Menuju konten utama

Razia Buku "Kiri" di Gramedia Makassar: Gegabah dan Melanggar Hukum

Razia buku kontraproduktif dengan beberapa kegiatan di Makassar yang justru tengah gencar mengembangkan budaya literasi, salah satunya Makassar International Writers Festival (MIWF).

Razia Buku
Seorang pengunjung membaca majalah gaya hidup di Gramedia Grand Indonesia, Jakarta, Kamis (8/2/2018). tirto.id/Hafitz Maulana

tirto.id - Razia buku yang dilakukan sekelompok orang yang mengatasnamakan Brigade Muslim Indonesia di Makassar, Sulawesi Selatan, bikin geger dunia maya. Mereka merazia buku yang dianggap "berpaham komunis dan kiri".

Razia buku kali ini bukan dilakukan di toko buku kecil atau lapak perpustakaan jalanan—seperti beberapa waktu lalu—tetapi di Gramedia Trans Mall Makassar, Sabtu (3/8/2019).

Dalam video yang diunggah akun Instagram Media Tanah Merdeka, mereka memberikan pernyataan sikap sembari memegang beberapa buku yang diminta untuk dikembalikan ke penerbit.

"Sedang melakukan pancarian buku buku berpaham radikal yang sebenarnya telah dilarang undang undang," kata salah satu pria dalam video tersebut.

"Alhamdulillah kami bekerjasama dengan pihak Gramedia untuk menarik buku ini dan mengembalikan ke percetakannya. Kita sepakat bahwa Makassar harus bebas dari paham Marxisme dan Leninisme," tambahnya.

Ada beberapa buku yang mereka perlihatkan dalam video, yakni Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme dan Dalam Bayang-Bayang Lenin: Enam Pemikiran Marxisme dari Lenin sampai Tan Malaka. Kedua buku tersebut ditulis Franz Magnis-Suseno, penulis dan guru besar dalam bidang filsafat, juga rohaniawan Katolik.

Dikecam Pelbagai Pihak

Salah satu pendiri Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Nasir Tamara mengecam keras razia buku yang dilakukan sekelompok orang tersebut. Ia menilai tindak tersebut sebagai pelanggaran HAM.

"Razia semacam ini sangat merugikan kepentingan para penulis dan bertentangan dengan prinsip demokrasi. Pasti melanggar HAM. Pemerintah mesti tegas memproses [hukum] yg melakukan [razia]," kata Nasir kepada reporter Tirto, Minggu (4/8/2019).

"Kesannya kok buku dijadikan arena pertarungan politik dan ideologi," lanjutnya.

Aksi razia buku tersebut sangat kontraproduktif dengan beberapa kegiatan di Makassar yang justru tengah gencar mengembangkan budaya literasi. Salah satunya Makassar International Writers Festival (MIWF), festival nasional tahunan yang fokus pada isu perkembangan literasi.

Ketua MIWF, Lily Yulianti Farid juga mengecam tindakan razia buku di Gramedia kemarin. Ia menilai apa yang dilakukan sekelompok orang tersebut gegabah dan melanggar hukum.

"Pelarangan buku menurut perundangan haruslah melalui pengadilan. Kejaksaan saja kewenangannya adalah meneliti buku yang dianggap mengganggu ketertiban," kata Lily saat dihubungi reporter Tirto, Minggu (4/8/2019).

"Razia dilakukan kelompok bernama Brigade Muslim Indonesia, saya belum pernah mendengar organisasi ini sebelumnya," tambahnya.

Yang menarik, kata Lily, salah satu buku yang dirazia karya Magnis-Suseno berjudul Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme isinya justru mengkritik Marxisme. Hal itu menunjukkan kelompok tersebut tak paham isi buku yang mereka razia.

"Buku Franz Magnis-Suseno itu yang justru mengkritik ajaran komunis, Marxisme dan Leninisme," jelasnya.

MIWF sudah menyatakan sikap mengenai razia dan pelarangan buku sejak 2016 silam.

"Tahun 2016 kami melakukan gerakan simbolis mengacungkan buku ke angkasa di malam penutupan. Saat itu marak pelarangan buku dan diskusi. Apa yang kami lakukan saat itu relevan lagi untuk konteks Makassar hari ini," kata Lily.

Tak Akan Dikembalikan ke Penerbit

Direktur Komunikasi Korporat Kompas Gramedia, Rusdi Amral menyayangkan razia buku yang dilakukan sekelompok orang yang mengatasnamakan Brigade Muslim Indonesia. Ia mengatakan aksi itu jelas merupakan pelanggaran hukum.

"Razia buku, atau pengamanan barang-barang cetakan secara sepihak, tak lagi diperbolehkan sejak keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi pada 2010. MK memutuskan pelarangan buku musti lewat proses peradilan," kata Rusi saat dikonfirmasi reporter Tirto, Minggu (4/8/2019).

Rusdi menyarankan kepada para pihak yang melakukan razia buku untuk membaca buku-buku yang dirazia, bahkan jika perlu didiskusikan.

"Jika memang ditemukan isi yang mengandung ajaran Marxisme dan Leninisme, laporkan saja ke aparat hukum," ujarnya.

Rusdi menyatakan Gramedia menolak jika diminta mengembalikan buku-buku yang dirazia ke penerbit. Menurut dia, buku-buku yang dijual di Gramedia tak melanggar hukum sama sekali.

"Sepanjang tidak menyalahi peraturan, kami tidak akan mengembalikan ke penerbit," tegasnya.

Kendati kelompok yang merazia buku disebut melanggar hukum, tapi Rusdi mengatakan Gramedia belum perlu melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian.

Baca juga artikel terkait RAZIA BUKU atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan