tirto.id - “Kenapa saya ingin berpidato di sini,” tanya astrofisikawan Neil deGrasse Tyson di hadapan wisudawan Rice University, Mei 2015 silam. “Saya pikir keinginan saya ini timbul karena sejarah panjang saya menjadi seorang pengikut serta penasehat NASA,” jelas Tyson.
Bagi Tyson, Rice University punya sejarah penting dalam program antariksa Amerika Serikat. “Pidato terkenal dari Presiden John F. Kennedy," demikian Tyson, "yang dihadiri 35.000 orang, yang berjudul ‘Kami Memilih Untuk Pergi ke Bulan,’ dilakukan di halaman kampus Rice”.
Ungkap Tyson, kehendak AS meluncur ke antariksa sesungguhnya tidak didasari atas dasar sains, demi ilmu pengetahuan, tetapi bermaksud mengalahkan komunis, Uni Soviet, dalam iklim Perang Dingin. AS tidak ingin dipermalukan Soviet. NASA contohnya, lahir setahun setelah Sputnik terbang. Dan perintah Kennedy agar warganya pergi ke Bulan dipicu keberhasilan Soviet mengirimkan Yuri Gagarin ke Orbit. “(Menurut Kennedy) jika suksesnya Gagarin ke orbit berdampak pada pikiran setiap manusia di manapun, kita harus sesegera mungkin menunjukkan jalur lain pada dunia. Jalur demokrasi alih-alih tirani,” kata Tyson.
Lalu lahirlah program Apollo.
Dalam program Apollo, tak bisa dipungkiri Apollo 11 adalah yang paling melekat di benak banyak orang. Sebab, di edisi ke-11 itulah Neil Armstrong sukses menjadi manusia pertama yang menginjakkan kaki di Bulan. Namun, bagi Tyson, Apollo 8-lah yang lebih punya greget. Tegasnya, “itulah misi pertama umat manusia untuk meninggalkan Bumi dan pergi ke suatu tempat di luar orbit. Ya, Apollo 8 pergi ke Bulan, tetapi tidak mendarat di sana”.
Apollo 8 pergi meninggalkan Bumi pada Desember 1968. Dalam misi ini, Frank Borman, Jim Lovell, dan William Anders jadi astronaut yang ditugaskan untuk melakukan 'gladi resik' sebelum Armstrong, dkk. mendarat di Bulan tak sampai setahun kemudian. Meskipun para astronaut Apollo 8 tidak menjejakkan kakinya di Bulan, menurut Tyson, mereka sukses membawa perubahan paling berarti untuk umat manusia saat itu. “Ketika Apollo 8 sukses mengorbit Bulan, mereka berkendara di sisi belakang Bulan. Salah satu astronaut siap siaga dengan kamera yang dibawa dari Bumi, dan ketika Bumi nampak, astronaut itu memotretnya. Memotret Bumi yang terbit di atas Bulan,” ujar Tyson.
Foto yang kemudian diberi nama “Earthrise” pun muncul.
“Misi itu sebetulnya dilakukan untuk menjelajah Bulan, kenyataannya dalam misi yang sama untuk pertama kali manusia menemukan Bumi,” tegas Tyson.
Earthrise: Ketika Manusia Menemukan Bumi
Malam Natal 1968, Sinterklas tidak muncul di Amerika Serikat. Sebagai gantinya, Frank Borman, Jim Lovell, dan William Anders, astronaut Apollo 8, menyajikan keajaiban lain. Berlayang-layang di orbit Bulan, dan disiarkan secara langsung oleh CBS, NBC, ABC, dan berbagai stasiun TV di seluruh dunia (juga stasiun radio), astronaut itu membacakan 12 baris pertama Kitab Kejadian. Katanya, “Tuhan menciptakan surga dan dunia. Tuhan senang dengan ciptaannya itu”. Di Bumi, manusia senang dengan pertunjukan tersebut.
Apollo 8, sebagaimana dikisahkan Robert Zimmerman dalam bukunya Genesis: The Story of Apollo 8: The First Manned Flight to Another World (1998) merupakan perjalanan pertama manusia keluar orbit Bumi. Sebelum Apollo 8, atau 27 misi antariksa sebelumnya baik oleh AS ataupun Soviet, capaian tertinggi manusia hanya sampai 1.600 kilometer di atas permukaan Bumi. Capaian Apollo 8 melebihi orbit Bumi dibantu oleh roket Saturn V, roket buatan Wernher von Braun, ilmuwan Nazi yang melipir ke AS.
Pada 21 Desember 1968 tepat pada pukul 06:51 pagi, Apollo 8 meluncur dari Cape Kennedy (yang kini berganti nama menjadi Cape Canaveral), Florida, AS. Roket terbang dengan kecepatan 35.452 kaki per detik. Jika dibandingkan dengan kecepatan pesawat komersial, Airbus atau Boeing misalnya, dengan kecepatan itu pesawat komersial dapat mencapai ketinggian jelajah (cruising altitude) hanya dalam waktu satu detik. wajarnya misi pertama untuk menjelajah wilayah yang belum tersentuh manusia, muncul kekhawatiran. Christopher Kraft, direktur penerbangan NASA, sebagaimana dikisahkan Zimmerman, meragukan tiga anak buah yang dikirimnya itu akan kembali ke Bumi dengan selamat. Namun, keraguan itu perlahan sirna, khususnya ketika Apollo 8 sampai di orbit Bulan pada malam Natal tahun itu.
