Menuju konten utama

Diskriminasi Suporter Perempuan Iran di Stadion Sepakbola

Pelarangan suporter perempuan Iran memasuki stadion mendapat kritik dari media massa dan anggota parlemen perempuan di Iran.

Diskriminasi Suporter Perempuan Iran di Stadion Sepakbola
Pemain Iran selebrasi menyusul keberhasil mereka lolos ke Piala Dunia Rusia. FOTO/Reuters

tirto.id - Farnaz, mahasiswi Jurusan Teknik Elektro Universitas Teknologi Isfahan tak bisa menahan kesal. Perempuan berusia 24 tahun itu telah melakukan perjalanan bus selama tujuh jam dari Isfahan menuju Stadion Azadi, Teheran demi mendukung Tim Nasional (timnas) Iran melawan Timnas Suriah dalam laga kualifikasi Piala Dunia 2018 pada Selasa (5/9). Namun perjalanan itu mesti berakhir dengan kesia-sian karena adanya aturan yang melarang perempuan menonton pertandingan sepakbola di dalam stadion.

“Saya tak ingin berdiam di rumah dan tidak melakukan apa pun. Saya ingin protes,” kata Farnaz seperti diberitakan The Guardian, Rabu (6/9).

Di Iran, menjadi penggila bola perempuan seperti Farnaz sebuah kondisi yang tak menyenangkan. Bulan April lalu ia harus menyamar menjadi pria demi bisa menonton pertandingan klub kesayangannya Persepolis di stadion yang sama. Euforia keberhasilan itu membuat larangan menonton Iran vs Suriah meninggalkan sebal mendalam di benak Farnaz. Saat itu juga ia protes di luar stadion.

“Saya mencetak sebuah spanduk, yang oleh para penjaga disita dari saya dengan cara yang paling brutal,” kata Farnaz.

“Saya juga menginginkan sebuah kursi di Stadion Azadi--biarkan wanita masuk,” bunyi spanduk protes Farnaz.

Baca juga:

Ketika Perempuan Dinomorduakan di Dunia Kerja

Diskriminasi dan Hukuman bagi Jilbab dan Cadar

Zumba dan Deretan Larangan di Iran

Iran Tahan Enam Remaja karena Ajarkan Tari Zumba

Di Iran, para perempuan hanya boleh menonton sepakbola yang dimainkan perempuan. Bukan yang dimainkan laki-laki. Sejak beberapa tahun belakangan, kaum perempuan Iran telah berupaya menuntut penghapusan peraturan tersebut. Namun baru kali itu perjuangan mereka mendapat perhatian serius koran nasional di Teheran.

Sejumlah koran mempertanyakan alasan pelarangan itu. Sebab di saat yang sama, panitia justru mengizinkan suporter perempuan Suriah bisa masuk ke dalam stadion.

“Sebuah Paradoks Iran,” tulis koran Bahar.

Dengan nada satir Bahar menyindir pelarangan itu dengan sebutan: “tuan rumah ditinggalkan di belakang pintu, sedangkan tamu melenggang masuk ke dalam stadion”. Mereka juga menyandingkan gambar suporter perempuan Timnas Iran yang berdemonstrasi di luar stadion dengan gambar suporter Timnas Suriah yang asik menonton pertandingan.

Anggota Parlemen Perempuan Iran Faremen Hosseini berencana memanggil menteri olahraga terkait kasus tersebut. Menurutnya pelarangan suporter perempuan menonton sepakbola merupakan bentuk diskriminasi. “Apa yang akan Anda lakukan untuk mengakhiri diskriminasi ini?” tanya Faremen kepada menteri melalui akun Twitter-nya.

Nahid Tajedin, seorang anggota parlemen reformis dari Isfahan juga menyampaikan rasa prihatin. Dalam sebuah kicauan di Twitter, Nahid mengatakan pelarangan suporter perempuan memasuki stadion sebagai bentuk diskriminasi berlapis.

“Bagian yang paling menyedihkan dari pertandingan kemarin di Stadion Azadi adalah bahwa diskriminasi berdasarkan kewarganegaraan Anda ditambahkan pada diskriminasi gender yang sudah ada. Wanita Suriah diizinkan tapi wanita Iran tidak hadir.”

