tirto.id - Selasa (11/4) malam pukul 19.30, Debat Publik Pilgub Jatim 2018 perdana untuk Cawagub Emil Elestianto Dardak dan Puti Guntur Soekarno digelar. Keduanya dipertemukan dalam segmen keempat yang memberikan kesempatan untuk adu argumen dan pendapat.
Sepanjang segmen, para penonton yang menyaksikan langsung di Gedung Dyandra Convention Center, Kota Surabaya, riuh bersorak. Pasalnya, Emil yang mengenakan peci hitam dengan setelan kemeja putih polos dan celana hitam tampil agresif. Ia sering menginterupsi tiap pernyataan Puti. Sedangkan Puti yang mengenakan kerudung merah dengan setelan baju dan celana putih dalam segmen keempat ini terus melontarkan kritik terkait kondisi di Kabupaten Trenggalek yang dipimpin Emil Dardak selama dua tahun terakhir.
“Tolong cek angkanya dulu mbak. Pak Wagub ini punya datanya dari BPS. Tingkat pengangguran di Trenggalek itu lebih baik daripada tingkat pengangguran Jawa Timur mbak. Ayo sekarang kita cek datanya. Saya rasa ini datanya salah ambil,” sanggah Emil Dardak kepada Puti yang mempermasalahkan tingkat pengangguran di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.
Emil Dardak buru-buru membela diri. Ia menyebut bahwa tingkat pengangguran turun dari sekitar 4 persen menjadi 3,4 persen di tahun 2017. Puti sendiri mengklaim bahwa tingkat pengangguran terbuka naik 37 persen dari 1.960 menjadi 13 ribu orang.
Sepanjang debat terbuka sesi pertama itu, Emil konsisten menyanggah tuduhan Puti. Gesturnya acapkali menunjukkan senyum keheranan terkait pemaparan yang dikeluarkan Puti. Situasi ini berlangsung hingga di sesi kedua dan intensitas interupsi Emil pun makin meningkat.
Dalam sesi kedua debat terbuka, giliran Emil memberikan pertanyaan. Suami dari artis Arumi Bachsin ini bertanya kepada Puti soal persentase gizi buruk di seluruh Jawa Timur dan soal nutrisi yang diberikan kepada ibu hamil, balita kurang gizi di Trenggalek. Puti terdiam, tak segera bisa menjawab, dan memang tak ada jawaban dari Puti soal ini.
“Satu lagi, mbak Puti bilang pernah jalan-jalan ke Trenggalek, datang ke satu desa katanya desa gizi buruk. Saya pengen tanya, bayi yang mbak datengin itu beneran yang masuk gizi buruk nggak? Masuk kategori apa? Apakah masuk levelKwashiorkor atau Marasmus, yang mana kira-kira mbak?” tembak Emil kepada Puti.
Puti menyatakan pernah datang ke Desa Kayen dan bertemu dengan seorang ibu. Tapi belum tuntas jawaban Puti, Emil segera memotong “Bayinya kena gizi buruk nggak mbak?” Puti lanjut bilang bahwa bayi tersebut terkena stunting di mana tumbuh kembang dan umur bayi tidak sesuai. “Tingginya normal lho mbak,” potong Emil lagi.
Emil terus memotong terkait klaim stunting dan gizi buruk dari Puti. “Mbak, yang namanya bayi stunting di Desa Kayen itu namanya Wafiq Aprilia. Bukan yang mbak datengi,” sanggah Emil di tengah penjelasan Puti. “Yang mbak datengin bukan Wafiq Aprilia,” ucap Emil dengan gestur penolakan. Presenter Alfito Deanova yang memandu Debat Publik Pilgub Jatim 2018 sampai mengingatkan agar para cawagub saling menahan diri supaya masing-masing mendapat kesempatan bicara.
