Menuju konten utama

Di Balik Upaya Pemerintah Tarik Polisi Menduduki Jabatan Publik

Peneliti ISESS mengingatkan karier pejabat di kementerian/lembaga akan terganggu akibat pengangkatan pejabat dari Polri.

Di Balik Upaya Pemerintah Tarik Polisi Menduduki Jabatan Publik
Kapolda Jateng Irjen Pol. Ahmad Luthfi saat pembukaan Program Pembinaan Dan Pemulihan Profesi Terhadap Anggota Polri Yang Sedang Menjalani Hukuman dan Masa Pengawasan Tahun 2021, di Pusat Pendidikan Binmas Lemdiklat Polri di Banyubiru, Kabupaten Semarang, Senin. (FOTO/Humas Polda Jateng)

tirto.id - Kapolda Jawa Tengah, Irjen Polisi Ahmad Luthfi, akan didapuk sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan. Informasi ini diungkapkan Menteri Perdagangan cum Ketua Umum DPP PAN, Zulkifli Hasan atau Zulhas, saat menghadiri Rakorwil DPW PAN Jateng di Semarang pada Sabtu (8/6/2024).

“Kan lagi anu, proses untuk Irjen Kemendag, ini sudah hampir selesai,” kata Zulhas saat ditanya mengenai isu pensiun dini Ahmad Luthfi jika diusung Partai Amanat Nasional (PAN) untuk maju pemilihan gubernur (Pilgub) Jateng 2024.

Dalam acara tersebut, Zuhas tidak hanya membocorkan informasi bila Kapolda Jateng itu akan didapuk sebagai Irjen Kemendag, tapi juga soal potensi Luthfi maju Pilgub Jawa Tengah 2024. Sejauh ini, baliho Luthfi memang menghiasi sejumlah wilayah Jateng sebagai bakal kandidat pilkada serentak pada November 2024.

“Saya minta Jateng, Pak Luthfi. Jadi PAN mendukung, mengusung, memenangkan Ahmad Luthfi untuk Gubernur Jawa Tengah periode 2014--2029,” tegas Zulhas.

Kabar tersebut lantas diklarifikasi kembali oleh Asisten Kapolri bidang SDM, Irjen Dedi Prasetyo. Dedi mengatakan, Luthfi tengah mengikuti proses penempatan jabatan Irjen Kemendag.

“Iya sedang berproses karena itu jabatan eselon 1,” kata Dedi, Sabtu, 8 Juni sebagaimana dikutip Antara.

Langkah Luthfi ini menambah daftar anggota kepolisian yang 'lompat' ke Kementerian/lembaga. Mengutip data Tirto pada 2022, sejumlahnya polisi yang menduduki jabatan publik di luar Polri memang banyak. Di Kemenkumham misal, ada dua alumni Polri, yakni Komjen Andap Budhi Revianto yang menjabat sebagai Sekjen Kemenkumham dan Irjen Pol Reynhard SP Silitonga yang menjabat sebagai Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham.

Kursi Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga diduduki oleh anggota kepolisian. Saat ini, kursi tersebut dijabat Komjen Pol Rudy Heriyanto yang sempat menjadi Kapolda Banten. Pejabat sebelumnya juga berlatar belakang polisi, yaitu eks Wakabareskrim Komjen (purn) Antam Novambar.

Di level pejabat tinggi setingkat menteri dan kepala lembaga, sebeumnya juga tercatat banyak. Di kementerian ada Mendagri Tito Karnavian yang merupakan eks Kapolri. Lalu, ada Kepala Badan Intelijen Negara, Komjen (purn) Budi Gunawan yang sebelumnya eks Wakapolri; Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Petrus Reinhard Golose yang merupakan eks Kapolda Bali; Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Boy Rafli Amar; dan eks Kepala BNN, Komjen (purn) Budi Waseso yang menjabat sebagai Dirut Bulog.

Di daftar alumni Polri yang masih aktif hanya tinggal Tito dan Budi Gunawan. Kursi Kepala BNN saat ini diduduki Irjen Pol Martinus Hukom eks Kadensus 88 AT. Kursi Kepala BNPT dipimpin Komjen Rycko Amelza Dahnil selaku eks Kalemdikpol Polri. Terbaru, Menhub Budi Karya Sumadi melantik Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol Risyapudin Nursin, sebagai Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub.

