tirto.id - Waisul Kurnia, seorang nelayan sekaligus Ketua Forum Masyarakat Nelayan Kampung Dadap ditangkap polisi, pekan lalu. Penangkapan ini dipertanyakan tim hukumnya lantaran Waisul dijerat dengan pasal ujaran kebencian dalam UU ITE, padahal dia sebenarnya hanya melayangkan kritik.
Penangkapan terhadap Waisul dilakukan Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Rabu (6/3/2019) malam pekan lalu. Sehari kemudian, Waisul dilepaskan dan kini berstatus wajib lapor.
Cerita bermula saat Waisul mengeluhkan pembangunan jembatan yang menghubungkan kawasan Pantai Indah Kapuk 2 dengan Pulau C hasil reklamasi, pertengahan Juli 2018. Waisul mengatakan proses konstruksi bikin nelayan harus melaut lebih jauh dari biasanya.
Waisul juga mempertanyakan kejelasan proyek tersebut lantaran masyarakat tak pernah diajak konsultasi publik. Keluhan Waisul kemudian ramai-ramai dikutip media massa dan juga tersebar di media sosial.
Menurut Kuasa Hukum Waisul, Marthen Y Siwabessy, pembangunan jembatan diprotes kliennya lantaran menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir laut serta mengakibatkan pendangkalan laut.
"Akibatnya banyaknya lumpur di sekitar muara Dadap, sehingga para nelayan susah untuk beraktifitas,” kata Marthen dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto.
Menanggapi keluhan Waisul, PT Kapuk Naga Indah selaku kontraktor jembatan melaporkan Waisul ke Polda Metro Jaya pada September 2018 atas dugaan pencemaran nama baik. Waisul dituduh menyebarkan kabar bohong menggunakan pasal ujaran kebencian dalam UU ITE.
Waisul lantas mengajukan gugatan praperadilan pada Ferbuari lalu, namun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolaknya.
Tak Tepat Gunakan Pasal 28 UU ITE
Pratiwi Febri, pengacara publik dari LBH Jakarta menerangkan Waisul mengkritik pembangunan jembatan yang menghubungkan kawasan Pantai Indah Kapuk 2 dengan Pulau C hasil reklamasi lantaran rezeki nelayan di kampungnya terganggu. Dalam konteks ini, kata Pratiwi, Waisul hanya membela kepentingan warga yang menetap di sana.
"Unsur melawan hak dalam Pasal 28 [Ayat 2 UU ITE] itu tidak terbukti," kata Pratiwi saat dihubungi reporter Tirto, Senin (11/3/2019).
Perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE ialah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Menurut Pratiwi, hak berpendapat seharusnya mendapat respons yang baik, bukan malah dikriminalisasi. Para nelayan berhak menyampaikan aspirasi jika merasa dirugikan pembangunan jembatan tersebut. Atas dasar itu, ia tak pernah sepakat dengan penggunaan Pasal 28 ayat (2) UU ITE karena merupakan pasal karet.
"Kami tidak pernah sepakat dengan pasal tersebut karena kerap digunakan menjerat masyarakat yang bersengketa dengan perusahaan atau pemerintah maupun penjeratan terhadap aktivis HAM," ujarnya.
Pratiwi mendesak kepolisian mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk kasus ini karena tidak ada unsur pidana. "Kasus ini harus segera dihentikan. Wajar jika masyarakat komplain atas sesuatu hal, itu biasa saja."
Kepolisian Bantah Kriminalisasi
Kepolisian menyatakan proses penangkapan dan pemeriksaan Waisul sesuai prosedur. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono membantah telah melakukan kriminalisasi terhadap nelayan Kampung Dadap tersebut.
“Tidak ada, semua sesuai prosedur dan sah," kata Argo, Senin (11/3/2019) di Polda Metro Jaya. Ia menambahkan, penjemputan paksa dilakukan karena Waisul dua kali mengabaikan panggilan penyidik.
Argo menjelaskan, penyidik telah memeriksa sakis dan ahli dalam gelar perkara penetapan tersangka. Pada September 2018, Waisul ditetapkan sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik dan ujaran kebencian melalui media elektronik terhadap PT KNI.
Menurut Argo, Waisul telah meminta maaf kepada PT KNI melaui surat yang ditandatanganinya di atas materai pada 8 Maret lalu. “Sesuai pernyataan pelapor, Waisul sudah menyampaikan maaf."
Penggalan isi surat tersebut yaitu: "Saya, Waisul Kurnia, dengan ini menyatakan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada PT Kapuk Naga Indah dan rekan-rekan media lainnya yang telah saya rugikan atas pernyataan saya sebelumnya."
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan & Mufti Sholih