tirto.id - Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, terus memantau kondisi Palestina. Dia menuturkan tidak ada satupun kalimat yang bisa menggambarkan situasi saat ini.
"Confirm situasi semakin memburuk," kata Retro saat rapat kerja bersama Komisi I DPR RI di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Dia mengatakan sejak konflik Palestina dan Israel kembali pecah pada 7 Oktober 2023, lebih dari 2 juta orang terusir. Mayoritas terusir beberapa kali di Gaza.
"Dari Selatan mereka didorong untuk masuk ke Utara dan Rafah menjadi target serangan Israel dengan alasan memburu tokoh-tokoh Hamas," ucap Retno.
Retno menyebut 196 personel PBB dan lebih dari 36 ribu orang terbunuh. Sementara itu, 15 ribu di antaranya adalah anak-anak serta 82.057 orang mengalami luka-luka.
Di sisi lain, pelayanan rumah sakit sangat minim. Hanya sedikit rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan, itu pun tidak secara maksimal. Dia mengatakan rumah sakit Indonesia sudah tidak berfungsi sejak November tahun lalu.
"Organisasi PBB yang mengurus pengungsi Palestina terus diperlemah secara sistematis. Mulai dari adanya tuduhan keterlibatan bahwa staf rumah sakit terlibat dalam serangan 7 Oktober lalu dan tanpa menunggu adanya investigasi beberapa negara donor membekukan bantuan," tutur Retno.
Retno menjelaskan investigasi telah dilakukan dan hasilnya tidak terbukti. Setelah tuduhan tidak terbukti, beberapa negara telah menghidupkan kembali bantuannya untuk rumah sakit itu.
Namun, Amerika Serikat memutuskan tidak akan mencairkan kembali bantuannya ke Unrwa. Retno mengatakan saat ini Israel berupaya untuk melabel Unrwa sebagai organisasi teroris.
"Indonesia mengecam keras upaya ini. Unrwa tidak hanya memberikan pelayanan kepada para pengungsi di Gaza, tetapi juga di Suriah, Tepi Barat di Yordania, Lebanon," tutur Retno.
Retno mengatakan pelemahan secara sistematis terhadap Unrwa tentunya berdampak tidak saja pada pelayanan kepada para pengungsi tetapi lebih dari itu yang harus dicermati justru adalah bahwa upaya ini memiliki tujuan lebih strategis, yaitu meniadakan isu pengungsi.
"Jika isu pengungsi tidak ada, maka mereka para pengungsi terpaksa harus berada di masing-masing negara penampung selamanya dan isu return to homeland bagi para pengungsi Palestina menjadi nihil," tukas Retno.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Intan Umbari Prihatin