tirto.id - Naskah final Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) telah diserahkan pemerintah kepada DPR pada Rabu 6 Juli 2022. Dalam RKUHP tersebut turut diatur hukuman pidana mengenai aborsi pada pasal 467, 468 dan 469 sebagaimana dilihat Tirto, Kamis (7/7/2022).
Disebutkan dalam pasal 467 bahwa pelaku aborsi dapat dipidana dengan hukuman 4 tahun penjara, kecuali aborsi yang dilakukan akibat pemerkosaan dan atau akibat kedaruratan medis.
Berikut bunyi pasal 467:
(1) Setiap perempuan yang melakukan aborsi dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 12 minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.
Sedangkan pada pasal 468 disebutkan bahwa pihak yang melaksanakan tindakan aborsi dapat dipidana minimal 5 tahun penjara.
Berikut bunyi pasal 468:
(1) Setiap orang yang melakukan aborsi terhadap seorang perempuan:
a. dengan persetujuan perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun; atau
b. tanpa persetujuan perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengakibatkan matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun.
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengakibatkan matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Sedangkan pada pasal 469, RKUHP mempertegas hukuman pada pasal 468 jika perbuatan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan, sebagaimana berikut:
(1) Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 468, pidana dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
(2) Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a dan huruf f.
(3) Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan aborsi karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 467 ayat (2) tidak dipidana.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky