tirto.id - Penyelamatan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 masih menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) untuk melakukan langkah "demutual" atau penghapusan status mutual [usaha bersama]. PP itu penting agar pemerintah bisa melakukan restrukturisasi untuk menangani kesulitan yang dialami salah satu perusahaan asuransi tertua di Tanah Air itu.
"Menunggu PP dari Presiden untuk demutual. Sekarang kan direksinya juga baru. Nanti kami akan minta juga keterangan dari Badan Perwakilan Anggota (BPA)," kata Ketua Komisi XI DPR Dito Ganindito usai rapat tertutup dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Senin.
AJB Bumiputera merupakan satu-satunya perusahaan asuransi di Indonesia dengan status "mutual". Artinya, pemegang saham Bumiputera adalah seluruh pemegang polis Bumiputera. Status itulah yang membuat proses penyelamatan Bumiputera menjadi ruit.
Dito mengatakan langkah penyelamatan terhadap Bumiputera akan lebih mudah jika status mutual tersebut dihapuskan. Namun, Dito enggan merinci langkah lanjut untuk penyelamatan Bumiputera, jika status mutual perusahaan tersebut sudah dilepaskan.
Dito enggan menjelaskan mengenai tindak lanjut yang akan dilakukan terhadap Bumiputera hingga keputusan akhir diputuskan oleh pemerintah, OJK, DPR dan Bumiputera.
"Detailnya saya gak bisa jelaskan saat ini. Itu juga keputusan yang masih bersifat mungkin," ujar dia, seperti dilansir dari Antara.
Namun yang pasti, kata Dito, Komisi XI DPR akan mengupayakan pembentukan panja atau panitia kerja guna membahas khusus masalah Bumiputera.
"Kami harapkan secepatnya, semoga sebelum reses," ujar dia.
Rapat tertutup antara Komisi XI dan OJK berlangsung empat jam pada Senin siang hingga petang.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso usai rapat tertutup tersebut tidak memberikan komentar meskipun dicecar banyak pertanyaan oleh awak media. Begitu juga dengan Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non-Bank OJK Riswinandi yang irit komentar setelah rapat.
Riswinandi hanya mengatakan belum ada keputusan yang bersifat final dan mengikat untuk Bumiputera.
"Belum, nanti saja," ujar dia.
Dalam beberapa tahun terakhir, AJB Bumiputera dililit masalah likuiditas, yang mengakibatkan pencairan polis nasabah tertunda-tunda.
Baca laporan khusus Tirto tentang AJB Bumiputera di sini
Pada 21 Oktober 2016, OJK mengeluarkan surat, menunjuk tujuh orang pengelola statuter dan lima tim ahli untuk mengambil alih AJB Bumiputera 1912. Secara bersamaan, direksi, komisaris, Badan Perwakilan Anggota (BPA) yang sebelumnya menjabat dinonaktifkan.
Pengelola statuter ini bertugas melakukan restrukturisasi secara menyeluruh terhadap perusahaan. Mereka juga harus memastikan kegiatan operasional perusahaan tetap berjalan baik dan lancar.
“AJB Bumiputera mengalami kesulitan likuiditas dan solvabilitas sehingga tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada pemegang polis,” tulis OJK dalam suratnya.
Sebelum diambil alih pengelola statuter, sudah dilakukan upaya penyehatan keuangan Bumiputera oleh dewan direksi dan komisaris. Namun, keuangan Bumiputera tetap tak membaik. Ketimpangan antara utang dan aset saat diambil alih OJK, nilainya melebihi Rp10 triliun.
Secercah harapan sempat muncul ketika AJBB bekerja sama dengan PT Evergreen Invesco Tbk (GREN). Dalam kerja sama itu, Evergreen, melalui anak usahanya PT Pacific Multi Industri membeli saham PT Bumiputera 1912. AJBB membentuk anak usaha bernama PT Bumiputera 1912 yang menaungi dua subholding, yakni PT Bumiputera Properti Indonesia dan PT Bumiputera Investama Indonesia.
Dari kerja sama itu, Evergreen berencana menerbitkan saham baru atau rights issue senilai Rp10 triliun, dari target awal Rp30 triliun, untuk membayar kewajiban AJBB. Sayang, upaya pendanaan tersebut ternyata gagal terealisasi.
Dalam perjalanannya, kerja sama antara AJBB dan Evergreen yang berjalan sekitar 1 tahun terpaksa berakhir. Pada 10 Januari 2018, kerja sama kedua perseroan itu resmi dibatalkan karena perbedaan visi.
Penulis: Antara
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti