tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikritik dan bahkan diolok-olok anggota Komisi III DPR RI, Rabu hingga Kamis (11-12/9/2019) kemarin, saat mereka menggelar uji kelayakan dan kepatutan 10 Calon Pimpinan KPK.
Anggota Komisi III DPR dari fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu, misalnya, mengatakan "mudah-mudahan KPK masih Komisi Pemberantasan Korupsi, belum menjadi Komisi Penghambat Karier" saat mencecar capim yang juga Wakil Ketua KPK aktif, Alexander Marwata, soal pengumuman pelanggaran etik eks Deputi Penindakan KPK Irjen pol Firli Bahuri.
Masinton tidak senang Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengumumkan pelanggaran etik H-1 uji kepatutan dan kelayakan terhadap Firli. Firli adalah satu dari sembilan capim. Semalam (12/9/2019) ia dipilih sebagai Ketua KPK periode 2019-2023.
Orang yang sama juga pernah menuduh pimpinan KPK punya pola pikir "anarko" karena kerap menentang rencana DPR dan pemerintah, salah satunya dalam hal revisi UU KPK.
Dalam otak Masinton, tidak boleh ada satu pun lembaga yang dapat mandat dari UU, juga dibiayai duit negara, melawan apa pun keputusan politik pemerintah dan legislatif.
Lalu ada anggota Komisi III dari Fraksi PPP Arsul Sani yang menyerang langsung Wakil Ketua KPK Laode M Syarief. Anggota tim perumus RKUHP itu tak terima dengan cuitan Laode di Twitter yang memprotes keputusan Presiden mengirim Surat Presiden ke DPR--tanda persetujuan Presiden terhadap revisi UU KPK.
"Saya usul teman-teman yang nanti kami pilih, kami kirim sekolah etika ke John Robert Powers supaya bisa beretika dalam komunikasi publik," kata Arsul, Kamis (12/9/2019).
Desmond J Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, bahkan mengatakan pimpinan KPK periode sekarang "brengsek" karena terus menyerang DPR.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan semua serangan itu adalah bentuk kekesalan karena KPK banyak menindak anggota dewan. KPK mencatat, sejak 2004, ada 255 anggota DPR dan DPRD yang ditindak dari total 1.064. Mereka berada di urutan pertama pesakitan KPK berdasarkan profesi.
Fakta: KPK Lebih Dipercaya Publik
Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, sebelum melontarkan olok-olok ke KPK, DPR mestinya berkaca bahwa lembaganya adalah salah satu yang paling tidak dipercaya publik.
"Bahkan stand up comedy di DPR, dengan lantang anak-anak muda menyerang perilaku-perilaku buruk DPR," kata Lucius kepada reporter Tirto, Jumat (13/9/2019).
Sayangnya itulah yang tidak dilakukan DPR. Bahkan, kata Lucius, DPR menantang balik masyarakat dengan mengabaikan suara mereka, salah satunya dalam pemilihan Pimpinan KPK.
Lucius tidak asal bicara. Berbagai lembaga survei membuktikannya.
Berdasarkan survei Poltracking dua tahun lalu, KPK menempati urutan ketiga sebagai lembaga paling dipercaya publik dengan mengantongi kepercayaan 68 persen responden. Hanya 11 persen responden yang mengaku tak percaya KPK.
Sebaliknya dengan DPR. Lembaga ini paling tidak dipercaya publik. Hanya 50 persen responden menyatakan percaya pada DPR, sementara 27 persen lainnya menyatakan tidak percaya.
Charta Politica juga menggelar survei serupa pada 22 Desember 2018-2 Januari 2019. Charta melibatkan 2000 responden. Hasilnya, KPK mengantongi nilai 18,8, sementara DPR 3,8.
Lembaga Survei Indonesia menempatkan KPK sebagai lembaga negara paling dipercaya publik. 22 persen responden mengaku sangat percaya pada komisi antirasuah itu, sementara 62 persen responden mengaku cukup percaya pada KPK.
Sebaliknya, DPR menempati urutan 2 paling bawah. Hanya 8 persen responden mengatakan sangat percaya pada lembaga legislatif itu, sementara 53 persen responden mengaku cukup percaya pada DPR dan 31 persen responden mengaku sedikit percaya.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino