Menuju konten utama

Zumba dan Deretan Larangan di Iran

Pemerintah Iran melarang film hingga tarian yang berasal dari negara barat.

Zumba dan Deretan Larangan di Iran
Para perempuan berlatih Zumba di taman kota Teheran, Iran. FOTO/Alamy

tirto.id - Bagi warga Kolombia, zumba menjadi rutinitas untuk kebugaran tubuh. Rutinitas kebugaran itu kemudian mulai menyebar di berbagai negara berkat media sosial seperti Youtube, Facebook hingga Instagram. Sayangnya, tidak semua negara bisa menerima zumba. Di Iran, zumba justru membawa petaka.

Empat anak laki-laki dan dua anak perempuan di Iran ditangkap karena kedapatan mengajarkan zumba dan membuat video pendek tentang gerakan-gerakan zumba kemudian diunggah di media sosial. Di Iran, seorang perempuan dilarang menari di depan laki-laki yang bukan dari keluarga dekat mereka.

“Tim ini menarik perhatian laki-laki dan perempuan, mengajari mereka tarian barat dan membuat klip video mereka di aplikasi media sosial seperti Telegram dan Instagram. Mereka ditangkap oleh pasukan intelijen saat mengajarkan dan membuat klip video.... Saat mereka berusaha mengubah gaya hidup dan mempromosikan kurangnya [penggunaan] jilbab,” kata seorang komandan Garda Revolusi, Hamid Damghani.

Seperti negara lainnya, “demam” Zumba juga sedang menghinggapi Iran. Olahraga kebugaran itu menjadi populer dalam beberapa tahun terakhir di Iran. Guna menjaga “tradisi” setempat agar tidak tergerus oleh tradisi barat, pemerintah melarang zumba dan tarian lainnya.

Iran adalah negara yang menegaskan identitasnya sebagai negara Islam. Sejak revolusi tahun 1979, simbol-simbol Islam melekat erat dalam keseharian penduduk Iran. Mulai dari politik hingga gaya berbusana seperti mewajibkan perempuan untuk menggunakan jilbab dan tak mengenakan pakaian yang ketat serta aturan lainnya.

Baca juga: Perempuan di Antara Aturan Pemerintah dan Agama

Di bawah kepemimpinan Mahmoud Ahmadinejad pada 2005, aturan yang didasarkan pada agama semakin diperketat di Iran. Dalam kampanyenya, ia berjanji akan lebih banyak mempromosikan budaya Islam. Sehingga budaya barat atau luar yang dirasa bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut Iran dengan tegas ditolak dari dilarang di negara tersebut.

Beberapa bulan setelah terpilih menjadi presiden Iran, Ahmadinejad langsung melarang film asing ditayangkan di Iran. Meski banyak pakar mengatakan bahwa larangan itu akan menyebabkan berkembangnya pasar gelap untuk kaset film barat, akan tetapi, bagi Ahmadinejad, film-film atau budaya barat yang lebih liberal, sekuler harus dilarang agar tak mengganggu kebijakan internal Iran.

Ketika Hassan Rouhani menggantikan Ahmadinejad pada 2013, Rouhani sedikit melonggarkan aturan sehingga para perempuan “membangkang.” Penggunaan jilbab misalnya, mulai sedikit dilonggarkan.

Jika sebelumnya jilbab yang digunakan akan menutup hingga tak ada sehelai rambut yang terlihat, kini tak jarang perempuan hanya menutup setengah dari kepalanya sehingga sebagian rambutnya dapat terlihat dengan jelas. Para perempuan Iran jug membuat page Facebook dengan nama My Stealthy Freedom sebagai wadah mengunggah foto tanpa jilbab.

Meski demikian, tak berarti Rouhani menyetujui dan menerima kebudayaan bebas yang identik dengan budaya barat untuk masuk secara bebas ke Iran. Sebagian orang menyebutnya sebagai pemimpin Iran yang moderat, namun penyebutan itu sesungguhnya cocok jika dibandingkan dengan Ahmadinejad. Karena pada dasarnya Rouhani tetaplah kaum konservatif garis keras.

Baca juga: Rok Mini di Arab Saudi

Pada 2014, beberapa pemuda juga ditangkap karena menari menggunakan lagu Pharrell Williams yang berjudul Happy. Mereka juga membuat video lalu diunggah di internet. Karena perbuatan yang dianggap melanggar aturan, mereka harus mendekam dalam penjara selama satu tahun dan menerima 91 cambukan. Sedangkan mereka yang terlibat atau berada di balik pembuatan video itu dijatuhi enam bulan penjara.

infografik dilarang di iran

Fitur live dalam aplikasi Instagram juga diblokir di Iran berdasarkan laporan kelompok Hak Asasi Manusia Iran (CHRI). Perintah itu berasal dari otoritas kehakiman untuk memantau media sosial agar tak menerbitkan materi yang melanggar peraturan setempat.

“Kami telah menyarankan agar jaksa di seluruh negeri untuk memantau aktivitas di dunia maya,” kata Jaksa Agung Teheran Mohammad Jafar Montazeri.

Hal ini tak lepas dari reputasi Instagram yang menjadi platform media sosial paling populer di Iran. Diperkirakan, ada 20 juta pengguna Instagram di dalam teritori Iran, menurut data dari Cafe Bazaar yang menjadi aplikasi Android paling populer di Iran yang menyediakan berbagai aplikasi bagi penduduk Iran.

Baca juga: Ahmadinejad yang Terjungkal di Laga Pencalonan Presiden Iran

Dari hasil survei Techrasa, pengguna Instagram di Iran hampir 80 persen membuka media sosial itu setiap hari. Rata-rata 5 kali dalam sehari. Sedangkan sebagian mengakses Instagram hingga 20 menit. Kepopuleran ini menyebabkan pemerintah menjadi cemas akan hadirnya media sosial yang dianggap dapat menyebarkan berbagai materi yang tak sesuai dengan nilai-nilai Iran.

Tak hanya soal media sosial, bidang olahraga juga tak luput dari larangan pemerintah. Maret lalu, Iran melarang beberapa pemain biliar perempuan untuk mengikuti kompetisi baik kompetisi domestik maupun internasional.

Larangan itu dikeluarkan karena melanggar kode etik Islam. Olahraga renang juga dilarang bagi perempuan. Para atlit perempuan Iran berusaha keluar dari larangan itu dengan mencoba menggunakan kostum longgar serta jilbab saat turnamen.

Larangan Iran yang juga mengundang perhatian publik adalah saat Presiden AS Donald Trump mengeluarkan kebijakan imigrasi yang melarang penduduk Iran dan beberapa negara lainnya untuk masuk ke AS, di balas Teheran dengan melarang melarang tim gulat AS mengikuti Freestyle World Cup yang diselenggarakan di Kermanshah, Iran.

Sebagai negara berdaulat, Iran ingin menjaga agar pemudanya tetap memegang nilai-nilai Islam dan tak terpengaruh dengan aktivitas, budaya dan nilai dari budaya barat. Di tengah gempuran teknologi dan media sosial yang sedemikian gencar, tentunya bukan hal yang mudah bagi Iran untuk menegakkan aturan itu. Apalagi, gelombang-gelombang suara yang mengekspresikan keresahan sudah sering bermunculan. Bukan tidak mungkin suatu saat gelombang itu akan pecah menjadi sebuah aksi massa yang lebih besar.

Baca juga artikel terkait IRAN atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Hukum
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti