tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Timur baru saja selesai menunaikan tugasnya dalam menyuguhkan debat para pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur.
Masih sama dengan debat pertama dan kedua, debat ketiga sekaligus terakhir dan menutup masa kampanye resmi Pilgub Jatim 2018 bertempat di Dyandara Convention Hall, Surabaya.
Brigita Manohara didapuk panitia sebagai pemandu dalam debat ketiga. Acara dimulai pada pukul 19.30 WIB. Militansi dan keriuhan para pendukung kedua paslon Khofifah-Emil dan Gus Ipul-Puti sudah terdengar sejak menit awal.
Wajar, ini adalah debat terakhir. Tidak ada pilihan lain bagi kedua paslon dan para pendukung yang hadir untuk tampil mengeluarkan kemampuan dan energi terbaiknya.
Tema debat terakhir yang ditetapkan KPU Jawa Timur adalah "tata kelola pemerintah dan pelayanan publik". Kedua paslon dipersilakan membuka dengan pemaparan visi dan misi. Ucapan selamat Idul Fitri sama-sama terlontar dari mulut Khofifah dan Gus Ipul.
Dalam visi-misi mereka, Khofifah menampilkan sembilan program Nawa Bhakti Satya. Sedangkan Gus Ipul memperkenalkan Kolaborasa (bekerja sama dengan menggunakan rasa dan hati) sambil pamer sederet prestasi.
Gus Ipul banyak memamerkan berbagai pencapaiannya selama dua periode menjadi Wakil Gubernur Jatim. Ia menyebut Jawa Timur tujuh kali meraih opini WTP dari BPK, tujuh kali mendapat penghargaan Pemprov berkinerja terbaik dari Kemendagri, dan empat kali mendapat penghargan yang kaitannya dengan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP).
Masuk segmen pertama setelah jeda iklan, Brigita memanggil kedua paslon dan mempersilakan masing-masing pendukung meneriakkan yel-yel dukungan.
“Wis wayahe Budhe, wis wayahe Budhe, wis wayahe Budhe Khofifah” teriak para pendukung paslon nomor urut satu itu. Sementara pendukung paslon nomor urut dua berteriak, “Kabeh sedulur, sak Jawa Timur, kabeh sedulur kabeh makmur.”
Kata “makmur” dalam yel pendukung Gus Ipul-Puti direspon langsung oleh para pendukung Khofifah-Emil, menggantinya dengan kata “ajur” (berantakan).
Saling Sanggah dan Membela Diri
Saling serang terbuka para pendukung menular ke masing-masing paslon. Selama berjalannya beberapa segmen debat, kedua paslon tampak saling sanggah.
Bila paslon Gus Ipul-Puti banyak memaparkan dan menjawab pertanyaan dari panelis dengan kacamata pengalaman Gus Ipul dan bertekad memperbaiki atau meningkatkan, paslon Khofifah-Emil banyak menawarkan program baru sambil mengkritik kinerja pemerintahan sebelumnya yang dinilai tidak maksimal di beberapa isu dan permasalahan.
Tensi debat kali ini lebih tinggi lewat serangan-serangan tajam dan kejelian melihat peluang.
Emil Dardak masih konsisten menampilkan agresivitas dalam bertutur. Ia kerap memosisikan dirinya sebagai seorang yang sudah terjun langsung memimpin daerah dan profesional di bidang infrastruktur.
Contoh itu dipakai Emil untuk menyerang pemaparan Puti yang normatif mengenai penanganan egosektoral yang menyebabkan ketidakselarasan program dari daerah ke pusat.
“Kalau yang dibahas Bu Puti tadi lintas hierarki sebenarnya, bagaimana antara nasional dan kabupaten enggak sinkron kemudian provinsi masuk.” Emil menawarkan penanganan lintas sektor untuk menata ketidakpaduan tersebut. “Kuncinya ada di tata ruang,” ujarnya.
Serangan terukur Gus Ipul kepada Khofifah terlontar saat menanggapi pertanyaan mengenai peningkatan penilaian SAKIP. Bagi Gus Ipul, jawaban Khofifah tidak tajam.
“Terus terang, apa yang disampaikan Bu Khofifah sama sekali tidak tajam kaitannya dengan (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan) SAKIP. SAKIP ini memastikan kinerja terukur mulai siapa melakukan apa.”
Gus Ipul memaparkan SAKIP dengan percaya diri lantaran Pemprov Jatim di bawah kepemimpinannya mendapat nilai A dari Kemenpan RB bersama dengan Banyuwangi, dan bertekad untuk menaikkan nilai SAKIP di kota/kabupaten lainnya. Namun perlu diingat, nilai SAKIP tertinggi adalah AA yang setingkat di atas A.
Emil sekali menampilkan keberanian mengkritisi dan berpandangan berbeda dengan pertanyaan yang dibuat para panelis, ketika pertanyaan masalah belanja langsung dan belanja tidak langsung dalam dana APBD.
“Jangan salah kalau kita melakukan belanja tidak langsung enggak selalu itu tidak produktif.” Seraya memaparkan bentuk-bentuk belanja tidak langsung yang mampu menggerakkan gotong royong. “Jadi mohon maaf pertanyaan ini sedikit saya beri pandangan sendiri karena sebagai kepala daerah saya merasakan betul manfaat dari belanja daerah,” tuturnya.
