Menuju konten utama

Dirut PT Permana Putra Mandiri Jadi Tersangka Kasus Korupsi APD

Audit BPKP menunjukkan bahwa perbuatan AT mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp319 miliar.

Dirut PT Permana Putra Mandiri Jadi Tersangka Kasus Korupsi APD
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri, Ahmad Taufik, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat perlingdungan diri (APD) untuk penanganan Covid-19 di Kementerian Kesehatan 2020, di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (1/11/2024). (Tirto.id/Auliya Umayna)

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM), Ahmad Taufik, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat perlingdungan diri (APD) untuk penanganan COVID-19 di Kementerian Kesehatan.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengatakan bahwa kasus ini bermula saat Shin Dong Keun selaku Direktur Utama PT Yonsin Jaya (YJ), perusahaan yang mewakili para produsen APD, menunjuk PT PPM sebagai distributor resmi APD selama dua tahun pada Maret 2020.

Nurul Ghufron menyebut Ahmad telah menandatangani surat pesanan APD dari Kemenkes pada PT. PPM sejumlah 5.000.000 set dengan harga satuan US$48,4.

Surat itu juga ditandatangani oleh Budi Sylvana selaku Pejabat Penentu Kebijakan (PPK) dan Satrio Wibowo selaku Dirut PT. Energi Kita Indonesia.

"Di mana dalam surat tersebut tidak terdapat spesifikasi pekerjaan, waktu pelaksanaan pekerjaan, pembayaran, serta hak dan kewajiban para pihak secara terperinci," kata Ghufron kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (1/11/2024).

Dalam hal ini, PT Yosan Jaya dan PT PPM terlibat dalam mata rantai pengadaan APD tanpa memiliki Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK). Hal tersebut berlawanan dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1191/Menkes/Per/VIII/2010 bahwa penyalur alat kesehatan wajib memiliki IPAK yang diatur Kemenkes.

"Kerja sama antara PT PPM, PT EKI, PT YS, dan para produsen APD merupakan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Hal tersebut berlawanan dengan Pasal 4 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999," tutur Nurul Ghufron.

UU tersebut, kata Ghufron, mengatur bahwa pengusaha dilarang secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan pemasaran sehingga terbentuk monopoli.

Ghufron mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak menyiapkan dan menyerahkan bukti pendukung kewajaran harga kepada PPK sehingga melanggar prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah dalam penanganan keadaan darurat.

"Yaitu, efektif, transparan, dan akuntabel. Hal tersebut tidak sesuai dengan Surat Edaran LKPP Nomor 3 Tahun 2020 Huruf E Nomor 2 dan 3, terkait harga ditetapkan berdasarkan bukti kewajaran harga yang diberikan oleh penyedia," pungkasnya.

Ghufron menyebut bahwa audit BPKP atas pengadaan tersebut menunjukkan bahwa ia telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp319 miliar.

"Selanjutnya, KPK akan melakukan penahanan terhadap tersangka AT untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 1 s.d 20 November 2024," ucapnya.

Ahmad Taufik ditahan di Rutan Cabang Kelas 1 Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK Gd. ACLC atau C1.

Atas perbuatannya, Ahmad Taufik disangkakan telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sebelumnya, KPK juga telah melakukan penahanan terhadap tersangka Budi Sylvana dan Satrio Wibowo, terhitung sejak 3 Oktober 2024 dan diperpanjang per 17 Oktober 2024.

Baca juga artikel terkait KASUS DUGAAN KORUPSI atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fadrik Aziz Firdausi