sudah berkecukupan. Mobil punya 2, rumah mentereng kayak istana. Ya, mungkin soal kepuasan seks saja. Tapi saya bilang ke dia, itu semua dosa,” ujar Pak De seperti dimuat Koran Tempo (27/2/2002).
Rumor yang beredar setelah pembunuhan adalah Ditje punya main dengan beberapa orang berduit di republik ini.
“Sebetulnya pacar tetap Ditje itu Marsekal Suwoto Sukendar (pensiunan KSAU). Tapi dari cerita Ditje ke saya, dia juga suka 'main' dengan Indra Rukmana dan Sudwikatmono,” lanjut Pak De kepada Koran Tempo.
Ada desas-desus yang menyebut, meski dia jadi kekasih sang marsekal, Ditje “diumpankan” ke pengusaha-pengusaha itu. Gosip lain yang tak kalah panas adalah Ditje sedang bunting. Dia dihamili oleh salah satu pengusaha yang “main” dengannya. Dan istri pengusaha itu digosipkan ngamuk berat. Rumor lain menyebut ada istri pembesar yang menyewa pembunuh untuk menghabisi Ditje.
Indra Rukmana yang dimaksud adalah seorang pengusaha yang merupakan suami Siti Hardiyanti alias Tutut Soeharto. Indra merupakan putra Edi Kowara, salah satu pengusaha konstruksi penting di awal Orde Baru. Sementara Sudwikatmono, juga pengusaha, masih terhitung keluarga daripada Soeharto. Sudwikatmono adalah rekan bisnis penting Liem Sioe Liong di awal pemerintahan Presiden RI ke-2 itu.
Suwoto Sukendar, Kepala Staf Angkatan Udara periode 1969 hingga 1973, pada 1980-an sudah jadi pengusaha di bidang penerbangan. Dia pimpinan PT Jasa Angkasa Semesta dan PT Singgar Mulia. Setelah pensiun dari militer, dia pernah juga menjadi Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin). Sebagai Ketua Kadin, Suwoto Sukendar sempat melakukan kunjungan dagang ke Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada 1978, setelah hubungan RI-RRT terhenti sejak 1967.
Laki-laki kelahiran Malang, 12 Maret 1927 ini dulunya Tentara Pelajar di masa Revolusi dan tutup usia pada 30 Mei 1987 karena serangan jantung. Dia mati sekitar tujuh bulan setelah Ditje terbunuh.
Menurut penuturan Pak De, beberapa hari sebelum kematian model asal Bandung itu, Ditje sempat bercerita bahwa dirinya bertengkar dengan Suwoto Sukendar di rumah kontrakannya di Jalan Tumaritis, Kebayoran pada 4 September. Marsekal itu, katanya, cemburu dan melarang Ditje ikut show di Hotel Borobudur.
Meski begitu, Pak De menegaskan, “Saya tidak berkesimpulan Sukendar yang nembak. Gak berani saya. Itu bisa jadi fitnah, dosa.”
Editor: Ivan Aulia Ahsan