Apa tanggapan Puti? “Saya pikir tadi yang disampaikan tidak menjawab pertanyaan mengenai bagaimana belanja langsung tidak langsung dan belanja modal.” ujar Puti. Berikutnya Puti memberikan langkah-langkah terkait efisiensi anggaran secara normatif.
Jawaban balik Emil: "Ya, mungkin Ibu Puti tidak menyadari bahwa yang disebut di programnya membantu ini-itu banyak lho yang klasifikasinya belanja tidak langsung. Nah, itu karena kami sudah merasakan menganggarkan sendiri. Jadi ini pembedanya, kami sudah merasakan.“
Menanggapi penilaian BPK terhadap laporan keuangan Pemda, wilayah Trenggalek selama dipimpin Emil Dardak memang mendapatkan predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dua kali berturut-turut (2017 dan 2018). Ia percaya diri memaparkan bagaimana strategi agar banyak daerah mendapat penilaian yang baik ketika memimpin Jatim.
Arena Emil vs Puti
Segmen kelima mempersilakan kedua paslon saling mengajukan pertanyaan dan menjawab. Di segmen ini, Emil dan Puti kembali terlibat jual-beli serangan secara terbuka. Ini mengingatkan pada debat pertama ketika keduanya beradu sengit.
Puti memberikan pertanyaan kepada paslon Khofifah-Emil mengenai sinkronisasi terkait mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan gestur kedua tangan Emil menutup tanda salam, ia menjawab “Sinkronisasi tadi disampaikan [Puti] tapi akhirnya yang dibicarakan lapangan kerja dan penciptaan lapangan kerja. Ini artinya tidak sesuai dengan spirit sinkronisasi,” serang Emil seraya menjelaskan lebih lanjut.
Tanggapan Puti: “Tentunya yang saya tanyakan bagaimana perencanaan dan pelaksanaan dapat menghasilkan satu kepuasan publik.” Dan Puti balik menyerang mengenai Balai Kriya Trenggalek yang meski dianggap berprestasi, belum ada penyelarasan dan menghasilkan kesejahteraan.
Jawaban Emil tidak kalah sengit. “Ya, itu dia kalau orang tidak paham definisi Laboratorium Kriya. Dipikir kayak laboratorium biologi, gitu lho. Bukan, laboratorium itu kalau bahasanya anak sekarang ngulik”. Berikutnya, ia menjelaskan kinerja Laboratorium Kriya di Trenggalek dan program yang ingin dibawa ke Jawa Timur.
Serangan Emil masih bertambah. Sebelum mengakhiri jawabannya, ia menyindir bahwa pertanyaan terkait sinkronisasi dan kinerja oleh Puti tidak dijawab dan mengatakan, "Tetapi, yang paling penting sekarang masyarakat harus bisa menggunakan kesempatan ini untuk benar-benar memahami bahwa dalam memimpin suatu daerah leadership menjadi penting." Emil mengatakan itu sambil menatap lurus ke layar kamera.
“Jadi bukan hanya menghafalkan program-program atau misalnya Mbak Puti belum pernah duduk di Pemprov tapi mengulang program-program Pemprov, enggak bisa. Harus sudah dijalani,” tutur Emil, yang diikuti gemuruh suara para pendukung.
Aturan KPU Jawa Timur dalam debat terakhir ini menyisipkan pemakaian bahasa Jawa Timuran. Ini tersaji di segmen terakhir. Brigita Manohara memberikan pertanyaan dalam bahasa Jawa Timuran dengan tingkat krama inggil kepada kedua paslon.
Gus Ipul mendapat giliran pertama yang diharuskan menjawab dalam bahasa Jawa. Namun, ketika maju berdiri sebelum menjawab, ia memohon izin apabila dalam penuturannya masih tercampur pemakaian bahasa Indonesia dan Jawa ngoko.
Dan benar, kemampuan berbahasa Jawa Timuran dengan krama inggil yang ditampilkan Gus Ipul tidak cukup bagus. Banyak terselip bahasa Indonesia dan bercampur dengan Jawa, tapi cukup menghibur.
Dibanding Gus Ipul, Khofifah yang maju menjawab pertanyaan dengan bahasa Jawa lebih fasih memakai bahasa Jawa krama inggil, identik dengan kesopanan dan penghormatan. Sedikit saja kalimat Khofifah tercampur bahasa Indonesia.
Sedangkan Emil tampak memperlihatkan gestur dan raut tegang sejak Brigita memanggil keduanya untuk bersiap menerima jawaban.
Saat closing statement penutup debat ketiga, baik Khofifah dan Gus Ipul tampil normatif menyampaikan harapan sembari membawa pesan damai.
Ada sesuatu yang menarik ketika Puti ikut menutup omongan Gus Ipul: Puti meminjam nama besar Bung Karno, kakeknya. “Di hadapan lukisan Bung Karno, kami berdua menjadi penyambung lidah rakyat Jawa Timur.” Tampaknya latar belakang trah keluarga Sukarno yang dimiliki Puti ingin benar-benar ditegaskan guna meyakinkan para pemilih.
Segera setelah meminjam nama Bung Karno, kedua tangan Puti sejurus menadah ke atas sambil menggerakkan beberapa jari. Ia mulai berdoa dengan lantang, memohon ketenteraman dan kemakmuran.
Emil terlihat mengamati tingkah Puti, sembari mengangkat sedikit kedua bahunya.
Editor: Ivan Aulia Ahsan