tirto.id - Dua wartawan Reuters, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, yang ditahan di Penjara Insein, Yangon, Myanmar dibebaskan pada Selasa (7/5/2019) setelah lebih dari 500 hari mendekam di bui. Keduanya ditahan terkait pemberitaan genosida Muslim Rohingya.
Dua wartawan itu dibebaskan setelah Presiden Myanmar Win Yint memberikan amnesti kepada ribuan tahanan lainnya.
Dilansir The Guardian, Kepala Penjara Insein, Zaw Zaw, membenarkan pernyataan terkait bebasnya dua wartawan itu. Pengampunan yang diberikan Presiden Myanmar terjadi setelah banyaknya tekanan pemerintah internasional, diplomat, maupun organisasi hak asasi manusia.
AP News mewartakan, Wa Lone dan Kyaw Soe Oe mulai terlihat meninggalkan bui pada pukul 09.00 pagi waktu setempat. Ketika melewati gerbang, mereka sempat melambaikan tangan pada kerumunan. Mereka disambut dan dikerumuni oleh rekan-rekannya.
Wa Lone mengatakan dirinya sangat bahagia dan ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mengupayakan pembebasannya.
“Saya sangat senang melihat keluarga dan kolega saya. Saya tidak sabar untuk ke ruang redaksi, saya seorang jurnalis dan saya akan terus menjadi seperti itu,” ujar pria berusia 32 tahun itu. Mereka memasuki mobil van hitam untuk berjumpa dengan keluarga.
Sebuah foto di The Guardian memuat pertemuan antara Wa Lone dan Kyaw Soe Oe dengan keluarga mereka, selang beberapa jam kemudian. Pertemuan puteri pertama Wa Lone yang lahir ketika ia tengah dibui, menambah emosional pertemuan keluarga tersebut.
Begitu pula dengan Kyaw Soe Oo, yang digambarkan tengah menggendong putrinya erat-erat. Soe juga kerap mencuri kesempatan di sela-sela persidangan untuk sejenak menggendong puterinya itu. “Kini, kami bertiga bisa saling berpelukan dan kami begitu bahagia,” ujar Chit Su Win, istri Soe Oo.
Pemimpin redaksi Reuters, Sephen J. Adler mengatakan dirinya sangat senang atas kembalinya dua wartawan itu.
“Sejak penangkapan mereka 511 hari yang lalu, mereka telah menjadi simbol pentingnya kebebasan pers di seluruh dunia. Kami menyambut kembalinya mereka,” kata Adler, seperti dikutip The Guardian.
Perwakilan Center to Protect Journalism (CPJ) Asia Tenggara-sebuah organisai pelindung hak-hak wartawan-Shawn Crispin, juga turut lega setelah mendengar kabar pembebasan dua wartawan ini.
Ia menegaskan Myanmar seharusnya tak pernah menuntut dan memenjarakan dua wartawan ini sejak semula.
“Semoga pembebasan mereka menandai era baru kebebasan pers di Myanmar, di mana wartawan tidak lagi pembalasan hanya karena melakukan pekerjaan mereka,” imbuhnya.
Salah satu orang yang tergabung dalam tim hukum yang menangani kasus kedua wartawan, Amal Clooney, memuji komitmen Reuters atas apa yang telah mereka upayakan untuk kedua wartawannya itu.
“Sangat menginspirasi melihat organisasi berita yang begitu berkomitmen untuk melindungi pria tak bersalah dan profesi jurnalisme,” kata Clooney.
Kedua wartawan berkebangsaan Myanmar itu menerima pengampunan selepas Mahkamah Agung Myanmar menolak banding untuk membatalkan hukuman yang menimpa keduanya.
Namun, selang beberapa hari keputusan setelah MA Myanmar menolak banding kedua wartawan itu, pemerintah mengakui kekurangan prosedur peradilan serta menunjukkan komitmennya dalam penegakkan hukum.
Wa Lone dan Kyaw Soe Oo meliput kekerasan yang terjadi di negara bagian Rakhine terhadap muslim Rohingya. Pada Agustus 2017, 70 ribu orang melarikan diri ke Bangladesh, setelah menerima tindak kekerasan militer.
Kejadian itu berujung penangkapan dua wartawan tersebut pada Desember 2017 lalu. Selang beberapa bulan, mereka didakwa telah melangggar Undang-Undang Rahasia Resmi.
Karena hal itu, mereka divonis kurungan selama tujuh tahun. Pada April 2019 lalu, Mahkamah Agung Myanmar juga sempat menolak banding yang mereka ajukan sebelum akhirnya dibebaskan pada Selasa kemarin.
Editor: Dipna Videlia Putsanra