Puti kemudian menjelaskan bahwa perkara stunting juga terkait dengan lingkungan desa. Lagi-lagi Emil memotong pernyataan Puti. “Mbak Puti sudah cek 10 Kabupaten? Udah tahu ada berapa Kabupaten yang masuk program stunting? Di tahun 2017 ada 100 desa, 2018 naik 160, 2019 naik 340, 2020 ada 519.” ujar Emil. Puti kali ini bilang kepada Emil untuk diizinkan menyelesaikan penjelasannya karena acapkali diinterupsi oleh Emil.
“Saya bicara mengenai fakta. Mas Emil harus bisa mengakui bahwa di Trenggalek ada desa stunting, artinya mas Emil tidak melihat, tidak langsung melihat masyarakat dan rakyat. Mengapa bisa ada gizi buruk mengapa bisa ada stunting di sana. Kalo mas Emil mengetahui, pasti mas Emil akan melihat.” tutur Puti di penghujung sesi kedua debat terbuka tersebut.
Sampai di akhir sesi kedua debat terbuka, Emil terus bersikap agresif lantaran cepat menginterupsi setiap tuduhan Puti. Bahkan sampai waktu yang diberikan habis, Puti yang terus memaparkan argumentasinya dan diinterupsi oleh Emil dilerai oleh kedua presenter Alfito Deanova dan Anisa Dasuki lantaran waktu sesi debat sudah habis.
Segmen keempat dalam Debat Publik Pilgub Jatim 2018 memang diwarnai hujan interupsi dan saling sanggah dibalut emosi, bila tidak mau disebut debat kusir.
Emil Dardak Sobat Data
Stuntingmerupakan kondisi anak yang mengalami “gagal tumbuh” dibanding anak lain pada rentang usia sama. Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan gizi kronis selama anak masih di dalam kandungan sampai usia dua tahun. Dalam perkara stunting yang mendominasi perdebatan antara kedua cawagub, Emil melontarkan angka 24 persen stunting di Trenggalek, sementara untuk Jawa Timur sendiri sebesar 26 persen.
Angka yang dilontarkan Emil memang sama dengan data Pemantauan Status Gizi 2017 yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan RI. Tepatnya, persentase stunting di Trenggalek 24,3 persen. Sedangkan untuk Jawa Timur, persentasenya 26,7 persen.
Data yang dilontarkan Puti untuk menyerang Emil masih sulit untuk diverifikasi. Puti mengklaim tingkat pengangguran terbuka di Trenggalek pada 2017 naik 37 persen dari 1.960 menjadi 13 ribu orang. Namun Kepala Dinas Tenaga Kerja Trenggalek pada Mei 2017 menyebut angka pengangguran mencapai 4,4 persen atau sekitar 11,5 ribu jiwa.
Pernyataan agresif Emil yang turut menyebut berbagai data nyaris semuanya dapat dikonfirmasi melalui data rilis pemerintah seperti Badan Pusat Statistik (BPS). Sementara Puti memang tak banyak menyebut data berupa angka. Puti lebih menekankan bahwa potret angka pengangguran, gizi buruk hingga stunting itu masih ada di Trenggalek. Dan klaim Puti sekali lagi benar, meski tidak banyak menyebut angka spesifik.
Debat Pilgub Jatim 2018 diikuti oleh dua pasangan calon, nomor urut satu Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak dan nomor urut dua Gus Ipul-Puti Guntur Soekarno.
Khofifah-Emil diusung Partai Demokrat, Golkar, PAN, PPP, Hanura, dan NasDem. Sementara Gus Ipul-Puti diusung oleh PKB, PDI Perjuangan, PKS, dan Gerindra.
Dalam acara Debat Publik Pilgub Jatim kali ini, KPU Jawa Timur juga menyiapkan empat panelis, yaitu Abdul Chalik dari UIN Sunan Ampel, Nunuk Nuswardani dari Universitas Trunojoyo Madura, Fauzan dari Universitas Muhammadiyah Malang dan aktivis antikorupsi Luthfi J. Kurniawan.
Penulis: Tony Firman
Editor: Windu Jusuf