Menuju konten utama

Dugaan Fraud Jiwasraya Dilaporkan Rini Soemarno Sejak Oktober 2019

Rini Soemarno, mantan Menteri BUMN, telah melaporkan dugaan fraud Jiwasraya ke Kejagung pada Oktober 2019.

Dugaan Fraud Jiwasraya Dilaporkan Rini Soemarno Sejak Oktober 2019
Serah Terima Jabatan pejabat lama Menteri BUMN, Rini Soemarno kepada Menteri BUMN baru, Erick Thohir di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (23/10/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI telah memeriksa enam orang saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hingga hari ini, Kamis (9/1/2020).

Dalam siaran resminya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono menegaskan bahwa kasus tersebut bermula dari laporan Menteri BUMN Rini Soemarno pada 17 Oktober 2019 tentang dugaan tindakan curang (fraud) di Jiwasraya.

Laporan tersebut terdaftar lewat surat bernomor SR–789/MBU/10/2019 kemudian ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung RI dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT–33/F.2/Fd.2/12/2019 yang bertitimangsa 17 Desember 2019.

Artinya, laporan dugaan fraud tersebut telah dilakukan sebelum kepemimpinan di Kementerian BUMN berpindah ke Erick Thohir.

"Penyidikan perkara ini terus dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya," ucap Hari.

Dalam penyelidikan, Kejagung menemukan adanya dugaan penyalahgunaan investasi yang melibatkan grup-grup tertentu (13 perusahaan) yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

Akibat adanya transaksi–transaksi tersebut, Jiwasraya menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp13,7 triliun sampai dengan bulan Agustus 2019.

Potensi kerugian tersebut timbul karena adanya tindakan yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik, yakni terkait dengan pengelolaan dana yang berhasil dihimpun melalui program asuransi JS Saving Plan.

Pelanggaran prinsip tata kelola perusahaan yang baik itu terlihat dari ketidakhati-hatian dalam berinvestasi yang dilakukan manajemen lama Jiwasraya.

Mereka, menurut Kejagung, telah banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan High Risk (risiko tinggi) untuk mengejar High Return (keuntungan tinggi).

Dari penempatan aset finansial ke instrumen saham sebanyak 22,4 persen atau senilai Rp5,7 triliun, hanya 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik (LQ 45) dan sebanyak 95 persennya dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.

Di samping itu, penempatan Reksadana sebanyak 59,1 persen senilai Rp 14,9 triliun dari Aset Finansial, hanya 2 persennya yang dikelola oleh manajer investasi Indonesia dengan kinerja baik (Top Tier Management ) dan 98 persennya dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk.

Adapun enam orang saksi yang disebut telah diperiksa antara lain:

1. Hendrisman Rahim sebagai mantan Direktur Utama Jiwasraya;

2. De Yong Adrian sebagai mantan Direktur Pemasaran Jiwasraya;

3. Bambang Harsono sebagai Bancassurance Sales Manager Jiwasraya;

4. Udhi Prasetyanto sebagai Kepala Divisi Sumber Daya Manusia Jiwasraya periode 2015-2018;

5. Novi Rahmi sebagai Kepala Divisi Sumber Daya Manusia Jiwasraya periode 2018-2019;

6. dan Muhammad Zamkhani sebagai Direktur SDM & Kepatuhan Jiwasraya periode 2016-2018.

Baca juga artikel terkait KASUS JIWASRAYA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Hendra Friana
Editor: Hendra Friana