tirto.id - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mendalami dugaan penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan perusahaan batu bara PT Adaro Energy Tbk dengan skema transfer pricing melalui anak perusahaan yang berada di Singapura.
Direktur Penyuluhan, Pelayan dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama menyampaikan, dugaan tax avoidance yang muncul berdasarkan laporan Global Witness itu jadi salah satu masukan untuk memastikan Wajib Pajak (WP) Badan mematuhi ketentuan yang berlaku.
"Laporan itu akan kami pelajari dalam konteks pengawasan dan pembinaan wajib pajak. Tentunya kami juga akan memastikan setiap wajib pajak itu melakukan kewajiban pajaknya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku," ujarnya saat dihubungi Tirto, Minggu (7/7/2019).
Meski demikian, Hestu tak bisa mengonfirmasi apakah sebelumnya otoritas pajak telah melakukan pemeriksaan terhadap potensi penerimaan pajak sebesar 125 juta dolar AS per tahun dalam kurun 2009-2017 yang diduga dibawa kabur Adaro.
Sebab, kata dia, ada peraturan dalam Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) yang melarang DJP membuka informasi soal pemeriksaan pajak secara spesifik kepada publik.
"Kami mengacu ke peraturan UU KUP pasal 34 yang melarang kami menyampaikan ke publik mengenai data dan informasi spesifik terkait dengan wajib pajak tertentu," jelasnya.
Dalam Pasal 41 beleid tersebut, sanksi bagi pejabat DJP yang membocorkan informasi pajak tercantum dengan jelas. Pertama, jika kebocoran terjadi karena ketidaksengajaan, pejabat yang bersangkutan dapat dipidana kurungan penjara paling lama enam bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1.000.000,- (satu juta rupiah).
Bagi pejabat pajak yang sengaja membocorkan informasi, hukumannya bisa lebih berat yakni: "pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah)."
LSM Internasional Global Witness yang bergerak di isu lingkungan hidup menerbitkan laporan investigasi dugaan penggelapan pajak perusahaan Adaro Energy.
Dalam laporan itu, Adaro diindikasi melarikan pendapatan dan labanya ke luar negeri sehingga dapat menekan pajak yang dibayarkan kepada Pemerintah Indonesia.
Menurut Global Witness, cara ini dilakukan dengan menjual batu bara dengan harga murah ke anak perusahaan Adaro di Singapura, Coaltrade Services International untuk dijual lagi dengan harga tinggi.
Melalui perusahaan itu, Global Witness menemukan potensi pembayaran pajak yang lebih rendah dari seharusnya dengan nilai 125 juta dolar AS kepada pemerintah Indonesia.
Di samping itu, Global Witness juga menunjuk peran negara suaka pajak yang memungkinkan Adaro mengurangi tagihan pajaknya senilai 14 juta dolar AS per tahun.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Dipna Videlia Putsanra