tirto.id - Presiden Direktur PT Adaro Energy, Garibaldi Thohir atau akrab disapa Boy Thohir menilai kehadiran pembangkit listrik berbasis batu bara atau PLTU belum dapat digantikan dalam waktu dekat.
Menurutnya, Indonesia masih memerlukannya lantaran memiliki kebutuhan energi dalam negeri yang cukup besar.
Meskipun disinggung oleh film Sexy Killer memiliki dampak buruk bagi lingkungan, paling tidak katanya kebutuhan energi dapat dipenuhi sendiri.
Solusi ini kata Boy lebih baik dibanding mengandalkan impor energi dari luar negeri.
"Pertanyaan buat kita-kita. Misal udah kita enggak pakai batu bara deh. Tutup semua (PLTU). Terus mau dari mana energinya. Mau impor semua dari luar negeri?" ucap Boy kepada wartawan usai peluncuran aplikasi “umma” di Rumah Maroko, Menteng Jakarta Pusat pada Kamis (25/4/2019).
Pernyataan Boy ini menanggapi kritik film Sexy Killer yang menyoroti dampak lingkungan dan sosial dari bisnis pertambangan dan PLTU batu bara.
Terlepas film itu, Boy yakin saat ini energi yang berasal dari batu bara masih dapat diandalkan. Sebab memiliki biaya yang murah dan efisien.
"Batu bara tetap sumber energi yang paling murah," ucap Boy.
Boy mencontohkan di belahan dunia lain, negara seperti Jepang yang sudah beranjak pada penggunaan pembangkit listrik tenaga nuklir memilih untuk kembali ke batu bara usai mengalami tsunami.
Di sisi lain, ia juga menyebutkan Indonesia masih menemui sejumlah kendala saat akan beralih ke energi baru terbarukan (EBT).
Meskipun tenaga surya menjadi pilihan yang cukup menjanjikan, ia mengatakan realisasinya pun masih terkendala oleh biaya teknologi yang mahal.
Sementara untuk tenaga bayu dan hidro saat ini belum tentu dapat digunakan di berbagai tempat.
"Indonesia misalkan tutup udah semua PLTU terus dari mana energinya. Dari matahari. Oke siang, malem gimana. Angin dan hidro juga," ucap Boy.
Pada film Sexy Killer itu digambarkan sejumlah penduduk dibeberapa wilayah pulau Kalimantan dan Jawa menanggung akibat dari pertambangan batu bara dan PLTU. Misalnya masalah kesehatan hingga pencemaran lingkungan darat dan laut.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nur Hidayah Perwitasari