Albert J. Derr dalam “Photography Equipment and Techniques: A Survey of NASA Developments” (1972) menyebut bahwa ketika National Aeronautics and Space Administration alias NASA lahir, orang-orang yang bertugas di sana langsung berpikir untuk mencatat dan merekam segala hasil kerja mereka. Hasil tersebut nantinya bisa dinikmati bukan hanya untuk generasi kini, tetapi juga generasi mendatang. Foto adalah jawaban terbaik sebagai alat yang merekam kerja NASA.
Kali pertama astronaut NASA menggenggam kamera adalah tatkala John Glenn mengorbit Bumi menggunakan wahana Mercury-Atlas 6 dalam misi Friendship 7 yang terbang pada 20 Oktober 1962. Kala itu, alih-alih menggunakan kamera khusus, Glenn hanya membawa kamera Ansco Autoset miliknya sendiri. Dalam misi Apollo 8, NASA membekali astronautnya dengan kamera Hasselblad 500 EL.
Keajaiban muncul nyaris 76 jam berlalu sejak Apollo 8 meluncur, tatkala wahana yang ditumpangi tiga astronaut itu sampai di sisi belakang orbit Bumi.
“Ya Tuhan! Lihat itu! Lihatlah Bumi terbit,” kata Frank Borman. Menggunakan kamera yang dibekali NASA, William Anders langsung memotret fenomena Bumi yang terbit di atas Bulan. Foto Earthrise pun lahir.
Televisi, surat kabar, dan majalah di seluruh dunia lantas menyebarkan foto itu.
Dalam studi berjudul “View on The Social Impact of The Apollo 8 Earthrise Photo,” (2019) Fred Spier menyebut bahwa foto Bumi yang dipotret dari luar angkasa tidak tercipta pertama kali oleh Apollo 8, tetapi sudah dilakukan oleh Lunar Orbiter yang mengangkasa pada Agustus 1966. Bahkan, sebulan sebelum Anders memotret Earthrise, Soviet sukses menghasilkan foto serupa melalui wahana Zond 6. Yang membedakannya adalah dua foto Bumi dari angkasa sebelum Apollo 8 dijepret dalam corak warna hitam-putih sehingga menurut Spier “dampak sosial” foto itu jauh lebih kecil.
Kembali mengingat perkataan Tyson, melalui foto Earthrise, manusia akhirnya “menemukan” Bumi. Klaim Spier, “foto ini sukses menunjukkan kepada umat manusia betapa berbedanya Bumi dilihat dari lingkungan kosmiknya”. Tiba-tiba, manusia sadar bahwa tanah yang mereka injak, yang dipagari oleh negara, sesungguhnya adalah “satu rumah bersama”. Mereka juga disadarkan bahwa kerusakan yang diakibatkan ulah manusia, misalnya melalui perang dan pencemaran lingkungan, sangat mungkin menghancurkan “rumah bersama” tersebut.
Setelah foto Earthrise menyebar, kebijakan-kebijakan yang pro Bumi lahir di AS. Environmental Protection Agency dibentuk. RUU Air Bersih lolos sebagai undang-undang. Pelarangan zat-zat yang dapat merusak lingkungan diterbitkan. Tak ketinggalan, organisasi bernama Doctors Without Borders dibentuk.
“Dari mana frasa ‘tanpa batas’ itu lahir? Tanya Tyson. “Apakah sebelum foto itu muncul orang-orang mengira Bumi ini merupakan tempat tanpa batas? Tidak”.
Foto Earthrise pun menjadi sebab Hari Bumi dicetuskan.
Frank White, dalam The Overview Effect Space Exploration and Human Evolution (1987), menyatakan bahwa selepas Earthrise tersebar masyarakat melihat saling ketergantungan antara lingkungan Bumi. Muncul pula kesadaran bahwa manusia akan rugi jika melakukan tindakan yang membuat planet ini tidak dapat dihuni. Earthrise, singkat kata, merupakan sebuah simbol dan momentum untuk melakukan perubahan di Bumi. Slogan-slogan “We are one”, “No frame”, hingga “No boundaries” pun lahir.
Earthrise, foto yang dihasilkan NASA itu, akhirnya bukan hanya mencuat sebagai piala kecil kemenangan AS melawan Soviet, tetapi juga trofi mini untuk kepedulian lingkungan di benak khalayak. Neil Armstrong akhirnya setuju bahwa Apollo 8 merupakah “ruh”, bukan hanya bagi keseluruhan program antariksa, tetapi umat manusia.
Editor: Windu Jusuf