Upaya Akomodatif Pemerintah?

Peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andi Muhammad Rezaldy, menilai, aparat baik polisi maupun TNI masuk ke kementerian/lembaga tidak lepas dari upaya akomodatif pemerintah dalam memperkuat kuasa.

“Saya menduga tindakan pemerintah yang menyeret aparat keamanan baik militer maupun Polri dalam jabatan sipil dapat dimaknai sebagai bentuk politik akomodasi terhadap aparat keamanan guna memperluas cengkraman kekuasannya sehingga dapat melakukan kontrol atas berbagai aspek sendi kehidupan masyarakat demi kepentingan rezim,” kata Andi, Senin (10/6/2024).

Andi mengungkit momen saat ini seperti Orde Baru. Kala itu, aparat keamanan sangat sentral dalam menopang kekuasaan otoriter dan menjadi sangat politis karena bermula dari politik dominasi aparat keamanan di berbagai urusan sipil. Ia menilai situasi saat ini adalah ancaman serius bagi demokrasi dan hak asasi manusia.

“Keputusan semacam itu juga berpotensi merusak pola karier di tubuh insitusi/lembaga yang ditempati, karena mengambil posisi yang seharusnya diisi oleh ASN dari lembaga tersebut. Pendekatan penyesalaian masalah yang dilakukan juga dikhawatirkan mengguncakan cara-cara keamanan,” kata Andi.

Pertemuan Panglima TNI dengan Kapolri

Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo (kanan) bersama Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto (kiri) memberikan keterangan kepada media usai pertemuan secara tertutup di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (5/12/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Di sisi lain, pemerhati kepolisian dari ISESS, Bambang Rukminto, tidak memasalahkan perpindahan anggota kepolisian ke kementerian dan lembaga selama personel tersebut memenuhi aturan dengan pensiun dini atau mengundurkan diri. Akan tetapi, Bambang menilai, perlu ada pengaturan spesifik di undang-undang dalam menempatkan anggota di luar kepolisian.

“Kalau memang polisi ingin menempatkan anggotanya di luar struktur tanpa melanggar UU, ya sebaiknya dalam revisi nanti pasal yang mengatur personel harus mengundurkan diri atau pensiun dini harus diubah,” kata Bambang kepada reporter Tirto.

Bambang menilai, permasalahan bukan pada revisi poin undang-undang, melainkan pada konsistensi dalam pelaksanaan undang-undang sesuai aturan. Ia mengingatkan Pasal 28 ayat 3 UU Polri mengatur secara jelas soal penempatan anggota Polri di luar instansi, tapi Bambang melihat DPR maupun pemerintah malah membiarkan.

Bambang justru menyoalkan manfaat ketika anggota polisi masuk ke jabatan kementerian lembaga. Ia menilai keberadaan polisi di kementerian berpotensi merugikan karena mengganggu profesionalisme kepolisian dalam bertindak penegakan hukum.

“Peran kepolisian sebagai penegak hukum itu menjalankan fungsi pengawasan. Kalau pengawas masuk ke dalam K/L lain, bagaimana mungkin Polri akan menjadi lembaga penegak hukum yang profesional? Ujung-ujungnya pasti akan muncul konflik kepentingan,” kata Bambang.

Bambang khawatir muncul semacam simbiosis mutualisme antara anggota kepolisian yang pragmatis dengan sekelompok elite di kementerian lembaga yang ingin melindungi kepentingan politiknya. “Dan inisiatif tentu dari pemerintah. Justru ini dijadikan alat pemerintah untuk mengkooptasi penegakan hukum,” kata Bambang.

Bambang juga mengingatkan bahwa perkembangan karier pejabat di kementerian dan lembaga akan terganggu akibat kehadiran anggota dari kepolisian. Ia juga menilai, etos kerja anggota kepolisian akan terganggu lantaran polisi tidak akan profesional. Mereka akan lebih berpikir untuk menjadi birokrat kementerian maupun lembaga daripada menjadi polisi profesional.

“Kader-kader terbaik kepolisian tak lagi ingin menjadi polisi yang profesional tetapi bercita-cita menjadi birokrat di K/L lain. Dengan kemampuan dan jaringan sebagai penegak hukum, potensi melakukan pelanggaran hukumnya makin besar,” kata Bambang.

Baca juga artikel terkait POLISI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz