Menuju konten utama

Dirut Garuda Minta Dukungan di Tengah Kisruh Keuangan Kritis

Dirut Garuda mengatakan, saat ini manajemen tengah berjibaku untuk memaksimalkan upaya dalam upaya pemulihan kinerja.

Dirut Garuda Minta Dukungan di Tengah Kisruh Keuangan Kritis
sebuah pesawat jet Boeing 737 Garuda Indonesia diparkir di apron di Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, Indonesia. AP / Dita Alangkara

tirto.id - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra akhirnya buka suara usai ramai pemberitaan soal kondisi keuangan BUMN tersebut. Garuda disebut punya utang hingga Rp70 triliun, dan harus melakukan berbagai upaya penyelamatan, termasuk dengan menawarkan pensiun dini kepada karywannya.

Melalui pesan yang disampaikan, Kamis (3/6/2021), Irfan menyampaikan permintaan maaf dan mohon dukungan. Ia mengatakan, saat ini manajemen Garuda tengah berjibaku untuk memaksimalkan upaya dalam upaya pemulihan kinerja.

“Saat ini kami jajaran manajemen Garuda berkeinginan untuk fokus dan memaksimalkan upaya dalam upaya pemulihan kinerja serta berbagai program strategis yang tengah dijalankan Perusahaan,” jelas dia.

Irfan menjelaskan, manajemen berkomitmen penuh untuk selalu memprioritaskan transparansi kepada seluruh pemangku kepentingan, termasuk kepada media massa sebagai mitra strategis perusahaan.

"Saya turut menyampaikan apresiasi atas segala bentuk pendapat yang dikemukakan oleh pihak-pihak terkait mengenai kondisi Garuda Indonesia melalui kanal yang beragam," kata Irfan.

Sayangnya, Irfan tidak memberikan penjelasan lebih lanjut tentang bagaimana sebenarnya kondisi Garuda. Hingga 3 Juni 2021, Garuda juga belum menyampaikan laporan keuangan tahun 2020 yang sudah diaudit.

Kondisi Garuda yang buruk justru diungkap oleh anggota Dewan Komisaris Garuda Peter F Gontha yang mengajukan pemberhentian pembayaran gaji mulai Mei 2021.

Pengajuan penolakan gaji dilakukan Peter F Gontha tertulis dalam suratnya yang ditujukan kepada Dewan Komisaris Garuda Indonesia dengan tembusan Direktur Keuangan Garuda Indonesia pada Rabu (2/6/2021). Dalam suratnya Peter Gontha mengatakan, keputusan itu sudah disetujui para jajaran komisaris sebagai respons keras karena manajemen Garuda Indonesia dianggap tidak kompeten untuk menyelesaikan permasalahan keuangan.

Kondisi terkini Garuda diungkap oleh Menteri BUMN Erick Thohir dan Wakil Menteri BUMN Kartika Wijoatmodjo dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (3/6).

Dalam raker yang sedianya membahas tentang anggaran untuk Kementerian BUMN tersebut, sejumlah anggota DPR justru mempertanyakan tentang kondisi Garuda. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo akhirnya menjelaskan bahwa setiap bulan, Garuda menderita rugi hingga USD100 juta. Kerugian timbul karena pendapatan Garuda yang hanya USD50 juta, sementara pengeluaran mencapai USD150 juta.

“Jadi memang sudah tidak mungkin kita lanjutkan dalam situasi ini,” kata Wamen Kartika, atau biasa dipanggil Tiko ini.

Garuda juga memanggul utang hingga Rp70 triliun, dan harus melakukan negosiasi dengan para lessor dan kreditur internasional. Garuda harus mengajukan moratorium utang agar bisa terus hidup.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, salah satu masalah terbesar Garuda adalah berkaitan dengan lessor. Erick mengungkapkan, ada 36 lessor yang harus dipetakan ulang, mana lessor yang sudah masuk kategori dan bekerjasama di kasus yang sudah dibuktikan koruptif.

“Itu yang pasti kita akan standstill, bahkan negosiasi keras. Tapi mesti jujur, ada lessor yang tidak ikutan dengan kasus itu. Tapi pada hari ini kemahalan, karena kondisi. Itu yang harus kita negosiasikan ulang. Beban terberat itu,” ungkap Erick.

Berdasarkan laporan keuangan Garuda per 30 September 2020, Garuda memiliki total liabilitas jangka pendek sebesar USD4,7 miliar atau melonjak dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD 3,2 miliar.

Garuda hanya membukukan pendapatan USD1,138 miliar, anjlok dibandingkan sebelunya sebesar USD3,54 miliar dolar. Per 20 September, menderita rugi tahun berjalan sebesar USD 1,1 miliar dolar, dibandingkan keuntungan sebesar USD 122 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya. Garuda juga punya utang sewa pesawat hingga USD615 juta, melonjak dari sebelumnya USD83 juta. Per 30 September 2020, Garuda memiliki saldo utang obligasi sebesar USD 491,327 juta.

Kondisi keuangan akhirnya menekan saham Garuda. Pada 22 Mei saham Garuda Indonesia terbang ke angka Rp394 usai Trans Corp milik Chairul Tanjung (CT) menambah kepemilikan sahamnya di PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sebesar Rp317,23 miliar.

Namun pada 24 Mei 2021 saham Garuda Indonesia anjlok ke angka Rp294 kemudian terus turun hingga Kamis 3 Juni 2021 yang ditutup dengan harga Rp274.

Baca juga artikel terkait GARUDA INDONESIA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti