tirto.id - Baru-baru ini, wacana kenaikan tajam harga tiket masuk ke Candi Borobudur, candi Buddha terbesar di dunia menurut Guinness World Records yang terletak di Indonesia, menjadi topik perdebatan hangat.
Hal ini dimulai dari pengumuman Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bahwa harga tiket untuk naik ke Candi Borobudur menjadi Rp 750 ribu bagi wisatawan domestik dan 100 dolar Amerika Serikat (AS) untuk wisatawan mancanegara, lewat akun Instagram pribadinya pada Sabtu (5/6/2022).
Sebagai informasi, saat ini harga tiket masuk ke Candi Borobudur adalah Rp 50.000 untuk turis lokal dewasa dan 25 dolar AS atau Rp 350 ribu untuk turis mancanegara dewasa.
Lebih lanjut, Luhut mengatakan bahwa ia juga berencana membatasi kuota turis yang mengunjungi situs tersebut sebanyak 1.200 orang per hari. Adapun khusus untuk pelajar, harga tiketnya Rp 5.000.
Luhut juga menjelaskan dalam unggahannya bahwa langkah ini dilakukan untuk menjaga kelestarian kekayaan sejarah dan budaya nusantara. Kemudian, semua turis nantinya harus menggunakan tour guide dari warga lokal sekitar kawasan Borobudur. Luhut menyebut langkah ini demi menyerap lapangan kerja baru sekaligus menumbuhkan sense of belonging terhadap kawasan ini.
Perlu juga diketahui bahwa menurut Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, harga tiket Rp 750 ribu ini khusus untuk wisatawan lokal yang hendak naik ke bangunan atau area stupa Candi Borobudur.
Sedangkan tiket masuk Candi Borobudur untuk wisatawan lokal dewasa tetap Rp 50 ribu. Wisatawan yang membayar tiket masuk Rp 50 ribu hanya sampai di pelataran Candi Borobudur atau tidak dapat naik ke area stupa Candi Borobudur.
Memang, sejak pandemi, atau dua tahun lalu, area stupa Candi Borobudur juga belum dibuka kembali, seperti dilansir dari Kompas.
Sejak diumumkan, keputusan tersebut menjadi perbincangan secara luas di jagad maya. Di media sosial Twitter misalnya, kata kunci “Candi Borobudur” akan menunjukkan berbagai diskusi mengenai harga tiket baru naik area stupa ini. Banyak yang menganggap kenaikan harga tiket ini seperti komersialisasi situs candi.
Dengan banyaknya protes mengenai wacana harga tiket naik area stupa ini, Menteri Luhut akhirnya menunda kenaikan harga tiket Candi Borobudur. Hal ini disampaikan Gubernur Ganjar setelah bertemu dengan Menko Marives Luhut di Semarang, Selasa (7/6/2022).
"Kita postpone dulu. Tadi Pak Menteri [Luhut Binsar Pandjaitan] sudah menyampaikan, 'Pak Gub itu kita postpone dulu, biar tidak terjadi cerita yang ke mana-mana'," kata Ganjar dalam pernyataannya, ditulis Rabu (8/7/2022).
Menurut Ganjar, diperlukan beberapa langkah sebelum akhirnya diberlakukan kenaikan harga tiket, apalagi banyak masyarakat yang melayangkan protes atas rencana tersebut. Penerapan kenaikan harga tiket ke area stupa Candi Borobudur, perlu dikaji lagi bersama Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur dan Balai Konservasi Borobudur.
Ganjar menjelaskan bahwa penataan di kawasan Candi Borobudur masih terus dilakukan, sehingga harus dicari skema-skema terbaik untuk mengatur wisatawan yang ingin naik ke area stupa candi. Baik dengan pembatasan kuota maupun dengan instrumen lain, salah satunya penentuan harga tiket naik area stupa Candi Borobudur.
Namun, seperti apa sebetulnya wacana kenaikan tarif masuk ke area stupa Borobudur itu jika melihat situs bersejarah lain? Seperti apa kondisi Borobudur dari tahun ke tahun selama ini?
Biaya Masuk Candi Borobudur Dibandingkan Dengan Situs Lain
Mengenai kritik terhadap mahalnya biaya naik ke atas Candi Borobudur ini, Tirto melakukan perbandingan biaya antara Candi Borobudur dengan situs sejarah lainnya di Asia Tenggara.
Seperti yang disampaikan Luhut, Candi Borobudur merupakan cagar budaya yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO. Menurut informasi di laman resminya, Candi Borobudur dibangun oleh Dinasti Sailendra antara tahun 780-840 Masehi. Dinasti ini merupakan dinasti yang berkuasa pada masa itu. Candi Borobudur dibangun sebagai tempat pemujaan Budha dan tempat ziarah. Tempat ini berisi petunjuk agar manusia menjauhkan diri dari nafsu dunia dan menuju pencerahan dan kebijaksanaan menurut Buddha. Peninggalan Buddha ini ditemukan oleh pasukan Inggris, di bawah pimpinan Sir Thomas Stanford Raffles pada 1814.
Struktur bangunan Candi Borobudur berbentuk kotak dengan empat pintu masuk dan titik pusat berbentuk lingkaran. Jika dilihat dari luar sampai ke dalam, candi terbagi menjadi dua bagian, yaitu tiga zona di bagian luar, dan Nirwana di bagian pusat.
Terkait harga tiketnya, tim Tirto membandingkan wacana harga tiket masuk ke area stupa Candi Borobudur dengan harga tiket masuk situs Warisan Budaya Dunia lainnya di Asia Tenggara.
Perlu diketahui bahwa pencarian harga tiket dilakukan dengan mengumpulkan harga terakhir yang ditemukan dari berbagai sumber. Kami menampilkan beberapa pilihan cagar budaya yang ramai direkomendasikan di sebuah situs informasi wisata serta membandingkan harga masuk situs bagi turis mancanegara, karena harga tiket bagi wisatawan mancanegara merupakan harga termahal. Kemudian, suatu negara biasanya memiliki lebih dari satu situs sejarah yang direkomendasikan.
Seperti terlihat di grafik, wacana harga tiket Candi Borobudur sebesar 100 dolar AS yang diperuntukkan bagi wisatawan mancanegara merupakan yang paling mahal dibanding tiket masuk situs-situs bersejarah lain di daerah Asia Tenggara.
Di urutan kedua, ada Ayutthaya di Thailand dengan harga 50 dolar AS. Ayutthaya berlokasi 80 km dari utara Bangkok. Ia adalah ibu kota Kerajaan Siam dan merupakan pelabuhan perdagangan sekitar tahun 1350 hingga 1767 hingga dihancurkan oleh Burma. Reruntuhan kota tua ini sekarang menjadi Ayutthaya Historical Park, sebuah situs arkeologi yang berisi istana, kuil Buddha, biara dan patung.
Lalu, selain Angkor Wat yang harga tiket masuknya 37 dolar AS, situs-situs bersejarah lainnya terbilang cukup murah. Bahkan, Plain of Jars di Laos harga tiketnya hanya 1.08 dolar AS. Plain of Jars merupakan situs arkeologi yang cukup besar dan dipenuhi batu seperti guci kuno, dengan tinggi antara 1 hingga 3 meter.
Kemudian, jika diperhatikan, wacana harga tiket masuk Candi Borobudur yang akan mencapai 100 dolar AS akan setara dengan tiket masuk ke Kepulauan Galapagos di Samudera Pasifik.
Jika dilihat dari jumlah pengunjung pada 2019 dan 2020, Candi Borobudur memang lebih banyak dikunjungi wisatawan lokal. Pada 2019, jumlah wisatawan lokal sepanjang tahun berjumlah 3,74 juta pengunjung, dibanding 242 ribu wisatawan mancanegara pada tahun yang sama, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
Pandemi memang sempat memukul pariwisata Borobudur, dengan jumlah wisatawan lokal dan mancanegara turun drastis di tahun 2020 dibanding 2019.
Kunjungan wisatawan mancanegara Candi Borobudur sendiri biasanya meningkat pada liburan musim panas, atau sekitar Bulan Juli dan Agustus. Jumlah wisatawan mancanegara mencapai 34 ribu dan 39 ribu pada masing-masing bulan ini pada tahun 2019.Kenaikan Harga Bukan Justifikasi Konservasi
Selama beberapa tahun ke belakang, bagian struktur Candi Borobudur banyak yang tergerus dan mengalami kerusakan. Sebagian penyebabnya adalah cuaca dan juga aksi vandalisme oleh pengunjung.
Pada 2016 lalu, Balai Konservasi Borobudur melakukan upaya penanganan kebocoran dinding candi. Hal ini dilakukan untuk mengatasi rembesan air yang dikhawatirkan akan merusak relief candi. Petugas pemelihara, Yudi Suhartono, menjelaskan bahwa faktor iklim dan cuaca merupakan faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap kelestarian candi. Arsitektur candi yang tanpa atap menyebabkan permukaan batu candi langsung terpapar dengan kondisi lingkungan sekitar candi.
Candi Borobudur juga kerap jadi korban aksi vandalisme pengunjung. Pada 2020 misalnya, Balai Konservasi Borobudur (BKB) mengungkap penemuan ribuan noda permen karet yang menempel di bebatuan Candi Borobudur. "Itu dari vandalisme pengunjungnya yang di pengamatan kita dan selalu kita lakukan pembersihan. Ada semua, teras stupa," kata Kepala BKB, Tri Hartono, seperti diberitakan Detik.
Yang terbaru, dalam siaran pers Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 7 Juni 2022, berdasarkan hasil monitoring dari Balai Konservasi Borobudur, telah ditemukan bagian dengan kondisi keausan batu dan kerusakan beberapa bagian relief. Pembebanan pengunjung (over capacity) yang berlebihan juga dikhawatirkan akan berdampak pada kelestarian Candi Borobudur, termasuk penurunan kontur tanah Candi Borobudur.
Sejauh ini, upaya pemugaran Candi Borobudur telah dilakukan sebanyak dua kali, yaitu oleh pemerintah Hindia Belanda dibawah pimpinan Van Erp dan yang kedua dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang diketuai oleh Soekmono (alm), menukil dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pemugaran pertama dilakukan tahun 1907 hingga 1911, dibiayai oleh pemerintah Hindia Belanda. Sasaran pemugaran lebih banyak ditujukan pada bagian puncak candi yaitu tiga teras bundar dan stupa pusatnya. Namun oleh karena beberapa batunya tidak diketemukan kembali, bagian puncak (catra) stupa, tidak bisa dipasang kembali. Pemugaran bagian bawahnya lebih bersifat tambal sulam seperti perbaikan/pemerataan lorong, perbaikan dinding dan langkan tanpa pembongkaran sehingga masih terlihat miring.
Kemudian yang kedua dilakukan tahun 1973 hingga 1983. Berdasarkan perbandingan antara kondisi saat itu dengan foto-foto yang dibuat Van Erp, diketahui ternyata proses kerusakan pada Candi Borobudur terus terjadi dan semakin parah, terutama pada dinding relief. Batu-batunya rusak akibat pengaruh iklim. Selain itu bangunan candinya juga terancam oleh kerusakan.
Dengan dana dari Pelita dan dana UNESCO, pada tahun 1975 mulailah dilakukan pemugaran secara total. Dalam pembongkaran tersebut ada tiga macam pekerjaan.
Pertama, pekerjaan tekno arkeologi yang terdiri atas pembongkaran seluruh bagian Rupadhatu, yaitu empat tingkat segi empat di atas kaki candi.
Kedua, pekerjaan teknik sipil dalam bentuk pemasangan pondasi beton bertulang untuk mendukung tiap tingkatan Candi Borobudur, dengan diberi saluran air dan lapisan kedap air di dalam konstruksinya.
Ketiga, pekerjaan kemiko arkeologis yaitu pembersihan dan pengawetan batu-batunya, dan akhirnya penyusunan kembali batu-batu yang sudah bersih dari jasad renik (lumut, cendawan, dan mikroorganisme lainnya) ke bentuk semula.
Namun, upaya konservasi seharusnya tidak menjadi pembenaran atas kenaikan harga tiket yang sangat mahal, seperti yang dijelaskan dosen sejarah Universitas Gadjah Mada, Dr. Sri Margana. Menurut beliau hingga saat ini masyarakat belum mendapat penjelasan soal asal mula harga Rp 750 ribu tersebut.
“Kalau logika saya, kenaikan harga yang sangat tinggi itu sekedar mencegah orang yang berminat datang naik ke candi. Tapi peruntukannya untuk apa, itu nggak jelas,” ujar dosen UGM tersebut ketika dihubungi pada Rabu (8/6/2022).
Dr. Sri Margana juga menjelaskan bahwa biaya konservasi itu bukan dari tiket, melainkan dari APBN pemerintah dan juga lembaga-lembaga lainnya.
“Jadi biasanya harga tiket untuk operasional atau perawatan kawasan wisata tersebut,” jelas Sri Margana.
Sri Margana berpesan bahwa kebijakan ini sifatnya segregatif dan seperti dikhususkan untuk orang yang mampu saja. Selain itu, penting untuk mengingat bahwa Candi Borobudur ini adalah tempat suci, tempat beribadah umat Buddha.
“Sebaiknya umat Buddha diberi kesempatan untuk menggunakan candi untuk beribadah, tidak setiap hari dibuka untuk turisme dan disisakan dua hari saja untuk beribadah. Tidak semua dieksploitasi untuk komersialisme," pungkasnya.
Editor: Farida Susanty