Shiva Nazar-Ahari, seorang aktivis hak asasi perempuan terkemuka yang sebelumnya dipenjarakan karena kritik-kritiknya ikut menceritakan pengalamannya hari itu. Shiva mengatakan dirinya telah membeli dua tiket pertandingan pada awal pekan. Masing-masing tiket harganya 15.000 rials (sekitar £ 3). Namun, begitu sampai di stadion, ia dan perempuan lain dilarang masuk oleh petugas keamanan. Saat itu menurutnya ada sekitar 20 perempuan Iran yang melakukan protes di luar stadion.

“Kami berharap mereka mengizinkan kami masuk. Kami antre selama dua jam. Mereka mengatakan bahwa mereka perlu memeriksa apakah mereka bisa membiarkan kami masuk, dan kadang-kadang kami pikir mereka akan melakukannya," katanya.

"Kami melihat suporter perempuan Suriah masuk tanpa masalah, dan kemudian mereka berkata: 'Tidak, Anda tidak bisa masuk.”

“Itu adalah pengalaman yang sangat pahit. Saya hampir menangis - belum pernah saya merasa dikalahkan dan dipermalukan,” sesal Shiva.

Para suporter perempuan Timnas Iran membeli tiket secara online di situs penjualan resmi sekira sepekan sebelum pertandingan. Penjualan ini diartikan sebagai pencabutan larangan perempuan menonton sepak bola. Namun federasi sepakbola Iran kemudian mengatakan bahwa tiket tersebut dijual karena kesalahan dan berjanji untuk mengembalikan uang pembeli.

Didorong oleh rasa penasaran, beberapa perempuan yang masih memiliki tiket memutuskan tetap pergi ke stadion pada hari pertandingan. Sayangnya upaya mereka sia-sia belaka. Beberapa menit sebelum kick-off, komentator TV Iran mengatakan: "Sayang sekali bahwa wanita Iran tidak hadir saat kita melihat wanita dari Suriah dan negara-negara lain di dalamnya," tulis BBC.

Parvaneh Salahshuri, seorang anggota parlemen perempuan Iran mengungkapkan kepada Kantor Berita Mahasiswa Iran (ISNA) bahwa kementerian olahraga telah mengundangnya menyaksikan pertandingan dari dalam stadion bersama anggota parlemen perempuan lain. Namun, undangan itu ia tolak karena pendekatan yang bersifat selektif.

"Selama anak perempuan di negara ini dipaksa untuk mengenakan pakaian pria dan menghadapi ribuan masalah untuk memasuki stadion dan menyaksikan pertandingan, saya sebagai wakil rakyat tidak suka pergi ke stadion dengan izin khusus," katanya.

Namun tidak semua anggota parlemen perempuan di Iran bersikap serupa Parvaneh. Tayebeh Siavoshi, misalnya tertangkap kamera media menyaksikan pertandingan dari tribun stadion. Menanggapi kritik dari para pengikutnya di Twitter Parvaneh mengatakan kehadirannya bukan karena undangan pemerintah.

"Tidak ada yang mengundang saya untuk menghadiri pertandingan. Saya mengajukan permintaan untuk pergi. Mengambil pendekatan pasif dan menolak hadir tidak akan berjalan baik."

Setelah kemenangan revolusi Islam Iran pada tahun 1979, wanita secara bertahap dicegah untuk menghadiri acara olahraga. Otoritas Iran percaya bahwa tidak pantas bagi wanita untuk menghadiri pertandingan sepakbola pria. Pada 2006, mantan Presiden Mahmoud Ahmadinejad mencoba mendapatkan persetujuan dari ulama berpengaruh untuk memaksakan pemikiran ulang atas larangan tersebut. Ia menghadapi kritik dari politisi konservatif dan kemudian menjatuhkan permintaannya.

Pertandingan Selasa itu berakhir dengan skor 2-2. Iran memastikan tiket lolos ke Piala Dunia 2018 sebagai juara grup dengan perolehan poin 22. Sedangkan peluang Suriah meraih tiket ke Piala Dunia 2018 masih harus ditentukan lewat laga playoff melawan Australia pada 5 dan 10 Oktober 2017 nanti.

Baca juga artikel terkait KUALIFIKASI PIALA DUNIA 2018 atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Olahraga
Reporter: Jay Akbar
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar