tirto.id - Ratusan eksemplar buku berharga murah terhampar di Balai Desa Kedawung, Kecamatan Kroya, Cilacap, Jawa Tengah, Senin (7/9/2019). Buku dari penerbit besar ditata rapi di atas meja dan dijual dengan harga miring mulai Rp15.000 hingga Rp40.000.
Ada buku karya Andrea Hirata hingga Eka Kurniawan yang dijual kurang dari separo harga asli.
Sedianya bazar buku ini berlangsung hingga Senin depan, 14 Oktober 2019. Namun, pameran buku yang dimulai sejak Jumat (4/10/2019), telah tutup semalam, karena penyelenggara terdeteksi jual buku bajakan.
Seorang warganet, Andre Haribawa mengunggah informasi bazar buku bajakan tersebut di akun Facebooknya.
Andre mengatakan, ada tiga stand buku yang diduga bajakan. Cirinya yakni warna sampul kurang cerah alias pudar, font tulisan cenderung samar, tidak ada spot UV dan harga jual lebih murah dari buku asli.
Misalnya, harga buku Cantik Itu Luka karyaEka Kurniawan softcover Rp125.000, dijual Rp40.000. Buku Orang-Orang Biasa karya Andrea Hirata dijual tak kurang dari Rp40.000 dari harga buku asli Rp89.000.
Bazar buku itu juga menyajikan tema pendidikan seperti kamus dan buku latihan soal ujian masuk kampus atau seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
“Buku-buku [diduga] bajakan itu didominasi oleh novel-novel laris seperti karangan Pramoedya Ananta Toer, terbitan Gramedia seperti Cantik Itu Luka, Negeri Para Bedebah, terbitan Gagas Media, Bentang, Pastel Book, Kata Depan dan banyak judul novel laris lainnya,” kata dia saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (8/10/2019).
Andre, tinggal di Kecamatan Adipala, Cilacap, tak jauh dari lokasi bazar buku.
Ia semula tak berniat ke sana, tapi saat pulang dari tempat gym, ada informasi bazar buku di balai desa lewat spanduk kain yang tertempel di tiang listrik.
“Karena senewen, saya posting di media sosial dengan bahasa yang spontanitas. Saya baru ketemu bazar buku di balai desa, malah buku bajakan yang dijual,” ujar dia.
Ia tak menyangka, dalam sekejap, ada 154 warganet mengunggah ulang, termasuk novelis Eka Kurniawan yang bukunya dibajak dan dijual di bazar itu.
Namun, berselang beberapa jam usai unggahannya viral, bazar buku ini berakhir lebih awal dari jadwal.
Pemain Lama Bazar Buku Bajakan
Siapa pemain bazar buku bajakan di desa-desa? Andre yang juga novelis dan pekerja lepas ini mengaku sempat bertanya kepada seorang kasir terkait penyelenggara. Ia dapat nama pembuat bazar itu mengatasnamakan sebuah komunitas pembaca di Yogyakarta.
“Mereka baru kali pertama bikin bazar di Desa Kedawung. Pun mereka yang minta izin ke pihak desa untuk jualan buku di sana,” kata Andre.
Sumber Tirto yang dekat dengan penjual buku bajakan menyebut, pemainnya berasal dari Yogyakarta yang pada 2012 pernah dipergoki jual buku bajakan di bazar buku.
Setelahnya, para penyelenggara bazar buku asal Jogya, memasukkannya ke dalam daftar hitam, sehingga tak lagi dilibatkan.
“Penyelenggara bazar di Kedawung itu dulu marketing sebuah penerbitan di Yogya. Setelah di-black list dari kelompok bazar buku, dia bikin bazar sendiri ke desa-desa dan ikut even hari jadi kota/kabupaten,” kata sumber Tirto ini.
Buku bajakan yang dijual, kata sumber yang sama, kategori best seller. Namun, ia juga jual buku original dengan harga miring.
Perwakilan Konsorsium Penerbit Jogja (KPJ), Hinu OS mengakui penjualan buku bajakan sudah merambah ke bazar buku.
Hal itu, kata Hinu, memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat di daerah terkait perbedaan buku asli dan buku bajakan. Dengan iming-iming harga murah, buku bajakan dapat diterima di masyarakat.
“Mereka biasanya jual buku bajakan di tempat yang tak banyak diketahui oleh teman-teman penyelenggara yang jual buku original,” ujar dia.
Mereka, kata Hinu, juga asal melabeli penyelenggara dan asal bukunya dari Yogyakarta untuk kuatkan kesan bahwa buku yang mereka jual original dan murah.
“Kami di KPJ sudah berusaha mengikis buku bajakan lewat laporan ke polisi. Sudah ada efeknya sih, toko buku di sini mulai mengurangi. Tapi penjual buku bajakan di bazar ini masih sulit dideteksi dan diantisipasi. Ya, tadi itu ada gap antara literasi di dearah dengan perkotaan,” imbuh dia.
Novelis Eka Kurniawan pun merespons bazar buku bajakan ini lewat unggahan di Facebook.
Eka menyebut, meski praktik pembajakan buku secara pidana merupakan delik aduan, tapi negara perlu hadir dalam melindungi dunia perbukuan baik dari sisi bisnis maupun produk kebudayaan.
“Lihat kayak ini bikin saya pesimis negara ini benar-benar peduli sama kebudayaan. Nggak usah lah ngomongin dana abadi [kebudayaan], kalau urusan begini aja tutup mata tutup [dan] telinga,” kata Eka.
Dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, definisi pembajakan telah jelas yakni penggandaan ciptaan secara tak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
Pelakunya diancam dengan pidana penjara maksimal 10 tahun atau denda Rp4 miliar, sesuai Pasal 112, 113 ayat 3, dan Pasal 114 UU 28/2014. Namun, pasal ini tergolong delik aduan, yakni pelapornya merupakan penulisnya sendiri.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Abdul Aziz