tirto.id - Hakim Konstitusi, Arsul Sani, bertekad untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi (MK), yang menurun. Hal itu menyusul dampak putusan kontroversial terkait usia capres-cawapres dalam Pilpres 2024.
Arsul pun bakal menjalankan tugas untuk mengadili perkara-perkara yang menjadi kewenangan MK dan memegang kuat prinsip independensi dan imparsialitas.
“Karena seperti yang disampaikan oleh Ketua MK dalam laporan tahunan 2023, bahwa yang namanya kepercayaan publik adalah modal utama bagi lembaga yudisial termasuk MK. Jadi modal utamanya ini harus dikuatkan secara terus-menerus agar tidak tergerus,” kata Arsul usai acara pengucapan sumpah sebagai Hakim Konstitusi di Istana Negara, Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis (18/1/2024).
Sementara itu, Arsul mengklaim tidak ada putusan pengadilan yang bisa memuaskan semua pihak. Arsul menjelaskan yang terpenting dari setiap putusan adalah pertimbangan atau argumen hukum yang jelas.
“Saya kita itu ikhtiar kita. Kalau argumentasi hukumnya baik, meskipun ada pihak yang tidak puas itu akan berbeda hasilnya,” kata dia.
Lebih lanjut dia menuturkan, untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik, MK bisa belajar dari Polri yang disebutnya bisa bangkit di tengah merosotnya kepercayaan publik akibat kasus Ferdy Sambo.
“Saya yakin dengan semangat kebersamaan dan kekompakan para hakim MK di bawah pimpinan Yang Mulia Hakim Suhartoyo, (kepercayaan publik) ini akan bisa rebound (bangkit kembali),” ujar dia.
Arsul Sani dilantik sebagai Hakim Konstitusi berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 102 P Tahun 2023 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Hakim Konstitusi yang diajukan oleh DPR. Keppres tersebut ditetapkan pada 24 Oktober 2023.
Mengutip laman Mahkamah Konstitusi RI, Arsul diajukan DPR sebagai Hakim Konstitusi menggantikan Wahiduddin Adams yang purna tugas karena memasuki usia pensiun Hakim Konstitusi, yakni 70 tahun pada 17 Januari 2024.
Arsul yang lahir di Pekalongan, 8 Januari 1964 merupakan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebelum diajukan menjadi hakim konstitusi.
Editor: Intan Umbari Prihatin