tirto.id - Tak ada lagi demonstrasi di depan gerbang Gedung DPR RI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, pagi tadi (25/9/2019). Lalu lintas normal saja. Maksudnya, relatif padat seperti hari-hari biasa.
Yang tidak biasa adalah yang tengah dikerjakan Najib (46) dan kawan-kawannya sesama petugas kebersihan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta Pusat. Najib dan teman-temannya biasa disebut 'Pasukan Oranye', merujuk pada seragam yang mereka kenakan.
Saat saya datang, mereka tengah bertungkus lumus membersihkan jalan dan mengecat ulang tembok pembatas Tol Dalam Kota. Arena ini jadi kanvas raksasa para mahasiswa, buruh, dan masyarakat sipil lain saat berdemonstrasi menentang pengesahan berbagai peraturan kontroversial yang tengah dibahas DPR dan pemerintah, Selasa (24/9/2019) kemarin.
"Ada yang ngecat tembok, nyemprot trotoar, nyapu. Macam-macam tugasnya. Dibagi-bagi." kata Najib dengan semangat.
Pada hari normal, Najib bertugas di berbagai kecamatan kecuali depan DPR. Dia baru digeser dua hari terakhir. Bosnya meminta dia dan kawan-kawannya membersihkan sisa-sisa 'coretan dinding' di sekitar gedung yang selesai dibangun pada 1 Februari 1983 ini.
"Kalau ada kejadian besar biasanya memang seperti ini," katanya.
Jumlah Pasukan Oranye yang diturunkan mencapai 100 orang, kata Rahman, pengawas dari Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Pusat sekaligus mandor Najib. Pemprov DKI juga mengerahkan 10 unit mobil sweeper dan penyemprot air, empat kendaraan angkut, dan delapan dump truck.
Pasukannya bergerak pagi-pagi sekali dari arah Gelora Bung Karno, kemudian mengitari Gedung DPR searah jarum jam.
Aksi bersih-bersih selesai pukul 14.00. Ini waktunya pasukan istirahat.
Coretan Dinding
Coretan dinding menampilkan pesan-pesan protes dan geram terhadap kinerja DPR dan pemerintah, alih-alih makian.
Beberapa di antaranya: "Hutan Dibakar, KPK Diperkosa", "Save Riau", "Dewan Penindas Rakyat", "Demokrasi Dikorupsi", "Mahasiswa Indonesia Ada dan Berani", "Tolak RKUHP", "DPR Enggak Mutu", dan "Revisi Otak DPR".
Selain coret-coret, banyak pula demonstran yang membawa poster tuntutan yang isinya kadang lucu dan lantas viral di media sosial.
"Ada juga kalimat makian ke DPR. Tapi kelihatannya lebih ke sikap emosi," kata Rahman.
Rahman mengaku meski tugasnya lebih menumpuk ketimbang hari-hari biasa, dia enggan menyalahkan para demonstran. "Yang namanya demo, aneh juga kalau cuma diam-diam," kata dia sambil terkekeh. "Mungkin mereka saking jengkelnya, ya, sampai mengekspresikannya dengan berbagai cara."
"Kami sih enggak mau menyalahkan. Setiap orang, kan, punya hak menyalurkan aspirasi," tambahnya.
Lagipula kerusakan ini tidak tergolong parah, aku Rahman. Memang ada beberapa yang rusak, seperti pembatas jalan TransJakarta dengan jalan umum serta pagar DPR. Tapi, katanya, itu gampang diperbaiki.
Najib juga tidak jengkel. Meski mengaku "takut kalau komentar politik", dia memaklumi demonstran yang mungkin menilai "kinerja DPR buruk". Dan memang itulah penilaian para demonstran.
Di atas mobil komando, Dino, seorang mahasiswa UKI, mengatakan: "DPR ngawur karena mengesahkan Undang-Undang serba kilat."
Kesulitan karena Gas Air Mata
Alih-alih coretan dinding, yang menghambat kerja Pasukan Oranye adalah gas air mata yang masih terasa.
"Sampai sekarang masih terasa. Pengaruh ke kinerja kami," aku Rahman.
Beberapa orang petugas bahkan mengoleskan pasta gigi di bawah kelopak mata--trik yang dianggap ampuh meminimalisasi efek gas air mata.
Entah berapa gas air mata yang dilontarkan polisi saat menghalau aksi mahasiswa kemarin. Gas air mata jadi senjata polisi untuk memukul mundur demonstran sejak kericuhan pertama pecah pada pukul 16.22. Polisi masih juga memuntahkan gas air mata sampai malam hari.
Selongsong yang ditemukan wartawan menunjukkan kalau beberapa gas air mata yang dipakai sudah kedaluwarsa.
Saat Pasukan Oranye tengah bekerja, sepasukan polisi masih bersiaga di dalam kompleks parlemen. Kendaraan taktis pun terpantau diparkir di bagian dalam. Korps baju cokelat ini mungkin kembali bekerja karena beberapa jam setelah Rahman dan Najib menuntaskan tugasnya, datang lagi demonstran. Kali ini anak-anak sekolah menengah.
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Rio Apinino